Chapter 4|Confused

1.3K 193 2
                                    

Budayakan VOTE ya.

Malam yang gelap dan udara dingin yang menembus kulit tidak mempengaruhi pria yang tengah duduk di kursi panjang itu. Suasana malam ini cukup mencekam, apalagi saat ini ia berada di halaman belakang rumah. Pencahayaan di sini sangatlah minim, hanya ada beberapa lampu saja yang masih menyala.

Jimin memejamkan matanya, mencoba menikmati angin malam yang menerpa wajah tampannya itu. Saat ini benar-benar sunyi, semua penghuni rumah mewah itu sudah berada pada alam mimpinya masing-masing. Berbeda dengan Jimin, ia malah memilih untuk tetap terjaga.

Jimin memijat pelipisnya dengan begitu telaten, siku tangannya bertumpu pada kedua paha yang dibalut celana piyama tidur warna hitam. Wajah tampan itu nampak murung saat ini. Sedari tadi ia masih memikirkan perkataan Jungkook. Tentu saja perkataan itu membuat pikirannya sedikit terganggu.

Merelakan cinta demi sahabat?

Hah lelucon apalagi ini. Ia benar-benar tidak menyangka sekaligus tidak mengerti dengan Jungkook. Sahabat karibnya ternyata mencintai mantan kekasihnya sendiri? Sungguh tidak adil bila Jimin yang harus merelakan dalam hal ini. Ia sudah merelakan segala hal kepada Jungkook. Biasanya, Jimin selalu tidak terima apabila ada seseorang yang menyainginya dan akan berusaha menjatuhkan lawannya itu.

Tapi, hal itu menjadi berbeda ketika saingannya itu adalah Jungkook. Dulunya ia tidak menyangka jika anak dari keluarga yang tidak begitu kaya bisa menyainginya di sekolah, bahkan hampir mengambil alih semua yang Jimin punya sebelumnya. Mulai dari peringkat sekolah, hingga ketenaran.

Bukan hanya Jungkook yang terkenal pandai di sekolah. Jimin juga cukup pandai dalam bidang akademik dan non akademik. Hanya saja kemampuannya itu belum cukup untuk mengalahkan seorang Jeon Jungkook, belum lagi ia masih ada saingan selain sahabatnya itu, yaitu Taehyung.

Hebatnya, Jimin malah bersahabat dengan saingannya sendiri. Meski begitu, hanya Jungkook-lah pria yang menjadi tempat curhat Jimin. Sudah banyak juga yang Jungkook lakukan untuk membuat Jimin tersenyum kembali ketika sedang memiliki masalah.

Mengingat semua itu membuatnya ragu untuk tetap mempertahankan Aera. Haruskah ia merelakan orang yang ia cintai untuk sahabatnya sendiri? Namun, di sisi lain ia tidak ingin Aera bersama pria selain dirinya. Ia benar-benar tidak sanggup bila kemungkinan-kemungkinan itu terjadi.

"Merelakan ya?" monolog Jimin sambil sedikit menyeringai.

Ia menaikkan kakinya pada kursi panjang itu dan menekuknya. Kemudian, ia sandarkan kepalanya pada sandaran kursi untuk mencari rasa kenyamanan. Apa yang tadi ia katakan kepada Jungkook membuat hatinya mendadak ngilu. Sebuah kebohongan tengah ia ciptakan saat ini.

Merelakan Aera? Ia saja belum bisa move on dari gadis keturunan Lee itu, apalagi harus melihatnya bersama pria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri?

Tentu ia tidak akan sanggup. Mengingat apa kata pepatah, 'kebohongan akan selalu berakhir menyakitkan' membuatnya di selimuti perasaan bingung. Jungkook dan Aera sama-sama sudah memberi warna di hari-harinya, mereka lah yang selalu ada disaat Jimin butuh tempat bersandar.

Jika mereka kelak bersama, apa Jimin akan dilupakan?

Setidaknya itulah yang ia pikirkan sedari tadi.

Melepas cinta untuk sahabat adalah sebuah hal terberat yang mungkin tidak akan bisa ia lakukan. Ia tidak sanggup bila melihat sahabat dan orang yang ia cintai bersama. Ia juga takut dirinya akan dilupakan oleh mereka berdua.

Sama seperti kedua orang tuanya melupakannya.

Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang