19. Tentang Bungkam

11.6K 1.2K 45
                                    

Mengigau adalah bentuk dari respon pikiran bawah sadar meski tidak semua ucapan yang keluar memiliki arti. Namun perlu dicermati untuk orang yang psikologisnya terganggu. Seperti yang terjadi dengan Melodi, malam itu.

"Ma ... Papa jahat sama Melodi."

Kalimat yang terucap lirih dari mulut Melodi ketika gadis itu mengigau terus kembali berputar di kepala Arka bagaikan kaset.

Sejujurnya, Arka sudah sering mendengar fakta orang bisa mengigau ketika sedang demam. Terkadang pula, ucapan yang keluar dari seseorang yang mengigau memang tidak memiliki arti. Namun bagi Arka hal itu tidak berlaku jika seseorang itu Melodi. Mengigau versi Melodi jelas tersirat banyak hal yang tidak ia ketahui. Mengandung fakta terselubung yang tersimpan dalam tabung tanpa celah.

"Papa jahat ninggalin Melodi sendirian."

Lagi. Kalimat yang Melodi ucapkan malam itu terus menari-nari di kepala Arka. Mengusik dan tentunya mengganggu. Tetapi anehnya, ia tidak melakukan usaha untuk mengeyahkannya dan justru semakin memikirkannya.

Arka bisa merasakan bagaimana derita yang Melodi rasakan selama sepuluh tahun terakhir ini. Bila Arka bisa berkata, ia ingin mengatakan bahwa Edi--Papanya Melodi memang keterlaluan. Memilih merawat anaknya di rumah sakit jiwa mungkin masih bisa ditoleransi dengan alasan yang masuk akal. Namun bila sampai meninggalkannya hingga bertahun-tahun lamanya bahkan sama sekali tidak pernah menjenguknya bukankah itu keterlaluan? Atau malah terlampau kejam?

"Melodi sayang Papa."

"Melodi juga benci Papa ."

Sebenci apapun Melodi pada Edi, Arka tahu jauh di dalam lubuk hatinya, gadis itu masih menyayangi orang yang menjabat sebagai papanya. Benci hanya sekedar alasan tak berdasar yang menjadi alibi untuk perasaannya.

Benci itu seperti ilusi yang kita ciptakan sendiri. Semu dan sementara. Tidak nyata dan tidak selamanya. Akan hilang pada waktunya dan hanya kita yang membuat yang bisa menghancurkannya.

Arka tahu di balik bungkam yang membuatnya diam tenang bagai ikan, Melodi juga gelisah bagai ombak dalam lautan. Hanya saja, gadis itu tak pandai mengungkapkan perasaannya pada orang lain apalagi dalam bentuk pernyataan berupa ucapan. Bungkam adalah caranya merahasiakan.

"Melodi takut sama Tante."

Kalimat itulah yang terakhir Melodi igaukan malam itu sebelum usapan lembut Arka membawanya kembali tidur dengan nyenyak. Hingga saat ini, Arka masih bertanya-tanya mengapa Melodi menyebut 'Tante' dalam igauannya. Arka juga tidak tahu siapa orang yang dimaksud.

Apa yang membuat Melodi takut dengan orang itu adalah pertanyaan paling dominan yang hinggap di kepala Arka. Namun tidak bisa dipungkiri jika ia juga penasaran akan siapa orang itu. Orang yang Arka pikir sangat berpengaruh di hidup Melodi.

"Aduh," keluh Arka ketika merasakan sakit akibat bola pingpong yang mendarat seenaknya di dahinya.

"Ngapain sih, lo pake lempar bola ke gue?" tanya Arka kesal pada Melodi yang sedang berbaring di tempat tidur gadis itu.

"Lo beneran budeg, ya, sekarang?" ucap Melodi menatap malas Arka.

"Hah?"

"Tuh, kan, beneran budeg. Odi panggil lo dari tadi malah bengong. Kesambet bagong?" ungkap Melodi kesal. Sudah berkali-kali ia memanggil hingga mulutnya lelah, Arka tetap diam. Ia jadi ragu pria itu mendengar ucapannya atau tidak.

"Ngomong apa sih lo?"

Melodi menggerakan kakinya yang selonjor di atas paha Arka. "Pijitin kaki gue lagi. Lo dari tadi cuma grepe-grepe gak jelas."

Love in PsychiatricalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang