Melodi membeku. Jantungnya bertalu begitu cepat hingga membuat sesak. Melodi memundurkan langkah saat Niken mendekatinya.
"Melodi? Siapa yang kamu panggil Bunda?" Niken mendekat. "Padahal ... Mama di sini, loh."
"MAMA MELODI UDAH MENINGGAL!!!" Melodi berteriak.
Niken tertawa. Ia kembali menyorot mata ketakutan Melodi. "Bagus, rupanya kamu sudah sadar kalau Mama kamu itu ...." Niken berbisik di telinga Melodi. "Udah mati."
Kedua tangan Melodi mengepal erat sampai buku-buku kulitnya memutih hingga kukunya melukai tangannya.
Niken berbisik lagi, "Saya datang menagih utang yang harus kamu bayar, Melodi."
Melodi melangkah mundur. Niken datang menagih utang yang harus ia bayar. Sementara Melodi, tidak tahu harus membayarnya bagaimana.
"Melodi ... kamu sudah tanda tangan di map itu, kan?" tanya Niken.
Melodi merapatkan bibir.
"Jawab Melodi!"
Melodi berbalik dan siap untuk berlari. Namun, belum melangkah tangannya sudah dicekal dengan erat.
"Mau ke mana kamu?" tanya Niken, tajam.
Melodi memberontak. Cengkraman Niken begitu kuat. Matanya menyapu pandang sekitar lobi. Melodi tidak tahu mengapa tidak ada seorang pun yang berjaga seperti biasanya.
Arkana tolong.
"Mau lari ke mana kamu? Berikan map itu Melodi!"
Melodi tidak mendengarkan Niken. Dia justru semakin memberontak dalam cengkraman Niken. Membuat wanita berbaju hitam itu kian marah karena ulah Melodi.
Plak
Melodi memegang pipi kanannya yang ditampar oleh Niken. Kilas balik masa lalunya yang mengerikan muncul dalam ingatannya. Melodi begitu takut.
"Jangan Tante ... jangan pukul Melodi lagi. Ampun."
"Siapa yang kamu panggil Tante? Sudah saya bilang panggil saya Mama dihadapan Papa kamu!"
"Maafin Melodi. Ampun ... ampun ... ampun ...."
"Enggak ada maaf untuk anak nakal. Anak nakal itu harus dihukum! SINI KAMU!!!"
"Jangan pukul Melodi, Tante."
"Dasar anak keras kepala!"
"Ampun Mama Ken, jangan pukul Melodi. Sakit."
"Lepasin Melodi!"
Melodi tersentak saat tangannya ditarik oleh seseorang. Ia mengangkat wajah, memandang Arka yang bersorot marah. Arka membawa tubuhnya bersembunyi di balik badannya. Melodi meremas baju belakang Arka dengan erat. Menundukkan kepala dalam, enggan bertemu mata dengan Niken lagi.
"Apa yang Anda lakukan tadi sudah mengancam keselamatan pasien. Demi keamanan sebaiknya Anda pergi sekarang. Ini juga bukan jam besuk," ucap Arka dengan tegas.
Niken tidak gentar dengan perkataan Arka. "Saya tidak ada urusan dengan kamu," balasnya dengan penuh penekanan.
"Saya perawat pribadinya. Segala urusan yang mengancam keselamatannya, menjadi urusan dan tanggung jawab saya," timpal Arka dengan rahang yang mulai mengeras.
Niken kembali tertawa. "Lihatlah Melodi, sekarang kamu juga sudah punya ... perisai? Wah, Mama sungguh ingin membuatmu meneriaki kata ampun lagi dan lagi tanpa henti. Tapi ... sepertinya sudah tidak bisa karena perisai ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Psychiatrical
ChickLit[ TAMAT | PROSES REVISI ] "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati." Kebiasaan buruk menghambur-hamburkan uang membuat seorang Arkana Elfreda mendapat hukuman dari sang aya...