Ini part yang mungkin gak akan disangka-sangka. Nanti bakal bikin pembaca bingung hehe. Tapi di part selanjutkan akan dijelasin kok.
-Bee
Aera mengerjapkan matanya berkali-kali, pusing menyatu dengan rasa lelah membuat dirinya terlampau lemah untuk sekedar membuka mata. Saat kelopak matanya itu terbuka sepenuhnya, Aera perlahan mengamati sekeliling meski pandangannya masih sedikit kabur.
Perih. Itu yang ia rasakaan saat maniknya bersirobok dengan sorot lampu ruang persegi bercat putih. Sayup-sayup ia melihat orang-orang tengah mengelilinginya bersama keheningan yang memenjara. Tak ada suara sapaan yang menyambut Aera dari tidurnya barusan, melainkan sebuah tatapan sendu. Namun, ia dapat mendengar suara seseguhan, seperti menangis mungkin.
Pun Lee Bi Aera hanya diam, sembari mencoba meraih satu tangan yang baru saja terulur tulus kepadanya. Dengan dibantu beberapa orang, ia mendudukan diri dengan bantal empuk yang mengganjal punggung.
Lagi-lagi Aera mengerjap, mencoba mengatur cahaya yang masuk ke dalam pupil mata. Semua nampak jelas sekarang, ibu, ayah, dan adiknya berlinang air mata. Senyum tulus sang ibu merekah kepada anaknya, membuat gadis itu sedikit bingung.
Dengan begitu hati-hati, Aera mengulurkan tangan, mengusap air mata yang baru saja lolos dari sudut mata sang ibu seraya berucap, "Aku tidak pergi."
Sang ayah-Lee Daehyun, perlahan berjalan mundur kemudian duduk di sofa hitam, lantas Aera mengait atensi kepada ayahnya. Tak lama, ia menyadari jika bukan hanya keluarganya yang berada disini, melainkan ada keluarga Kim Taehyung juga. Hal pertama yang ada dipikiran Aera ialah keluarga Taehyung tengah membesuknya, tak ada rasa curiga yang tersemat dalam benak sama sekali.
"Eomma menyayangimu," ujar sang ibu-Min Gyeong seraya mengusap lembut surai anaknya. Pun Aera membalas dengan sebuah senyuman tipis.
"Mataku sedikit sakit, apa dokter berbicara sesuatu?" tanya Aera sambil memiringkan kepalanya.
"Eonnie baik-baik saja kok," sahut Lee Bae Aeri lirih. Ia mengusap-usap punggung tangan kakaknya, menggenggam erat seraya menahan mati-matian air mata tak lolos mengalir.
Aera mengangguk paham, setelahnya ia menatap kedua orang tua Taehyung yang sedang duduk di sofa yang tak jauh dari bangkar. Aera berbisik kepada Gyeong, "Apa mereka datang dari tadi?"
"Dari beberapa hari yang lalu," jawab Gyeong singkat dengan bibir yang sedikit bergetar, seolah tak kuat menjawab pertanyaan anak pertamanya. Aera mengernyit kembali, merasa sedikit aneh dengan atmosfer yang tengah mengelilingi mereka.
"Maksudnya?" tanya Aera lagi.
Gyeong membuang muka, mengigit bibirnya kuat hingga sedikit merasakan ngilu. "Kau baru saja sadar, Nak. Istirahatlah dulu, setelahnya baru kita membicarakan banyak hal."
Buru-buru Gyeong membantu anaknya merubah posisi agar kembali tidur terlentang, mengalihkan pembicaraan yang belum sanggup tuk ia bahas. Pun Aera bingung setengah mati dengan situasi saat ini, lantas setelah membenarkan posisi, ia menyapa orang tua Taehyung begitu sopan.
"Eomma Kim..." panggilnya lirih, berhasil mengait atensi nyonya Kim yang semula menundukkan kepala. "Kenapa Sayang? Apa kau butuh sesuatu?" ujar nyonya Kim lembut.
Aera menyengir, "Apa kalian sudah datang dari tadi?" Sejujurnya Aera sedikit merasa tak enak dengan mereka, dan juga ia tak begitu mengerti situasi ini. Semua orang terlihat sedih. Frustasi.
"Sudah lama," ujar nyonya Kim dengan nada yang begitu lembut, dirinya menatap Aera penuh kasih sayang, seolah menatap anaknya sendiri.
"Kenapa kalian terlihat se-"
"Brak!!!" Suara pintu yang terbuka terdengar sangat nyaring, memotong pertanyaan yang baru saja Aera lontarkan. Lantas gadis bermarga Lee yang tengah terlentang dalam bangkar itu sedikit mengangkat kepalanya, mengait atensi penuh pada sesosok pria yang berdiri pada ambang pintu. Dari yang ia lihat, peluh mengalir deras melewati pipi pria itu dengan dada yang naik turun. Aera menduga jika pria itu baru saja berlari.
"J-jeon?" Suara Aera terbata. Sorot mata Jungkook terlihat sendu. Beberapa detik setelahnya Jungkook berlari ke arah Aera, memeluk gadis itu kelewat erat. Tangannya perlahan mengusap lembut kepala Aera, seolah menyalurkan rasa rindu kelewat sayang kepada kekasihnya.
"Aku mencintaimu. Cinta sekali. Cinta mati," rapal Jungkook berkali-kali. Jungkook teramat menyayangi dan mencintai gadis itu, hingga ungkapan cinta kelewat sayang yang keluar dari bukaan bibirnya terdengar begitu tulus. Aera dapat merasakannya. Pelukan itu seolah mengantarkan kedamaian hingga ke relung hati. Tenang dan damai-rasa yang hadir kala kehangatan tubuh Jungkook sampai padanya.
"Aku merindukanmu," ujar Aera seraya perlahan menarik diri dari tubuh Jungkook. Lantas Jungkook menangkup wajah cantik kekasihnya dengan kedua tangan, ibu jarinya mengelus lembut pada pipi mulus itu seraya berucap, "Aku juga merindukanmu, Sayang. Maaf..."
"Maafkan aku juga."
Sementara itu beberapa pasang mata berusaha menahan air matanya masing-masing-menatap kedua insan yang tengah melepas rindu itu.
"Kau berlari lagi?" tanya Aera sembari mengusak rambut Jungkook.
"Jika hal itu menyangkut dirimu, aku tidak bisa membuatmu menunggu." Suara Jungkook terasa terserap begitu saja dalam benak Aera, membuat gadis itu sedikit tersipu.
"Ngomong-ngomong, dimana Taehyung?" tanya Aera kepada Jungkook. Lantas pemuda itu memeluk Aera lagi, erat, sangat erat. Seluruh pasang mata yang mengamati kini menangis, terutama Im Hana-ibu Taehyung.
Aera bingung, sangat-membuat gadis itu kembali menarik diri dari pelukan Jungkook. Tanpa banyak bicara, Aera meraih ponselnya yang berada di nakas samping bangkar. Maniknya langsung bersirobok dengan sinar dari layar dua dimensi itu.
Perih. Ia merasakannya lagi.
Hal pertama yang ingin Aera lakukan ialah menghubungi Kim Taehyung. Beberapa detik setelahnya terdengar sebuah suara dari arah meja. Kala bahana itu sampai pada rungu Aera, gadis itu menyimpulkan jika itu adalah ponsel Taehyung. Lantas dimana pemuda bermarga Kim itu?
"Taehyung dimana? Kenapa dia tidak membawa ponselnya?" tanya Aera dengan nada cukup cepat.
Tak ada yang menjawab, justru air mata dari setiap insan di ruangan itu semakin deras. Aera tak mengerti. Sungguh.
Jauh dalam benaknya ia merasakan ada suatu hal yang tengah disembunyikan orang-orang.
"Jeon, Taehyung dimana? Kau pasti tau!" pekik Aera.
Hana mengusap air matanya, kemudian berkata, "Anakku sudah tenang disana."
Aera melotot tak percaya sekaligus tak mengerti dengan ucapan nyonya Kim. "M-maksudnya?"
Lee Bi Aera mengecek ponselnya kembali, ia membuka kalender, lantas ia terbelalak kaget. Layar itu menampilkan tanggal 27 Januari 2020. Apa ini mimpi? Tidak! Ini bukan mimpi. Aera tak menyangka jika ia tidak sadarkan diri selama dua hari. Kenapa tak ada yang memberi taunya?
"Kim Taehyung dimana?!" Suara Aera dinaikkan beberapa oktaf. Jungkook memeluknya lagi, seraya berbisik lirih, "Maaf."
"Kumohon katakan dimana Taehyung," ujar Aera lirih. Entah mengapa air matnya tak lagi mampu menyembunyikan diri, tetes demi tetes membasahi pundak Jungkook. Ada sepercik firasat buruk dalam benaknya, pun dengan rasa sakit yang entah bagaimana bisa datang begitu saja.
"Taehyung memberikan hadiah terindah untukmu. Sekarang sebagian tubuhnya ada pada dirimu, Bi." Jungkook meneteskan air mata, menarik napas panjang kemudian melanjutkan, "Taehyung memberikan matanya untukmu sebelum kematiannya. Sekarang dia sudah tenang di sana."
Maka, untuk pertama kalinya ribuan petir terasa menusuk tubuh Aera, memberikan rasa sakit yang tak bisa ia jabarkan dengan kalimat yang tersusun rapih. Untuk pertama kalinya pula, ia mendapatkan hadiah terindah dari sahabat masa kecilnya-Kim Taehyung.
-TO BE CONTINUED-
Publish: 20.05.30
Time: 20.03
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]
FanfictionKebanyakan orang berpikir jika dihujani rasa cinta adalah suatu hal yang mampu membuatmu menetap di istana euphoria. Namun nyatanya persepsi itu hanya sebatas singgah sesaat bagi Lee Bi Aera. Kehidupan gadis itu menjadi berkecamuk kala ia mulai terj...