Bagian 3. Perjodohan

4K 159 36
                                    

Mentari sudah menampakkan sinarnya, menerobos jendela kamarku yang tirainya sengaja dibuka Mama pagi ini. Silau cahayanya cukup tepat menyinari wajahku. Aku menggeliat mengusap-usap kelopak mataku.

"Ma, kok dibuka sih? Masih ngantuk." Aku memprotes mama yang asyik membuka semua tirai jendela kamarku. Aku masih setengah sadar dari alam mimpi.

"Ini udah jam berapa, Ita?! Udah waktunya bangun," kata mama yang sudah memilih duduk di sampingku sambil mengusap lembut rambutku. Aku sungguh menyukainya. Aku mendekat dan memeluknya bermanja.

"Akh, Mama. Ita kan shift malam, Mah." Aku belum membuka mataku. Masih terlalu nyaman tidurku semalam, membuatku susah beranjak.

"Iya, Mama tahu, tapi apa kamu lupa? Om Santoso kan nelfon kamu semalam?" Mama mulai mengingatkanku.

"Sudah akh, cepetan mandi! Langsung sarapan dan kita berangkat," sambung mama sambil melepaskan pelukanku dan berlalu keluar.

Semalam Om Santoso memang menelfonku. Ia memintaku untuk datang ke rumahnya bersama mama. Memang aku tak pernah bertemu lagi dengannya setelah kepergian papa, padahal sebelum papa pergi hampir setiap hari om Santoso berkunjung.

Hari ini aku dapat shift malam, jadi aku bisa ke rumahnya pagi ini.
Aku mencoba mengumpulkan niatku untuk beranjak dari kasur yang seperti magnet ini menarik tubuhku.

Selesai mandi aku menuju meja makan. Sarapan sudah tersaji rapi di sana. Aku menatap mama yang sudah duduk menungguku, terlihat wajah antusiasnya untuk berkunjung ke rumah om Santoso.

"Mama, kok aneh? Semangatnya berlebihan," kataku mulai menginterogasi mama dengan mimik curiga.

"Nggak akh, biasa aja. Udah cepat duduk biar sarapan," kata mama sambil menyodorkan sarapan untukku. Aku akhirnya menyerah dan duduk menikmati sarapan pagi ini.

***

"Cepetan, Ta!" Mama mulai berteriak setelah memanaskan mobilnya, sedang aku masih bersiap-siap. Mama jangan ditanya! Ia sudah bersiap melajukan mobilnya.

"Bentar, Ma!" balasku sambil berteriak tergesa mengambil kunci rumah dan menguncinya.

Dapp

Pintu mobil sudah tertutup.

"Mama nggak sabaran ih," kataku sambil memasang safety-belt dengan mantap.

"Bukan nggak sabaran, Ta, tapi nanti nggak enak sama keluarga mereka," jawab Mama.

"Ya..ya..ya.. siap berangkat. Meluncur!" kataku sambil berteriak ala-ala anak kecil. Mamaku hanya terkekeh melihat tingkahku.

"Mah, kita nggak---"

"Iya, ini Mama mau parkir. Kita beli buah tangan dulu," kata mama memotong ucapanku. Aku mengerucutkan bibirku. Yap, memang itu yang ingin aku katakan tadi.

"Kamu tunggu di mobil aja. Biar Mama yang belikan," sambung mama.

Aku hanya mengangguk dan mama melenggang pergi. Aku memainkan ponselku. Pesan dari Roy terpampang di ponselku.

***

"Kenapa kamu?" tanya mama yang sudah kembali dengan beberapa buah tangan.

"Jangan keseringan senyum-senyum sendiri. Entar dikira orang---"

"Emm, iya Ma, iya," kataku tak ingin mendengar sambungan ucapannya. Mama hanya tersenyum dan kembali melajukan mobilnya.

Tak berapa lama kami akhirnya tiba di rumah om Santoso. Pembantu di rumahnya cukup ramah mempersilahkan kami masuk setelah membuka pagar rumah yang cukup mewah ini.

My Household [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang