20. Faradia

10.6K 1.2K 37
                                    

"Jadi ini?" gumam Fara tanpa memandang Arka di sebelahnya. Keduannya sedang duduk di bangku taman rumah sakit. "Alasan kamu selalu enggak ada waktu buat aku?"

Arka hanya bergumam.

"Setelah kejadian di kafe itu, kamu enggak berusaha jelasin apa-apa ke aku. Aku kesel dan enggak tahan, jadi aku tanya sama Kevin soal kamu."

Arka tersenyum pahit. "Aku emang enggak jelasin apa-apa, tapi aku selalu berusaha telepon kamu buat jelasin. Kamu yang enggak pernah angkat,"

"Aku udah enggak ada artinya lagi buat kamu, ya?"

"Enggak juga," jawab Arka masih bersikap tenang.

"Ar, kamu lebih milih luangin waktu kamu buat cewek gila itu daripada pacar kamu sendiri?" tanya Fara.

"Jangan pernah kamu bawa-bawa dia dalam hubungan kita," kata Arka dingin penuh penekanan.

"Terus kenapa kamu lebih mentingin dia?"

"Karena dia pasien aku."

"Tapi aku pacar kamu!"

Mata Arka terpejam sesaat. "Tolong bedain antara pasien sama pacar dari sudut pandang aku sebagai cowok dan aku sebagai perawat. Jangan semuanya kamu sama ratakan."

"Mana ada Ar, pasien tapi berasa pacar. Saling pelukan apalagi di tempat umum." Fara mulai kesal.

"Dan kamu enggak bisa percaya sama pacar sendiri?" tanya dengan nada sinis.

"Kamu juga enggak jujur Arka. Kamu bilang lagi sama Ayah kamu tapi ternyata lagi sama cewek itu. Kamu duluan yang bikin aku kayak gini!"

"Kamu pikir dengan aku bilang lagi sama cewek lain kamu bakal tetep mikir positif? Yakin enggak langsung nuduh aku selingkuh kayak dulu?" tanya Arka. Suara serta raut wajahnya berubah dingin.

Fara menundukan kepala. "Sayang, aku minta maaf. Aku mau kita baikan, ya?"

"Hm."

Arka meraih ponselnya yang bergetar di saku seragam perawatnya. Dilihatnya nama Aditya yang tertampang di layar panggilan telefon. "Kenapa Mas?"

"Melodi muntah-muntah." Suara Aditya terdengar panik di seberang telepon sana. "Mending lo ke kamar dia sekarang, gue enggak bisa ngurusin. Pasien gue lagi ngamuk soalnya."

Tanpa menjawab, Arka segera berlari menuju kamar Melodi. Di belakangnya, Fara juga ikut mengejarnya. Begitu masuk ke dalam kamar, Arka melihat Melodi yang terduduk di lantai kamar mandi. Wajah Melodi pucat, berkeringat, dan gemetar. Namun hal yang membuat Arka tercengang adalah bekas air mata di sudut mata Melodi.

Arka meraih kedua bahu Melodi. "Melodi, lo kenapa?"

Melodi menutup mulutnya cepat begitu rasa mual itu tiba-tiba menyerangnya lagi. Melodi memilih memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan ke dalam kloset.

"Melodi, lo kenapa?" tanya Arka lagi. Pria itu memijat tengkuk Melodi perlahan.

Melodi menangis ketika rasa mualnya tidak kunjung hilang. Kedua tangannya mencengkram erat lengan Arka, sedangkan air matanya masih mengalir. "Odi enggak tahan," lirih Melodi disela isak tangisnya.

"Lo kenapa bisa muntah? Salah makan? Mau minum obat?" tanya Arka berusaha tenang.

"Arkana tolong." Melodi bergumam lirih. Air matanya semakin deras. "Odi capek. Arkana jangan omongin dia lagi."

Hati Arka mencelos begitu mendengar penuturan Melodi. Dia? Dia siapa yang Melodi maksud hingga menyuruhnya untuk berhenti membicarakan orang itu?

Arka segera meraih tubuh Melodi, lalu memeluknya. Diletakkannya kepala gadis itu untuk bersandar di dadanya. Sementara tangannya sibuk mengusap punggung Melodi, berusaha menenangkannya.

"Jangan ngomongin dia lagi, Arkana," pinta Melodi. Tangannya meremat baju Arka bagian depan. "Jangan dia. Odi capek muntah."

"Iya, gue enggak akan ngomongin dia lagi."

"Jangan ngomogin Tante lagi, Arkana." Kepala Melodi semakin tenggelam dalam dekapan Arka. "Tante jahat, dia ngerusak semuanya."

"Ssst! Lo harus tenang, Mel." Arka berusaha menenangkan Melodi yang meraung.

"Tante jahat. Dia jahat. Dia jahat. Jahat. Jahat Arkana!"

"Mel, dengerin gue." Arka memaksa Melodi untuk menatapnya. "Gue enggak bakal ngomongin orang jahat itu lagi. Tapi lo juga enggak usah bahas dia lagi. Oke?"

Melodi menatap sendu Arka dan mengangguk lemah.

Melihat Melodi yang seperti ini benar-benar membuat hatinya hancur. Tadi saat Arka bertanya mengenai orang yang Melodi sebut 'tante', gadis itu mengelak. Namun sekarang, Melodi jelas mengungkapnya meski tidak sepenuhnya.

Arka mengecup puncak kepala Melodi. "Jangan takut, ada gue di sini yang selalu lindungin lo."

Keduanya tidak sadar jika ada Fara yang menatap mereka dengan nanar.

***

Follow instagram @wpvanili untuk info-info novel Love in Psychiatrical dan ceritaku yang lain ya

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang