27 :: Sana Sana

968 140 1
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Aduh." Ya ampun, Sana merutuki dirinya sendiri. Hari ini rasanya Sana sial sekali. Buku fisika hilang sehingga ia harus mengerjakan setelah pulang sekolah sampai sore begini, nilai matematika yang jelek, dan tersandung batu saat sedang berjalan.

Kalau ada Sean, mungkin ia bisa minta pulang bersama dan menunggunya sebentar, tapi 'kan tidak ada Sean. Ayolah langit, turunkan Sean untuk Sana hanya agar Sana pulang dengan selamat. Habis itu sudah.

Siapapun, ayo lewat. Toyo, Karan, Cessa, siapapun hei. Sana sudah lelah kalau nanti harus berdiri di halte bus. Dilihatnya dua remaja yang sepertinya kelas sepuluh, mau disapa pun Sana tidak kenal. Sudahlah duduk saja di halte dan menunggu bus dengan tenang seperti biasanya. Gadis itu menggoyang-goyangkan kakinya, menunggu bus datang di cuaca mendung begini lumayan dingin juga. Sana mengeratkan jaket hitamnya, untung bawa.

Rintik-rintik hujan tiba-tiba mulai turun, seakan tak peduli Sana dan dua orang remaja perempuan di samping kirinya memasang wajah memelas. Ayok bus, ayok.

"Sana!"

Sana melihat sepeda motor yang mendekat, pemiliknya kehujanan dan basah kuyup. "Mau pulang bareng?"

Gadis itu tertawa. "Pulang hujan-hujanan? Ayok sini neduh dulu."

Samudra meminggirkan sepeda motornya, cukup jauh karena takut kalau tiba-tiba bus datang dan bisa jadi menabrak sepeda motornya. Pemuda itu buru-buru berdiri di samping kanan Sana, dan Sana yang peka bergeser sedikit memberi ruang untuknya duduk. "Enggak usah, basah kuyup."

"Yaudah, lo enggak bawa jas hujan?"

"Enggak."

Sana mengangguk. "Oke, kita tunggu hujannya reda."

Samudra menatap gadis itu, seperti ingin mengutarakan sesuatu yang dipendamnya entah apa. "Lo baik-baik aja 'kan?"

"Baik, kenapa lo nanya gitu? Tumben."

Mereka bedua berbicara seolah tidak ada dua adik kelas yang duduk disana. Serasa halte bus kosong, melompong. Membiarkan mereka berdua menyatu dengan suara hujan. "Enggak, bagus kalo baik-baik aja."

"Lo sembunyiin sesuatu lagi ya?"

Sana tahu, Sana sudah mahir rasanya mengetahui gerak-gerik Samudra yang begini. Yang kalau dijawab seadanya, yang kalau bertanya selalu nihil alasannya. Namun, pemuda itu hanya tenggelam dalam pikiran. Tidak menjawab pertanyaan Sana, karena ragu apakah itu keputusan yang baik atau hanya akan membuat Sana khawatir.

Sama seperti dia, Sana pasti akan terkejut mendengar percakapan ia dengan Renjani beberapa hari yang lalu. Samudra tidak menyangka bahwa gadis yang dulu begitu disukainya sekarang amatlah sangat berbeda. Atau mungkin, Samudra yang tidak mengetahui sifatnya? Iya, sebelum mengulang masa lalu, Samudra terlalu buru-buru menyukai gadis itu dan mengungkapkan perasaannya.

Samudra harus memikirkan jalan keluarnya.

"Sam?" Samudra segera tersadar dari pikirannya. "Kalo enggak mau jawab ya tinggal bilang, jangan ngelamun."

Pemuda itu tersenyum kecil, inilah mengapa Samudra ragu bahwa gadis itu mendorong Renjani dengan sengaja sehingga membuatnya celaka. Sana selalu mengerti perasaan orang lain, ia tidak mungkin melakukan itu. "Makasih, Sana."

••

"Lo kemarin ke kelas gue ngapain?" Pagi-pagi sekali Sana mengintrogasi Jafar yang baru tiba dengan wajah yang masih terlihat baru bangun tidur. Sana yang sudah menunggu di gerbang sekolah sedari tadi akhirnya bertemu dengan Jafar yang bahkan rambutnya saja masih berantakan.

"Ya ngapain lagi lah, nyariin lo."

"Gue gebuk lo ya?"

Jafar mengucek-ucek matanya dan sesekali menguap. "Ngambil buku fisika, gue kemarin mau liat latihan lo karena gue bingung, kali aja kelas lo udahan, eh kebetulan buku lo ada di meja depan jadi gue ambil."

"Gue tadinya mau ngasih tahu tapi kelupaan ampe pulang, nih gue bawa bukunya." Jafar tanpa rasa bersalah membuka tasnya dan menyerahkan buku fisika milik Sana. Gadis itu sudah mengepalkan tangannya, wajahnya merah, dan napasnya berderu.

"JAFAR!!"

"Jafar lo tahu enggak sih gue itu kelimpungan nyariin ini buku bahkan pulang sore dan kejebak hujan sama Samud?! Kok bisa-bisanya lo pinjem tanpa izin sih?!"

Jafar yang tadinya mengantuk kini sudah sepenuhnya bangun. Mata pemuda itu kini cerah secerah matahari di langit. Ia menggaruk tengkuknya. "San maaf San sumpah dah, gue enggak tahu, gue kira udah selesai pelajaran fisika lo."

Sana memukuli pemuda itu pelan dengan buku tulisnya, tapi berkali-kali.

"Eh, eh, San entar dulu bentar, coba San liat San."

"Lo pasti nipu? Mau kabur 'kan?"

"Enggak San asli, gue cuma bingung kenapa Reno bisa sama Renjani? Kalo Reno sih ya emang demen banget sama dia, tapi kalo Renjani? Bukannya dia lebih deket sama Samudra ya?" Tanya Jafar dan Sana hanya menggeleng. "Eh maaf-maaf, ada mantannya Samud toh."

Sana menghela napasnya, berbicara dengan Jafar hanya akan menguras tenaga yang tidak seharusnya keluar. Gadis itu meninggalkan Jafar yang membuat Jafar segera berlari kecil mengikuti Sana.

Dirinya juga sebenarnya aneh, merasa ganjil dengan Renjani yang meskipun dia berteman dengan Reno, bukankah ia lebih dekat dengan Samudra? Bahkan di masa lalu sebelum mengulang waktu, dia itu pacarnya Samudra 'kan? Apa dia tidak merasakan apapun?

Sana menggelengkan kepalanya tidak tahu, mencoba tidak mempedulikan pasangan itu. Namun, dia malah menatap ke arah Samudra yang berdiri tak jauh dari mereka. Pemuda itu melihat Renjani dan Reno dengan tatapan yang tak biasa. Bukan, bukan terlihat cemburu, Samudra malah mengeryitkan dahinya.

Dia,

Seperti memastikan sesuatu.

[]

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang