12 :: Mulai

1.3K 153 14
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Jadi x itu lima atau enam sih?!" Dari tadi Sana hanya menggerutu tidak jelas pada Gea yang sama sekali tidak ahli dalam mengajari matematika. Sana tahu dia kelewat pintar, tapi untuk memintanya mengajari sepertinya Sana salah tempat.

"Aduh San, gue 'kan udah bilang kalo soal ngajarin orang, gue enggak jago." Sana menghela napas panjang, kemana lagi ia harus meminta bantuan? Cessa? Tidak mungkin. Sean? Anak itu tidak jago matematika. Sana harus remedial besok dan Sana pastikan ia tidak akan remedial lagi. Sana paling tidak mau remedial dua kali. Gadis itu tidak tahu mengapa pelajaran matematika di otaknya bagai batu yang dilempar ke tembok. Tidak berhasil. Sia-sia.

"Hey what are you doing, Sana?" Secara tiba-tiba, sangat tiba-tiba, benar-benar tiba-tiba, Jafar muncul di hadapannya dengan wajah yang euh entahlah. Kemunculan Jafar memang biasa, Sana sering melihatnya berkeliaran dimana-mana, tapi untuk di kantin dan duduk tiba-tiba di depan Sana? Itu suatu keanehan.

"Belajar."

"Ini waktunya istirahat San."

"Besok gue remedial."

Cessa tiba-tiba saja menaruh segelas jus jeruk dengan kencang sampai mengagetkan mereka bertiga. "Eh Jafar, maaf ya disini gue, Sana, sama Gea lagi belajar, bisa minggir enggak?"

Gadis itu memasang wajah garang, membuat Jafar buru-buru pergi dan meninggalkan mereka bertiga. "Lo berdua enggak tahu apa kalo Jafar itu playboy akut, jangan deket-deket!"

Sana mengangguk-angguk, ternyata benar apa yang Sean katakan waktu itu kalau Jafar memang suka menggonta-ganti pasangan. "Sayangnya, dia jadi anggota band buat gantiin Garda itu berarti gue bakalan sering ketemu dia."

"Garda?! Garda enggak ikut tampil di pensi nanti?" Keduanya. Baik Gea maupun Cessa mengucapkan hal yang sama, Garda memang punya banyak penggemar ya? Sana hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan mengambil segelas jus jeruk yang sudah dibawakan Cessa tadi. Gadis itu menyeruput sebentar dan menutup buku paket matematikanya.

"Gue udahan deh, abis pulang sekolah gue belajar sendiri aja di rumah, makasih ya Ge udah bantuin."

Gea tersenyum kecil. "Semoga enggak remedial lagi San."

"Iya aneh lo San, lo 'kan lebih pinter daripada gue, masa lo remed gue enggak." Ujar Cessa dan Sana hanya mendengus kesal. Siapa juga yang mau remedial sendirian begini?

"Eh Sana ya?"

"Iya, kenapa?"

"Gue tadi nyari Samudra ke kelas enggak ketemu, katanya lo pulang bareng terus sama Samudra ya? Jadi bisa tolong kasih ini? Pulang sekolah gue buru-buru ada les soalnya, jadi enggak bisa nyari dia." Sana hanya mengangguk dan tersenyum, tidak bisa membalas tidak untuk gadis semanis Renjani. Sumpah, pesona Renjani benar-benar kuat bahkan untuk Sana yang tercatat perempuan begini. Ucapan gadis itu lembut sekali.

"Makasih Sana, nanti gue traktir deh."

"Eh enggak usah, gue ikhlas kok."

"Oke, gue duluan ya." Renjani melambaikan tangannya sembari tersenyum dan meninggalkan Sana yang terdiam memperhatikan paperbag kecil yang lucu itu. Apa isi di dalamnya? Apa yang diberikan Renjani untuk Samudra?

"San lo enggak penasaran?"

"Iya San, kok Renjani deket sama Samud sih? Wah gawat."

Sana terdiam bingung. Penasaran. Sungguh. Ia penasaran apa yang dititipkan gadis itu. Namun, bersikap lancang bukanlah sesuatu yang baik meskipun Samudra adalah pacarnya. Sana akan bertanya saja nanti.

Meskipun tahu, jawaban Samudra selalu tidak jelas.

••

"Gimana belajar di perpustakaannya? Lo lelah ya belajar terus?" Sana menghampiri Samudra yang sudah duduk di motornya sedari tadi menunggu Sana selesai latihan. Pemuda itu tersenyum kecil, kecil sekali, bahkan Sana pun tidak menyadarinya. Samudra hanya berpikir, bukankah gadis ini yang lebih lelah? Lihat saja tubuhnya sudah tidak bersemangat begitu, dia juga membawa tiga tas sekaligus. Satu ranselnya, satu totebag kecil berisi buku-buku yang cukup tebal, dan satu paperbag imut yang cocok dengan wajahnya.

"Enggak, enggak lelah."

"Iya ya, orang kayak lo mana pernah, ini dari Renjani." Sana menyodorkan paperbag imut itu pada Samudra, wajah pemuda itu terlihat berbeda. Sana tidak tahu pasti apa yang ia rasakan, tapi jelas Samudra sedikit terkejut tapi hanya sekilas saja sebelum akhirnya pemuda itu mengambil paperbag dan menggantungnya di motor.

"Ayo naik, udah sore."

"Iya."

Samudra segera menancap gas saat gadis itu sudah duduk dengan baik dan memakai helmnya. Samudra menaikkan laju kendaraannya, tidak seperti biasanya. Pasti pemuda itu sedang buru-buru, tapi mengapa mau menunggu Sana?

"Sam?"

"Ya?"

"Dua minggu setelah olimpiade, ayok jalan dan ceritain semuanya."

"Ceritain apa?" Samudra semakin menaikan laju kendaraannya saat jalanan lengang begini, membuat Sana mengeratkan pegangan.

"Ceritain apa yang lo rahasiain dari gue, dan gue pun bakalan cerita."

Samudra mengeryit. "Lo punya rahasia?"

"Punya, tapi kayaknya lo enggak bakal percaya." Sana menghela napas. "Mau enggak?"

"Gue enggak janji, tapi gue usahain karena lo juga enggak bakal percaya apa yang gue alami nantinya."

Sana tersenyum. "Oke, gue tunggu dua minggu setelah olimpiade."

Satu bulan setengah lagi, Sana tahu apa alasan Samudra menembaknya di istirahat kedua waktu itu. Semoga.

••

Samudra membuka pintu kamarnya, melempar kunci motor dengan asal dan merebahkan tubuhnya di kasur. Pemuda itu melihat ke bingkai foto, sebuah foto seorang gadis pemilik senyum manis di bangku taman dengan pita merah yang bertengger di rambutnya. Samudra mendapatkan itu dengan susah payah.

"Semua bakal baik-baik aja."

Sial. Suara itu lagi. Kenapa suara itu menghantui Samudra terus-menerus? Mana yang katanya semua akan baik-baik saja? Mana?

Samudra sekarang berada disini. Di masa yang sebelumnya telah ia lalui dan nanti akan mengulang semua kejadian pahit lagi. Samudra serasa ditampar dua kali, padahal ia sudah mengubah jalan ceritanya, mengapa masih ada hal-hal yang berjalan di luar kendali?

Pemuda itu mengacak-acak rambutnya.

Samudra tidak mau.

Samudra harus berusaha.

Samudra sudah kembali ke masa ini. Jadi, ia harus memperbaiki semuanya.

Iya, Samudra pasti bisa.




[]

Siapa gadis di bingkai foto? Dan kenapa Samudra sebenarnya?

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang