10 :: Sedikit Demi Sedikit

1.3K 170 8
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Balik ya, duluan cuy." Toyo menancapkan gasnya, meninggalkan Karan dan Garda yang berdiri di depan restoran. Sean dan Sana juga sudah pulang barusan setelah mereka semua ditraktir Sean habis-habisan. Wah, kenyang sekali rasanya. Garda mengambil motornya, ingin memakai helm namun melihat Karan yang masih berdiri di depan restoran.

"Motor lo mana?" Tanya Garda.

Karan menampilkan cengirannya. "Rusak hehe, kemarin gue jatoh."

Garda menghela napasnya, anak ini berbicara jatuh dari motor ringan sekali macam tersandung saja. "Yaudah ayo bareng."

"Yoi, beneran nih?" Tanya Karan dan Garda mengangguk pelan sembari tersenyum. Gadis itu naik ke motor dengan perasaan senang, lumayan irit ongkos. Garda melajukan motornya dengan amat sangat pelan, padahal biasanya anak itu sering terburu-buru dia hanya mau berlama-lama dengan Karan. Meski jarak rumah Karan cukup dekat, Garda tidak mau ini berlalu dengan cepat.

"Disini rame ya padahal udah malem."

"Eh iya, daerah rumah gue emang selalu rame apalagi di deket sini lagi ada festival jajanan gitu."

Garda tiba-tiba terpikirkan sesuatu. "Lo mau pergi kesana?"

"Sekarang?" Tanya Karan. "Kita 'kan baru aja makan, lain kali aja."

Garda hanya bisa tersenyum kecil melihat gadis itu dari kaca spion. "Yaudah, lain kali."

"Eh udah sampe, lo mau kemana kelewatan." Pemuda itu buru-buru memberhentikan motornya, mundur sedikit agar pas di depan rumah Karan yang besar.

Karan turun dari motor. "Makasih Da, besok gue traktir mie ayam kantin deh."

"Enggak usah, gue balik ya." Ujar Garda dan Karan hanya mengangguk, melihat pemuda itu pergi baru masuk ke rumahnya.
Mungkin lain kali, ia bisa mengajak gadis tomboy itu pergi jalan-jalan dan menghabiskan hari. Garda, tidak ingin menyerah pada siapapun lagi.

Pemuda itu sudah cukup banyak mengalah dan menyerah padahal baru awal, Garda terlalu banyak kehilangan apa yang ia sukai. Mulai sekarang, dimulai dari Karan, Garda akan mencoba mendapatkan apa yang ia suka. Garda...

Tidak mau mengalah lagi dan lagi.

"Wah! Sumpah ya semoga tuh minimarket berjaya sampe gue tua, baik banget beli satu kopi gratis satu kopi terus." Garda melihat Cessa yang berjalan sembari melompat-lompat kecil. Seperti kemarin, gadis itu membawa plastik putih yang sepertinya isinya juga sama seperti kemarin. Garda terkekeh dan menghampirinya.

"Ey, mau bareng?" Cessa terkejut, tapi tak berselang lama ia langsung naik ke motor Garda dengan senyuman tidak luntur-luntur. Gadis itu amat sangat senang, berpikir bahwa hubungannya dengan Garda sudah mengalami kemajuan. Padahal ia tidak tahu bahwa itu hanya kebetulan. Garda yang kebetulan baru pulang sehabis mengantar Karan, dan bertemu Cessa yang kebetulan membeli kopi setiap malam.

Semuanya hanya kebetulan, tapi ia berpikir ini kemajuan.

Cessa yang malang.

••


"Dahi lo kenapa?"

"Sedikit berdarah."

"Ya iya, maksudnya kenapa kok bisa?"

"Ya karena berdarah." Lihat, tidak ada gunanya bertanya pada Samudra karena ia tidak akan menjawab dengan jawaban yang benar. Selalu menggantung seperti ini.

Sana menghela napasnya, sudah biasa dengan sikap Samudra akhir-akhir ini yang tambah tidak jelas. Dirinya mengeluarkan kotak kecil berisi plester, obat merah, dan semacamnya. "Sini, gue obatin bentar."

Samudra mendekat, dirinya mematikan mesin motor sebentar dan Sana yang masih berdiri mengobatinya dengan pelan. Pemuda itu melihati wajahnya, yang tenang dan damai saat mengobati Samudra. "Lo sering bawa ginian?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Buat jaga-jaga, gue dulu ceroboh dan sering jatoh-jatohan jadi ya bawa ini sendiri biar aman." Ujar Sana lalu menutup kotak kecil itu dan memasukkannya kembali dalam tas. "Lagian lumayan juga jadi uks berjalan."

Samudra tersenyum kecil. "Makasih."

"Sama-sama." Sana membalas senyumannya, pemuda itu segera menyalakan mesin motornya dan memberi Sana helm seperti biasanya.

Dan lagi, keheningan menyelimuti mereka sepanjang perjalanan. Sana yang memilih diam melihat pemandangan jalan, dan Samudra yang memang begitu adanya. Namun, tiba-tiba pemuda itu mengeluarkan suaranya. "Lo suka apa?"

"Hah?"

"Hah hah terus kayak bocil gituin kelomang."

"Ya abisan, aneh aja lo nanya gini." Jawab Sana. "Suka dalam hal apa? Warna? Buku? Baju?"

Samudra berhenti saat lampu merah, dirinya melirik sebentar ke kaca spion. Melihat Sana dengan helm yang sedikit kebesaran. Samudra terkekeh kecil. "Ya apapun itu, ceritain aja."

Sana mengetuk-ngetuk dagunya, ia sejenak berpikir apa yang akan diceritakan pada Samudra karena pada dasarnya mereka berdua jarang sekali mengobrol. Jadi sekarang agak serasa canggung. "Gue suka warna abu-abu, karena dari dulu papa selalu beliin sweeter warna itu, gue juga suka kue kacang dan wafer coklat, lo?"

"Biru, suka biru."

"Itu doang?"

Samudra mengangguk, lalu kembali melaju saat lampu jalan sudah hijau. Sana menghela napasnya, seadanya sekali Samudra ini. "Lo, kenapa nembak gue?"

Samudra terdiam. Sana menunggu pemuda itu mengeluarkan suaranya, ia amat penasaran dengan alasan Samudra. Apa dia benar-benar menyukai Sana, atau ada alasan yang lainnya?

"Nanti juga tahu, gue enggak ada niatan jahat kayak di film-film kok."

Sana sedikit tenang saat pemuda itu bilang dia tidak punya niat jahat, tapi...

"Itu berarti, lo enggak suka gue dari awal?"


[]
Waduh Sam T-T

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang