Lee Bi Aera
Aku menatap langit malam yang dihiasi gemerlap bintang-terlihat begitu indah apalagi ditemani oleh orang yang kucintai-Jeon Jungkook. Tanganku bertumpu pada pagar alumunium dengan tangan Jungkook yang menggenggamku erat. Sepertinya aku harus menemui para ahli sains untuk memberi tahu jika mereka harus menambah daftar benda-benda konduktor yang ada di bumi. Tangan Jungkook sepertinya cocok jika dimasukkan dalam daftar itu-menyalurkan kehangatan kepadaku hingga ke relung hati.
Lagi-lagi aku merasa ini seperti mengalami deja vu, saat ini kami sedang berdiri memandang kota Busan dari Busan Tower. Ini sama seperti kala aku dan Jungkook baru saling mengenal dulu, ingat kan saat turun salju itu? Hal yang menjadi pembeda adalah musim, hubungan, dan perasaanku padanya. Kala itu aku belum merasakan debaran yang tersirat di hati, namun sekarang cinta telah tumbuh subur pada diriku. Pun dengan hubungan kami yang sudah resmi menjadi sepasang kekasih.
Jika diingat-ingat aku dan Jungkook sudah melalui waktu yang cukup lama. Aku bahagia karenanya, teramat bersyukur karena sudah mengenal pria sebaik Jungkook. Menurutku Jungkook terlalu sempurna, sejauh ini aku belum menemukan hal yang menjadi kekurangan terbesar pada dirinya. Ia terlalu sempurna untukku, hingga sering membuatku tak sadar jika ia adalah kekasihku sendiri.
"Jeon?" panggilku membuat ia mengait atensi pada manikku. Mata kami bersirobok dengan satu helaan napasku yang mengudara.
"Apa kita akan terus seperti ini?" tanyaku lirih, merasa sedikit khawatir tentang hubungan kami kedepannya.
Jungkook mengulas senyum tipis, tangannya mengusap pipiku lembut-menyalurkan ketenangan hingga ke relung hati. "Tentu," ucapnya dengan nada yang penuh keyakinan.
"Bagaimana jika-"
"Jangan berbicara yang aneh-aneh. Aku mencintaimu, Aera. Cinta mati. Cinta sekali. Aku tak akan sanggup jika kehilanganmu." Suara Jungkook mengalun begitu lembut memasuki membran timpaniku, dengan manik yang menatapku sendu.
Gemerlap bintang yang terhampar pada langit malam juga manik hazel Jungkook seolah mewakilkan seisi galaksi yang tak mampu kulihat. Matanya sangat indah hingga aku tak mampu mengalihkan pandangan barang sedetik pun.
"Aku juga mencintaimu," ungkapku seraya mengusap pipinya.
Beberapa detik setelahnya aku membalikkan badan, kembali melihat pemandangan pemandangan kota Busan yang dipenuhi lampu warna-warni. Benakku sedikit merasakan suatu hal buruk akan terjadi, tapi entahlah aku tidak begitu yakin. Kuharap ini adalah perasaan biasa, bukan pertanda ataupun pengingat.
Aku menyayangi Jungkook, sangat. Entah berapa kali kalimat itu terucap dari bibir tipisku, tetapi itu-lah yang kurasakan. Segala perlakuan Jungkook padaku seolah membawaku pada Euphoria yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Mungkin orang-orang bisa saja mengataiku terlalu berlebihan-silakan saja, aku tak melarang. Aku yakin mereka hanya belum pernah merasakan rasanya dicintai oleh seseorang hingga dipuja bak dewi khayangan.
"Jeon... Kau sangat menyukai piano?" tanyaku memecahkan keheningan.
Ia berdehem sejenak, kemudian menjawab, "Iya. Piano mengingatkanku pada Ayah dan Ibu. Bukankah aku sudah memberi tahumu?"
"Ah, nee."
Tunggu sebentar... Ibu? Bukankah ibunya tinggal bersama dengannya di apartemen? Kini aku semakin yakin jika Jungkook menyembunyikan banyak hal padaku.
"Lalu kau sendiri bagaimana bisa menyukai buntalan bulu itu?" tanyanya membuat dahiku mengernyit bingung.
Buntalan bulu? Apa maksudnya? Oh aku tahu, pasti yang dimaksud adalah boneka beruang yang memenuhi kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]
ФанфикKebanyakan orang berpikir jika dihujani rasa cinta adalah suatu hal yang mampu membuatmu menetap di istana euphoria. Namun nyatanya persepsi itu hanya sebatas singgah sesaat bagi Lee Bi Aera. Kehidupan gadis itu menjadi berkecamuk kala ia mulai terj...