Langit sore yang tertangkap pupil mata Aera terlihat begitu cantik nan indah, cahaya oranye kemerahan menyorot dari balik gumpalan kapas putih. Burung-burung terlihat berterbangan hendak kembali ke sangkarnya, mereka terbang berkelompok dan kompak—tidak ada satupun yang tertinggal kawanannya. Jemari Aera menggenggam batangan alumunium yang memanjang keatas, rambutnya di tergerai membuatnya bersapaan dengan embusan angin yang terasa menyejukkan. Tanpa sadar sudut-sudut bibir tipisnya tertarik ke atas, Aera selalu menyukai pemandangan seperti ini—
senja.
"Maaf ya, Bi." Jungkook membuka suaranya kala ia baru saja mendekati tubuh yang lebih pendek darinya itu.
Aera tidak memedulikan Jungkook yang tengah mengelus punggung tangannya. Ia lebih memilih memasang sirat tenang dengan tatapan yang tak teralih barang sedikitpun dari indahnya senja sore ini. Aera tidak ingin melewatkan pemandangan kesukaannya yang sudah beberapa hari ini terlewat begitu saja. Setiap kali irisnya menatap senja selalu dapat membuat hatinya merasa tenang. Namun sayangnya momen seperti ini hanya berlangsung selama beberapa menit saja, setelahnya senja akan menghilang tertutup gelapnya malam.
"Bi?"
Aera bergumam. "Hmm?"
Jungkook sudah mengetahui sejak lama bahwa kekasihnya sangat menyukai senja, oleh karena itu sekarang ia berusaha untuk tidak memperburuk suasana hati Aera. "Aku teringat sesuatu," kata Jungkook yang berdiri tepat di samping Aera.
"Apa?" Sejujurnya Aera masih merasa kesal dengan Jungkook karena drama konyol yang terjadi beberapa menit lalu, tetapi kala dirinya menatap indahnya langit, rasa kesal Aera terhadap Jungkook langsung hilang begitu saja—seolah senja adalah sihir yang mampu memerbaiki suasana hatinya.
"Kau tidak tahu?" tanya Jungkook, kemudian menoleh ke arah Aera. Seharusnya Aera mengetahui apa yang ia ingat ketika melihat senja seperti ini, tapi nyatanya gadis itu tidak mengingat sama sekali.
Aera melirik ke kiri, mencoba mengingat-ingat sesuatu. "Tidak. Kau belum memberitahuku" jawabnya santai.
Jungkook sukses termelongo. Bagaimana bisa Aera melupakan momen spesial mereka berdua?
"Tidak ingat sama sekali?" Jungkook bertanya lagi—mencoba memastikan.
"Tidak, Jeon."
Kala Aera menjawab pertanyaannya, Jungkook langsung spontan melebarkan iris. Astaga, ia merasa seperti tidak dianggap sekarang. "Tidak peka sekali," celetuk Jungkook sebelum akhirnya berdecak kesal.
Baiklah, justru Jungkook membuat suasana hati Aera memburuk lagi.
Aera menoleh ke arah Jungkook dengan dahi yang mengernyit. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya dibahas oleh Jungkook. Ingat apa? Lagipula ingatan di otaknya sangat banyak. Mana bisa Aera menebak salah satu dari antara puluhan ribu memori yang ada di otaknya.
"Aku tidak dianggap. Jahat sekali," cetus Jungkook sambil melipat tangannya di dada. Kemudian menyerongkan posisi ke kiri—mencoba menghindari Aera. Alih-alih Aera membujuk Jungkook yang sedang merajuk itu, ia justru memukul lengan pemuda bermarga Jeon itu keras. "Kau kenapa sih?" sosor Aera.
Demi simbiosis parasitisme antara rafflesia arnoldi dengan inangnya, Aera sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran Jungkook yang terkesan seperti anak kecil. Ah ayolah, baru saja semenit yang lalu pemuda itu meminta maaf padanya, tetapi kini sudah berulah lagi.
"Galak sekali sih, Bi," gerundel Jungkook sembari memegangi lengannya. Aduh, jujur saja ia sudah berekspektasi Aera akan memeluknya atau sekedar menggenggam tangannya. Tetapi justru pukulanlah yang ia dapat, belum lagi pukulan gadis itu lumayan membuat pembuluh darah di lengannya terasa berdenyut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]
FanfictionKebanyakan orang berpikir jika dihujani rasa cinta adalah suatu hal yang mampu membuatmu menetap di istana euphoria. Namun nyatanya persepsi itu hanya sebatas singgah sesaat bagi Lee Bi Aera. Kehidupan gadis itu menjadi berkecamuk kala ia mulai terj...