29 :: Habis

921 122 1
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Bisa-bisanya kamu, kamu tahu 'kan ini sekolah favorit? Semua orang mau masuk kesini Jafar! Semua orang tahu sekolah kita itu punya nama yang bagus, gimana kalo masalah ini sampai kemana-mana?"

"Saya kasih kamu peringatan keras, ini terakhir kalinya, kalau kamu buat onar saya enggak akan pertahanin kamu Jafar meskipun kamu pintar."

Sana berdiri di depan pintu kepala sekolah. Ia tidak jadi mengetuk pintu itu saat mendengar omelan kepala sekolah yang memarahi Jafar dengan keras sampai terdengar di depan pintu begini. Sana tidak mengerti, apa yang terjadi dengan pemuda itu sampai-sampai ia mengaku pada anggota band dan juga kepala sekolah kalau ia yang bersalah dan merokok di ruang latihan.

Jafar sudah habis.

Sudah tidak ada yang bisa dipertahankan. Ia tidak punya reputasi yang bagus sebelumnya, dan ditambah ini, habislah sudah. Jafar akan menjalani sisa masa SMA nya yang penuh kehati-hatian kalau tidak ia akan dikeluarkan dari sini. Dan tentu, itu bukan hal baik.

Pintu terbuka, membuat Sana terkejut. Pemuda itu melirik Sana sekilas dengan datar lalu melewatinya begitu saja. Bukannya Jafar yang mengakui sendiri? Kenapa ia yang terlihat kesal seolah-olah Sana yang membawa ia pada perkara ini? Ah iya, Toyo memang sempat menuduhnya sih, tapi kalau semua itu tidak benar Jafar 'kan harusnya menyangkal.

"Lo mau masuk atau enggak?" Samudra tiba-tiba berdiri di sampingnya dan memiringkan kepala melihatnya yang sedang terdiam. Pemuda itu tersenyum kecil, lalu melihat Sana yang mengangguk-angguk menjawab pertanyaannya.

Sana sampai lupa kalau ia dipanggil kepala sekolah.

Kakinya melangkah, menemui kepala sekolah yang sedang memijat-mijat kepalanya sendiri. Pusing. Terlihat jelas pria tua itu tengah kelelahan menghadapi masalah-masalah belakangan ini. Dia jelas berharap banyak pada olimpiade tahun ini yang sama sekali tidak membawa kabar baik dari cabang manapun. Ditambah ada kabar dari anak band yang membuat ia hanya bisa menghela napasnya lelah.

"Oh Sana, Samudra, ayok duduk." Mereka berdua mengangguk, mengikuti arahan kepala sekolah yang menyuruh mereka duduk di dua bangku empuk itu.

"Ada apa pak memanggil saya?" Tanya mereka berdua secara serempak, kepala sekolah tertawa.

"Bapak bicara dengan Sana dulu ya Samudra." Pemuda itu mengangguk menjawab ucapan kepala sekolah. "Ini kunci ruang latihan Sana, semuanya bisa berjalan lagi seperti sebelumnya, jangan lupa juga untuk kabarkan Sean dan Garda agar besok masuk sekolah lagi dan juga tolong lain kali Sana dan teman-teman harus lebih memperhatikan semuanya ya."

Samudra menoleh, tersenyum menatap Sana yang hanya mengangguk-angguk menjawab kepala sekolah. Sesekali ia berkata 'baik pak' dengan sangat sopan dan lembut.

"Samudra? Samudra?"

Samudra buru-buru tersadar. "Iya pak?"

"Tolong kamu beritahukan lagi anak olimpiade bahwa ada lomba dari satu universitas yang bapak rasa sangat baik untuk kalian coba, ini ada beberapa cabang yang dilombakan kamu bisa segera mendaftar."

Samudra mengangguk. "Baik pak."

Kepala sekolah tersenyum mengakhiri percakapan yang singkat dan membuat mereka segera berdiri dan pamit untuk beranjak pergi. Samudra menutup pintu, berjalan beriringan dengan Sana yang melihat kunci ruang latihan sedari tadi.

"Selamat."

Sana menatapnya, ia butuh sedikit dongakkan karena Samudra lebih tinggi darinya. "Buat?"

"Ruang latihannya, balik lagi 'kan?"

Sana tersenyum mengangguk. "Ah iya, makasih."

Pemuda itu menghembuskan napas, Sana sering terdiam. Samudra menepuk-nepuk kepalanya. "Enggak usah pusing, semuanya nanti bakal berjalan dengan semestinya."

Sana berhenti, membuat Samudra refleks memberhentikan langkahnya juga. "Samudra, apa lo berpikir ada yang aneh dari Renjani juga?"

Samudra, tiba-tiba mengangguk.

Pemuda itu mengangguk dengan pelan menanggapi Sana. Tidak. Bukan ini. Kenapa Samudra tiba-tiba mengangguk? Apa gadis ini punya sihir yang membuat orang jujur?

"Bener ya, ternyata enggak gue aja."

"Apa yang lo pikirin?"

"Bukan apa-apa, gue duluan ya Sam." Sana menutupnya dengan senyuman. Hari ini, bukan Samudra yang membuat Sana penasaran lagi. Bukan juga Sana yang harus diam mengerti saat Samudra tidak ingin membahas apa-apa. Namun, sebaliknya.

Hari ini, Samudra yang terdiam sekaligus Samudra yang penasaran.

••

"Reno, Renjani, sama-sama R emang cocok tuh mereka berdua." Gea sedari tadi menyerocos soal Reno dan Renjani yang terlihat sangat dekat karena Gea melihatnya di parkiran kemarin. "Sana sama Samudra juga sama-sama S 'kan? Pantes cocok."

Cessa yang mendengar itu terkejut dan buru-buru menggelengkan kepalanya kearah Gea yang sama sekali tidak dimengerti oleh gadis itu. Gea mengeryit membuat Cessa membentuk kata dari mulutnya tanpa bersuara. 'Udah putus' begitulah nampak yang ingin ia ucapkan dan Gea buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Eh siomaynya hari ini enak banget asli."

"Iya sumpah, enggak nyangka gue, ini pasti ikannya diambil langsung dari laut terus dibawa ke sekolah tanpa basa-basi." Cessa dan Gea segera melanjutkan acara makannya dan sesekali menatap Sana yang hanya terdiam dan mengaduk-aduk makanan.

"San lo enggak mau siomaynya? Kalo enggak buat gue deh." Toyo tiba-tiba datang tak ada angin tak ada hujan. Ia duduk di sebelah Sana tanpa rasa tidak enak dan mencomot satu siomay lalu memakannya. Aneh, Toyo berbicara dengan isyarat tangannya pada Cessa dan Gea. 'Ini anak kenapa?'

Mereka berdua hanya menggeleng pelan. Tidak tahu, sepertinya kemarin baik-baik saja. Apa di perjalanan pulang ada sesuatu yang membuat Sana terdiam begini? Aduh, Sana sih memang biasanya diam-diam saja, tapi tidak sampai seperti ini juga kali.

"Woi Toyo! Kabur lo ya." Sean merangkul bahu pemuda itu yang hanya dibalasnya dengan cengiran. Terlihat Garda di belakang yang menyusul Sean. Ya ampun Garda ganteng banget. Itulah yang ada di pikiran Cessa saat ini.

"Enggak beneran, gue bakal traktir tapi nanti 'kan? Ni liat dulu nih bocah lo kenapa?" Sean baru sadar kalau ada Sana dan teman-temannya. Dia segera melihat Sana yang terdiam.

"Kenapa dia?"

"Enggak tahu, kesurupan kali."

"Lo sembarangan ya kalo ngomong." Garda kini mengeluarkan suaranya membuat Cessa menahan senyumnya. Bagaimanapun juga, rasa suka yang sudah lama ini tidak bisa pergi begitu saja dengan mudah. Mau seberapa keras Cessa mencoba.

"San? San? Oi San?"

"Loh kok lo pada disini?"

Toyo menggeleng-geleng. "Emang bener 'kan? Kesurupan."

Tidak, Sana hanya sedang memikirkan kejadian pulang sekolah kemarin. Pulang sekolah saat ia bertemu dengan Jafar.







[]
Silakan lanjut membaca -->

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang