Chapter 30|Shifty

573 80 4
                                    

Sulit rasanya menghilangkan rasa sedih selepas kematian Taehyung dari dalam benak Jungkook. Memang benar, orang yang telah menghabiskan waktu dan mengukir kenangan indah bersamamu akan menggores luka kala perpisahaan di depan mata. Begitu pun dengan yang Jungkook yang rasakan.

Taehyung adalah mantan sahabatnya. Ah, bahkan kata 'mantan' sendiri terasa sulit terucap di bibir Jungkook lagi kala Taehyung mengungkapkan jika dirinya adalah sahabat terbaik Taehyung. Tetapi jika mengingat betapa kejamnya Taehyung kepada Jungkook, membuat pria bermarga Jeon itu merasakan dendam yang menggelora dalam benak. Taehyung kejam telah menghilangkan nyawa orang yang sangat Jungkook sayangi, bahkan hal itu hampir terjadi untuk kedua kalinya, membuat Jungkook sulit untuk memberi maaf.

Kata-kata terakhir Taehyung beserta permintaan-permintaan yang pemuda itu lontarkan membuat Jungkook sedikit merasakan sesuatu. Ia merasa perkataan Taehyung teramat tulus. Kalau dipikir menggunakan akal sehat Jungkook, seseorang jelas tidak akan berbicara setulus itu kepada orang yang dibencinya meski ajal telah di depan mata, kecuali orang tersebut sadar dan ingin bertaubat. Jadi apa Taehyung ingin bertaubat? Tidak, Jungkook tidak merasakan itu. Pesan Taehyung terdengar tulus di telinga Jungkook seperti diucapkan oleh orang yang tidak pernah memendam kebencian padanya. Namun jelas-jelas Taehyung membencinya kala pemuda itu masih dapat menggembuskan napas, hingga rasa kebencian itu menghadirkan dorongan untuk membunuh. Jadi apakah Taehyung benar-benar tulus? Atau hanya bualan sebelum kematian?

Jeon Youra, seorang anak kecil yang begitu polos menjadi korban dari kebencian yang tak beralasan. Kala itu, manik Jungkook menangkap jelas bagaimana Taehyung yang berdiri tepat di samping kolam, bersama Jimin yang terpaku tak percaya. Semakin lama, semua ini semakin aneh-rentetan kematian Youra seolah menyambungkan satu per satu kepingan masalah kehidupan Jungkook yang ia tidak pernah ia ketahui alasannya.

Semua ini lebih rumit daripada aljabar. Mungkin matematika jenis itu dapat Jungkook selesaikan hanya dengan hitungan detik, namun teka-teki hidupnya tidak sesederhana itu, tidak semudah itu.

Semesta sangat hebat dalam menciptakan teka-tekinya.

Kini Jungkook berada di dalam ruangan tempat Aera dirawat, gadis itu masih sama seperti yang ia lihat semalam-terpejam di atas brankar. Bedanya, peralatan yang ada di sekitar tubuh gadis itu tidak sebanyak semalam, hanya tinggal beberapa saja.

Jungkook menggengam tangan Aera erat, menempelkan pada pipinya-menghangatkan tubuh gadis itu meski Aera sendiri tak mampu merasakan kehangatan itu. Ada perasaan tersendiri kala Jungkook menggenggam tangan kekasihnya, rasa kedamaian dan ketenangan seperti tersalurkan.

"Bisakah kau bangun dari tidurmu itu, Bi? Apa kau tidak merindukanku? Akhir-akhir ini sering turun hujan, entah kenapa itu membuatku selalu memikirkanmu." Suara Jungkook mengudara tulus dengan manik yang terpejam.

Jungkook teramat merindukan Aera, ia rindu suara gadis itu mengalun memasuki rungunya, ia rindu senyum manis Aera yang selalu menemani hari-harinya untuk menepis segala duka dan lara. Rindu, sangat.

Jungkook menghela napas. "Apa kau tidak penasaran mengapa aku memanggilmu Bi dan bukan Aera? Aku berharap kau segera sadar dan menanyakan hal itu kepadaku."

Ada alasan tersendiri mengapa Jungkook lebih memilih memanggil kekasihnya dengan nama itu. Alasan yang akan ia ungkapkan jika gadis itu bertanya sendiri padanya.

Rasa rindu begitu menyeruak di hati Jungkook, rasa rindu yang begitu menyiksanya. Keadaan ini ibarat saling mencintai tanpa bisa mengukir kenangan bersama. Gelisah, takut, sedih, rindu, semuanya tercampur aduk hingga membuat pemuda itu merasa putus asa.

Aera yang sekarat, Taehyung yang meninggal, dan impian ibunya yang menunggu untuk dijemput begitu memenuhi pikiran Jungkook.

Akibat tak bisa menahan rasa rindunya, Jungkook rela tidak masuk sekolah hari ini-ia mengirim surat izin ke sekolah, untuk tiga hari kedepan. Biasanya Jungkook tidak pernah mau merelakan hari sekolahnya untuk orang lain, terlebih hanya untuk menemani seseorang yang sakit. Namun jika hal itu menyangkut Aera ia tidak bisa menahan diri untuk tak mengirim surat izin ke sekolah. Ahnjong pun tak mempermasalahkan hal itu, ia tahu apa yang dilakukan anak angkatnya pasti tidak sembarangan, lagipula Jungkook sebelumnya tidak pernah seperti ini. Jadi Ahnjong mewajarkan hal tersebut.

Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang