Aku memeluk kakiku sendiri dalam keadaan duduk diranjang. Lututku menekuk dengan lenganku yang memeluknya erat. Kepalaku menumpu pada lutut dengan posisi yang menoleh kekiri-menatap snow ball yang terletak diatas nakas samping kasur. Hal itu membuatku kembali teringat oleh seorang sahabat masa kecilku-Taehyung.
Jika dipikir-pikir, aku terlalu jahat padanya saat itu, menolak pernyataan cinta dan meninggalkannya begitu saja tanpa rasa bersalah. Semenjak kejadian itu, aku belum bertemu Taehyung sama sekali, dia juga sepertinya jarang keluar rumah. Apa dia merasa sakit hati karenaku? Entahlah. Padahal aku merasa sudah berbicara dengan kata-kata yang lembut waktu itu.
Taehyung tidak mengabariku sekali pun. Biasanya dia selalu mengirimkan pesan singkat untuk sekedar bersenda gurau. Aku merasa tidak nyaman jika seperti ini terus-menerus, sepertinya dia juga menghindariku disekolah. Bagaimana bisa aku tidak melihatnya sama sekali? Padahal jarak kelas kami tidak berjauhan.
Aku jelas merasa bersalah akan hal ini. Aku harus membicarakannya pada Taehyung agar persahabatan kami tidak terputus sampai disini saja. Aku sangat tidak ingin jika persahabatan yang sudah terjalin selama hampir delapan belas tahun justru malah terhenti begitu saja hanya karena masalah cinta.
Ponselku menyala dengan suara dering yang mengudara tak begitu keras. Aku tahu siapa yang mengirim pesan dimalam hari seperti ini, itu Jungkook-kekasihku. Lantas aku meraih ponsel yang terletak di samping kakiku kemudian membaca isi pesan itu.
[Hai sayang. Sedang apa?]
Jariku perlahan mengetik balasan. "Duduk saja, tidak ada kerjaan. Kau sendiri?"
Beberapa detik setelahnya ponselku berdering lagi. [Memikirkanmu, memangnya apa lagi yang bisa kulakukan malam-malam seperti ini?]
Aku terkekeh begitu membaca balasan dari Jungkook. Dia selalu saja menggodaku setiap saat. Benar-benar tak kenal waktu.
"Kau selalu saja seperti itu, Jeon. Aku sudah tidak heran."
[Haha kau sudah terbiasa rupanya. Mau telepon?]
Aku meluruskan kakiku, menutupnya dengan selimut, kemudian sedikit membenarkan posisi bantal yang ada di punggungku yang tadi sempat bergeser. "Boleh."
Belum sampai lima detik, ponselku langsung berbunyi nyaring. Aku menerima panggilan itu, lalu meletakkan ponselku didekat telinga.
"Bi, aku merindukanmu. Sungguh," ucapnya dari seberang sana.
"Kau mulai lagi, Jeon? Kita baru berpisah beberapa jam, kau ingat itu? Kau selalu saja seperti ini," jawabku sambil menyelipkan rambut dibalik daun telinga.
Dapat kudengar deru napas Jungkook yang teratur bersamaan dengan jantungku yang mulai mempercepat temponya.
"Dan kau selalu saja menjawab seperti itu, Bi. Kau harus ingat Bi bahwa aku ini menyukaimu sejak lama. Selama ini aku menahannya mati-matian tahu."
"Lalu apa hubungannya dengan kau yang selalu mengatakan jika merindukanku?" tanyaku heran.
"Dulu aku selalu menahannya, sekarang sudah tidak bisa lagi. Maka dari itu siapkan telingamu untuk selalu mendengarkanku celotehanku yang sedang merindu ini, Sayang," tutur Jungkook dengan suara beratnya. Aku hanya berdehem tidak menjawab seraya mencoba menetralkan perasaan agar degup jantungku kembali normal.
"Tadi kau langsung masuk ke dalam rumah kan? Jangan bilang jika malah pergi-pergi dulu," lanjut Jungkook terdengar khawatir, aku bisa membayangkan bagaimana wajahnya jika sedang seperti ini.
"Aku langsung masuk rumah. Tidak pergi kemana-mana," jawabku sambil mengubah posisi tubuh menjadi terlentang diatas ranjang dengan lampu kamar yang beberapa detik lalu telah kumatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]
FanficKebanyakan orang berpikir jika dihujani rasa cinta adalah suatu hal yang mampu membuatmu menetap di istana euphoria. Namun nyatanya persepsi itu hanya sebatas singgah sesaat bagi Lee Bi Aera. Kehidupan gadis itu menjadi berkecamuk kala ia mulai terj...