Hari ini suasana masih sama seperti sebelumnya. Angin yang terasa dingin akibat hujan semalam menerpa wajah Arka. Tampak membuat tubuhnya sedikit mengigil. Kakinya melangkah lebar menuju kamar Melodi. Jaket yang dikenakan tampak tidak cukup menghangatkan tubuh. Kedua tangannya menyilang semakin memeluk.
Begitu Arka masuk ke dalam kamar Melodi, pemandangan sudut ruangan yang kosong menyambutnya. Kedua alis Arka mencuram saat matanya tidak mendapati kumpulan boneka yang waktu itu sempat ia rapikan. Di sudut sana kosong, tidak tersisa satupun. Mata Arka bergulir untuk melihat Melodi yang kini duduk di kursi sembari menunduk melukiskan sesuatu.
Arka menghampirinya. Berdiri di samping Melodi yang masih fokus menggoreskan pensilnya di atas kertas gambar.
"Mimpi lagi?" tanya Arka saat ia menyadari Melodi kembali melukiskan sosok wanita yang ia tahu adalah Febina."Iya," jawab singkat Melodi.
"Itu boneka kok ilang semua, lo kemanain?" tanya Arka mengganti topik.
Melodi sedikit menoleh ke tempat di mana dulu ada banyak sekali boneka merah muda. Ia membuang wajah lagi sembari berkata. "Odi buang."
Arka terkinjat. "Semuanya? Lo buang ke mana?" tanya Arka penasaran. Boneka sebanyak itu selain dibuang bisa membuat penuh tempat sampah juga sayang. Boneka itu bisa diberikan pada anak-anak jalanan atau ke orang lain sebagai hadiah.
"Kamar Arabelle," jawab Melodi. Nada suaranya tampak cuek ketika menanggapi Arka.
Arka bernafas lega. Setidaknya ada yang bisa menampung boneka-boneka itu tanpa harus membuang menjadi hal yang tidak berguna. Arka menyandarkan pinggangnya ke bibir meja. Kedua tangannya menyilang. "Kenapa lo buang? Itu dari Papa lo, kalo kangen gimana?"
"Gue gak akan kangen dia lagi," ucap Melodi membuat Arka tercengang.
Sikap Melodi berubah. Malam itu Melodi menangis pilu karena merindukan Edi. Memeluk erat boneka pemberian pria itu. Namun sekarang mengapa Melodi justru membuang semua boneka itu seolah-olah ia tidak membutuhkannya lagi?
Terlebih, tidak merindukannya lagi? Apa bisa Melodi tidak merindukan Edi?
"Yakin lo gak bakal kangen Papa lo?" tanya Arka ingin memastikan.
"Hm, buat apa gue kangenin orang yang belum tentu juga kangenin gue?" ujar Melodi mampu membuat Arka terdiam.
"Buang-buang waktu." Melodi melanjutkan ucapannya.
Arka mengerjap. Ia berdeham untuk sesaat. "Hari ini gue gak bisa temenin lo di sini."
Perkataan Arka membuat Melodi berhenti menggerakan pensil di tangannya. Ia segera menoleh ke Arka, sedikit mendongak. "Kenapa? Lo mau pergi?"
"Gue ada acara sama temen-temen."
Melodi membuang wajah perlahan. Ekspresi wajahnya terlihat kecewa. Ia diam namun tangannya terus menggerak-gerakan pensil dengan asal.
"Kenapa?" tanya Arka begitu melihat perubahan raut wajah Melodi.
"Odi mau ikut, kan temen lo juga," ujar Melodi pelan.
"Tapi lo-"
"Pokoknya mau ikut!" kata Melodi ngegas.
Arka hanya membuang nafas pasrah. Tidak ada jalan keluar bila gadis itu sudah mengeluarkan kata andalannya. Pokoknya.
"Sekarang ganti baju," perintah Arka pada Melodi.
"Siap!" Melodi memberi gestur hormat pada Arka. Hal itu membuat Arka menyunggingkan senyum di sudut bibir. Seperti biasa. Melodi terlihat menggemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Psychiatrical
ChickLit[ TAMAT | PROSES REVISI ] "Lo itu cewek paling sinting yang pernah gue temui dan kewarasan lo adalah kegilaan yang selalu gue cari sampai mati." Kebiasaan buruk menghambur-hamburkan uang membuat seorang Arkana Elfreda mendapat hukuman dari sang aya...