Chapter 19|Déjà Vu

787 93 6
                                    


Jungkook segera menenggelamkan dirinya pada kamar mandi tepat setelah membaca isi pesan dari Jimin. Sahabatnya itu bilang ingin mengajaknya mencoba menu baru di cafe langganan mereka. Pun Jungkook menyetujui ajakan Jimin, lagipula ia sedikit merasa bosan dengan huniannya.

Pria bermarga Jeon itu menatap wajahnya dari pantulan cermin, jemari tangannya mengusak rambut yang baru saja ia beri Matrix Opti Black Dazzling Shine Serum. Usai dengan ritual bersih-bersihnya, ia segera beranjak ke kamar, mengobrak-abrik isi lemari guna mencari baju yang pas untuk ia kenakan hari ini.

Jangan kaget jika melihat isi lemari dari pria yang memiliki gigi kelinci itu. Pakaian miliknya didominasi oleh warna hitam. Ia sendiri pun tak sadar jika selalu membeli pakaian dengan warna gelap, mungkin itu hal yang ia sukai meski tanpa ia sadari.

Jungkook menimang-nimang pakaian yang sudah berjejer rapih di atas kasur. Semuanya warna hitam, kecuali yang terletak ditengah-kaos putih polos. Ia merasa aneh pada dirinya sendiri, bagaimana bisa semua pakaiannya terlihat sama? Sebenarnya tidak juga, hanya warnanya itu membuat semuanya terlihat sama.

Setelah beberapa menit berdiri tanpa busana dengan handuk putih yang menutupi bagian bawah, akhirnya ia memutuskan untuk mengenakan kaos putih polos dengan jaket kuning yang dipadukan dengan celana jeans. Manik hazelnya menatap tubuhnya dari atas sampai bawah dengan bantuan cermin persegi yang ada di lemari. Merasa sudah cukup puas dengan penampilannya, lantas Jungkook segera keluar kamar dan meminta izin untuk pergi kepada sang ibu, sebelum akhirnya menancapkan gas mobil menuju cafe.

Sesampainya ia disana, tangannya terulur membuka pintu kedai, maniknya menelisik satu persatu pengunjung yang yang duduk di pojok kedai. Ia sudah paham betul jika tempat kesukaan Jimin adalah pojok ruangan. Beberapa detik setelahnya, manik Jungkook mengait sempurna pada seorang pria dengan kacamata hitam yang melambaikan tangan ke arahnya. Jungkook mengulas senyum tipis, kemudian tungkainya mendekati pria itu.

"Kau sudah dari tadi?" tanya Jungkook seraya menarik kursi untuk ia duduki.

Jimin melepas kacamatanya, kemudian menjawab, "Tidak, aku baru sampai lima menit yang lalu. Kau wangi sekali sih? Seperti hendak kencan denganku."

Jimin terkekeh seusai suaranya mengudara, matanya menyipit--membuat matanya hanya terlihat seperti garis horizontal. Mungkin jika Jungkook adalah seorang wanita, ia akan merasa gemas sekali melihat Jimin yang sedang terkekeh itu.

"Aku straight, kau tahu itu," jawab Jungkook santai.

"Iya aku tahu kok. Buktinya kau sampai merebut Aera dariku," imbuh Jimin dengan raut wajah yang terlihat kembali serius. Pun Jungkook melirik Jimin sekilas, merasa sedikit tak enak dengan sahabatnya. Pria dengan jaket kuning itu hanya diam, tak mampu menjawab perkataan Jimin yang sudah berbubah menjadi mode serius.

"Aku hanya bercanda, Kook. Jangan tegang seperti itu." Jimin kembali terkekeh, air muka dingin yang baru saja ia tunjukkan seolah lenyap di balik kekehannya. Lantas Jungkook hanya mengangguk sebagai respon.

"Jadi, apa menu barunya?" tanya Jungkook.

"Tidak ada. Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu. Jika aku tidak bohong kau tidak akan datang." Jimin mengait atensi Jungkook tanpa rasa bersalah sama sekali.

Jungkook berdesis seraya memutar bola mata 180°, tak heran lagi dengan kejahilan sahabatnya. "Jim, kau masih berhutang sebuah penjelasan padaku."

"Hah? Apa?" Jimin mengarahkan bola matanya tuk menatap ke atas tanpa mendongak, ia berpura-pura tak mengerti dengan maksud perkataan Jungkook.

"Jangan pura-pura tak tahu. Nara siapa?" tanya Jungkook sembari melepas jaketnya. Setelahnya ia menyilangkan tangan di dada.

Jimin berdehem sejenak sebelum menjawab, "Tunanganku, aku sudah bilang kan waktu itu?"

Heart Choice [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang