52 :: Selesai

2.1K 169 46
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Suasana riuh mulai terdengar di telinga Sana, ia membuka matanya melihat sekeliling. Kelas yang ramai. Gadis itu tersenyum kecil melihat keadaan kelasnya yang tidak pernah berubah. Ia berdiri, menuju ke daftar piket yang ditempel di mading kecil.

"Sana? Hari ini lo enggak piket kenapa masih di sini?" Ujar temannya yang tengah membawa sapu, sepertinya ia meminjam dari kelas sebelah karena warnanya berbeda.

"Ketiduran." Jawab Sana, lalu kembali ke bangkunya untuk membereskan barang-barangnya. "Nayana di mana?"

"Udah pulang 'kan daritadi, katanya lo mau pulang sendiri." Jawab temannya itu dan Sana mengangguk-angguk. Sepertinya hari ini adalah hari di mana Sana dan Nayana tengah bertengkar karena hal sepele sehingga mereka tidak ingin pulang bersama. Ia lalu hanya melihat jam tangannya, sudah sore.

"Gue duluan ya."

"Oke San, hati-hati."

"Lo juga." Ujar Sana, kemudian gadis itu melangkah bukan ke gerbang sekolah. Namun, ke sebuah kelas milik seseorang yang ingin ia lihat terlebih dahulu.

Terlihat seorang gadis yang tengah membereskan barang-barangnya juga, dengan jaket kebesaran dan masker yang menutupi wajahnya. "Lo juga belum pulang ternyata."

Ia menoleh, melihat Sana yang tengah berdiri di depan pintu dan menatap ke arahnya. Gadis itu terkekeh. "Gimana bisa pulang cepet setiap hari kalo Sasha minta gue kerjain prnya dulu di sini?"

Sana tertawa pelan. "Sekarang jadinya gimana?"

"Ya, gue bakal pindah, mumpung masih kelas delapan." Jawabnya dengan percaya diri, gadis itu selesai membereskan barang-barangnya dan menghampiri Sana. Mereka berjalan bersama menuju gerbang sekolah. Langkah mereka teramat pelan, sengaja ingin mengobrol lebih lama tentang apa yang terjadi. "Makasih."

Sana hanya tersenyum kecil.

"Tapi untuk saat ini gue enggak tahu di mana alamat Samudra, gue cuma tahu alamatnya dia waktu SMA." Gadis itu, yang alias adalah Renjani memberikan secarik kertas. "Itu pun kalo dia dari dulu tinggal disitu."

Sana mengangguk-angguk paham, ia berterimakasih pada Renjani karena sudah memberikan alamat milik pemuda itu. Ini, mengerikan. Pasti mengerikan untuk Samudra yang saat ini tidak tahu apa-apa lalu didatangi Sana, orang yang belum ia kenal. Apa Sana harus mencoba menuju ke alamat ini dan melihat terlebih dulu? Atau Sana harus menunggu saat SMA di mana takdir mempertemukan mereka?

"Gue duluan." Renjani menepuk bahu gadis itu dan pergi naik bus umum. Sana masih berdiri di sana dan menimang-nimang langkahnya, ia menggenggam secarik kertas itu dan tiba-tiba menaruhnya di dalam tas.

Mungkin, lebih baik Sana menunggu takdir yang mempertemukan mereka di SMA. Ya, lebih baik begitu.

Sama seperti keputusan Renjani yang lebih memilih pergi dari SMPnya untuk menghindari hal-hal buruk. Sana juga lebih memilih semuanya berjalan sesuai alur untuk menghindari hal-hal buruk.

-

SELAMAT DATANG PARA SISWA/I

Sana membaca tulisan di spanduk sekolah menengah atasnya yang baru. Yah, sudah dua kali ia mengalami ini. Setelah masa orientasi, kelas yang sebenarnya mulai dibagikan. Semua sibuk mencari namanya di masing-masing kelas, tapi Sana dengan santai menuju ke kelasnya yang dulu. Sejenak ia melihat daftar nama yang di tempel di pintu kelas dan mencari nama lengkapnya.

Ia begitu yakin, tapi keyakinan itu patah saat nama Sana tidak tercantum di sana. Sana, tidak berada di kelas yang sama sebelum ia kembali ke masa lalu.

"Misi eh, lo di kelas ini? Kalo di kelas ini ayo duduk bareng." Itu Khara, dialog itu persis milik Khara saat menawarinya duduk bersama di kelas sepuluh. Namun, bagaimana cara Sana menjawabnya? Sana ingin duduk dengan Khara, tapi ia bahkan tidak berada di kelas yang sama.

Gadis itu terdiam sejenak sampai akhirnya menggeleng pelan. "Enggak di sini."

"Hah? Yaudah deh, gue cari temen dulu, see you soon, kali aja tahun depan kita sekelas." Sana hanya mengangguk menjawab ucapan Khara yang kini telah pergi masuk ke dalam kelas. Sana tidak bisa bergerak, kenapa ia ada di kelas yang berbeda?

Sana lalu buru-buru mencari namanya dan ternyata ada di kelas sebelah, ia masih memperhatikan kelas kesayangannya itu dan juga Khara teman dekatnya. "Eh Sana, kita satu SMP 'kan? Lo mau duduk bareng?"

"Oke." Sana berjalan lesu masuk ke dalam kelas yang bukan kelasnya sejak dulu, suasananya amat berbeda. Ia memilih bangku kedua dari depan bersama dengan Adelia temannya. Wajahnya dari tadi tidak menampilkan senyuman seperti di gerbang sekolah. Ia ingin bertemu Cessa dan teman-temannya, serta ingin bertemu Samudra.

Sana berdiri tiba-tiba, ia teringat akan Samudra. "Bentar ya Del."

"Eh lo mau ke mana!"

Sana mencari bertekad mencari nama Samudra di kelasnya dulu, gadis itu menyusuri nama dari atas sampai bawah tapi tidak ada. Sana pindah ke kelas lain dan mencari nama Samudra, seperti itu sampai ke kelas terakhir.

Dan, nama pemuda itu.

Tidak ada.

Sana tidak tahu apa yang salah. Ia menjalankan kehidupan SMPnya dengan semestinya. Sana bahkan tetap mengulangi kesalahannya di ulangan meskipun ia tahu jawabannya, jadi kenapa? Kenapa semuanya berubah?

"Hei, kenapa berdiri disitu, Sana?" Ia menoleh mendengar namanya diucapkan, melihat pemuda tinggi dengan pin kelas sebelas yang membuat Sana terkejut.

Pemuda itu tersenyum, menampilkan senyuman hangat yang biasanya tidak ia berikan ke siapapun. "Salam dulu sama kakak kelas."

"Samudra!"

[]

Tamat.

Terima kasih telah membaca Kita Putus! sampai akhir, maaf apabila akhir dari cerita ini tidak sesuai ekspetasi kalian. Semoga kalian masih bisa menangkap poin-poin dari cerita ini. Jika berminat membaca ceritaku lainnya, mari ketuk profilku-!

Selamat malam,
semoga hari-hari kalian penuh kebahagiaan.

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang