35 :: Berubah

980 133 11
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

Sana merasakan atmosfer yang benar-benar berbeda dari biasanya.

"Kasian Sean, deket sama dia."

"Iya ih, Toyo yang unyu juga, kok mau sih temenan sama orang yang kelakuannya kayak gitu."

Bisik-bisik yang bahkan terdengar oleh Sana yang tengah berjalan benar-benar menganggu suasana hatinya.

Brak!

"Ups! Ketumpahan ya San."

Perlakuan orang-orang yang seakan wajar, tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Ia membersihkan kemejanya yang terkena jus buah. Tidak ada kata maaf ataupun menawarkan bantuan, Sana melihat sekeliling. Seharusnya ia tidak pergi ke kantin dan tetap di kelas, kelas lebih aman meski Sana masih mendengar bisikan-bisikan menganggu telinga dari beberapa orang. Buru-buru ia memesan siomay dan es teh lalu mencari bangku yang kosong.

Dapat! Bangku di pojok yang kosong membuat Sana berjalan cepat. Namun, tiba-tiba seorang gadis yang tengah duduk bersama teman-temannya di bangku yang lain berdiri dan duduk disana. Ia menatap Sana meremehkan, tersenyum sinis.

"Lo tadi 'kan duduk disana." Ujar Sana menegur gadis itu yang tiba-tiba pindah sendirian, memisah dari teman-temannya yang duduk di samping bangku incaran Sana. Teman-temannya pun hanya melihat pertengkaran mereka berdua, atau lebih tepatnya mendukung temannya yang tengah berseteru dengan Sana. Sana bahkan tidak mengenal siapa gadis itu, mengapa dia repot-repot melakukan hal seperti ini pada Sana?

"Oh ya, tapi gue tiba-tiba mau duduk disini, suasananya enak, lagi juga siapa cepat dia dapat 'kan?"

"Minggir." Cessa tiba-tiba berdiri di samping Sana, kenapa ia seperti hantu yang tiba-tiba muncul tanpa Sana sadari?

Gadis itu terkekeh. "Apaan si Cess, lo belain temen lo? Enggak tahu kejadian kemarin apa? Oh ya, lo 'kan juga sibuk deketin Garda, kalian berdua 'kan emang sama aja."

Sebelum Cessa mengeluarkan suaranya, Sana terlebih dahulu menghela napas dan menatap gadis yang tengah duduk itu dengan malas. "Lo kenapa? Bukannya yang punya masalah itu gue sama Renjani? Kenapa lo ikut-ikutan ngasih perlakuan buruk ke gue? Lo siapa?"

Sana tetaplah Sana.

Dia memang akan membiarkan hal-hal kecil dan perlakuan-perlakuan buruk itu terjadi, tapi semua itu ada batasnya. Orang lain tidak berhak, Sana bahkan tidak berbuat apapun pada mereka, mengapa mereka seakan sah-sah saja memperlakukan Sana dengan buruk?

Tatapan orang-orang sontak melihat mereka bertiga, gadis yang tengah duduk itu berdiri dengan menghentakkan kakinya. Kesal. Ia lalu kembali ke bangku dimana teman-temannya berkumpul.

Kekanakan sekali. Batin Sana.

"Idih, gayanya." Cessa kemudian mengajak Sana duduk gadis itu padahal tidak membawa apa-apa dan wajahnya masih terlihat jelas bahwa ia baru bangun dari tidur. "Lo kenapa enggak bangunin gue sih? Gue udah tidur berapa menit coba gara-gara jam kosong?"

"Gue pikir lo capek banget karena abis pindah rumah." Iya, Cessa baru saja pindah rumah. Kemarin malam ia merengek-rengek mengatakan bahwa ia tidak bisa lagi tinggal di dekat Garda. Tidak bisa lagi ada kesempatan diantar pulang oleh Garda saat kebetulan bertemu di minimarket. Intinya, dia meluapkan keluh kesahnya. Cessa memang berulang kali bertanya apa yang sebenarnya terjadi di tangga waktu itu, tapi Sana sama sekali tidak menjelaskannya. Lebih tepatnya, tidak bisa menjelaskannya. Cessa juga mungkin merasa ceritanya tidak masuk akal karena itu adalah Renjani. Renjani yang terlibat.

"Parah banget sih, gue di kelas waktu itu, enggak ikut lo, jadi gue enggak tahu." Cessa mendengus. "Emangnya apasih San? Penasaran banget gue, lo enggak sengaja? Atau gimana?"

Sana menghembuskan napasnya. "Nanti aja ya Cessa, nanti gue janji bakal ceritain semuanya, tapi enggak sekarang, gue mau mastiin dulu apa yang sebenernya terjadi sih."

Cessa mengangguk mengerti, ia kemudian berdiri untuk membeli makanan. Ia juga lapar, jelas. "Oke, gue percaya lo enggak mungkin berbuat jahat sama dia."

Tapi, lo juga enggak akan percaya apa yang diperbuat Renjani di tangga. Ujar Sana dalam hatinya.

••

Samudra berdiri di depan gerbang, sengaja menunggu Sana setelah sepulang sekolah. Sudah tiga puluh menit ia berdiri disana dan sama sekali tidak terlihat gadis itu keluar dari gerbang. Bahkan teman-temannya juga belum kelihatan. Mungkin Sana akan pulang bersama Sean, mungkin. Namun ia tidak peduli, ada yang mesti pemuda itu pastikan soal foto dan juga kabarnya. Samudra tahu pasti hari gadis itu kacau karena kejadiannya dengan Renjani. Sana jadi bahan pembicaraan semua orang, gadis itu dijauhi satu sekolah karena desas-desus yang menyebar cepat dan tentunya dilebih-lebihkan.

Samudra tahu, seharusnya tidak begini. Seharusnya gadis itu baik-baik saja, kehidupannya aman dan tentram sebelum kembali ke masa lalu. Matanya memicing, ia melihat Sana dengan tas birunya yang tidak pernah Samudra lihat. Apa itu tas baru? Apa yang terjadi dengan tas kesayangannya?

"Sana."

Gadis itu melewati Samudra, ia sama sekali tak menoleh barang seincipun ke arah Samudra. Sama sekali tidak.

"Sana." Samudra menarik tangan gadis itu pelan, membuatnya berhenti dan melirik Samudra sebentar.

"Apa?"

"Lo, baik-baik aja?"

Sana mengangguk, ia lalu melepaskan tangan Samudra yang memegang tangannya. "Ya, lo enggak usah khawatir, semuanya berjalan sesuai kemauan lo."

Samudra mengernyit, tidak tahu apa maksud Sana berbicara seperti itu. Namun, baru saja ia ingin berbicara, Sean datang dengan motornya. Pemuda itu lalu menyapa Sana dan memintanya pulang bersama. Samudra tahu, Samudra harusnya mencegah sama seperti niat awalnya, tapi pemuda itu hanya bisa terdiam melihat Sana yang sudah mulai menjauh dengan Sean.

"Kenapa diliatin terus Sam?"

Pemuda itu berbalik. "Ren?"

Renjani tersenyum, ia melangkah mendekati Samudra perlahan. Senyumannya sama sekali tak pudar. "Lo keliatan sedih, bukannya dari awal kita balik ke masa lalu emang buat bales dendam?"

Samudra terkejut, kita?

"Lo udah enggak suka gue lagi Sam?" Renjani menggenggam tangan pemuda itu dengan erat. "Bukannya lo dulu genggam tangan gue kayak gini?"

Renjani tertawa. "Thanks, berkat lo kehidupan gue lebih baik dari sebelumnya, dan maaf gue enggak bisa sama lo lagi setelah kembali ke masa lalu."

Renjani melangkah, perlahan menjauh dari pemuda itu. Namun, ia berhenti sebentar karena senang melihat Samudra yang kebingungan dan terdiam. "Oh atau lo jangan-jangan enggak tahu, kalo gue juga nyadar kita ini kembali ke masa lalu?"

[]
Siapa kangen jafar?

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang