22 :: Jauh

1.2K 161 7
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Habis kerjain tugas?" Samudra bertanya di hadapannya, gadis itu menjawabnya dengan gelengan kepala. "Ah, baca buku?"

Lagi-lagi Sana menjawabnya dengan gelengan kepala. Pemuda itu tersenyum kecil dan menepuk kepala gadis itu dengan pelan. "Dasar."

Samudra lalu berjalan masuk ke dalam perpustakaan, mencari-cari bacaan seperti biasanya. Sana masih terdiam di tempat, entah apa yang ia pikirkan disana. Gadis itu masih berdiri di depan pintu, melihat ke arah lantai seperti patung. Tiba-tiba saja ia membalikkan badan, menghampiri Samudra yang tengah berjalan di sela rak-rak yang menjulang. Sana berjalan di sampingnya, membuat Samudra sedikit menoleh dan kembali fokus mencari buku yang entah apa itu. "Kalo gini, lo gimana?"

"Apanya yang gimana?" Tanya Samudra, mengambil satu bacaan dengan judul berbahasa asing yang sepertinya pernah Sana lihat di toko buku waktu itu.

"Apa yang bakal lo lakuin? Renjani 'kan udah sama Reno, lo enggak mau berusaha gitu? Bukannya lo kembali ke masa ini karena dia?" Pemuda itu berhenti, menatap Sana dan tersenyum kecil. Mungkin dulu Samudra hanya akan diam saja saat Sana bertanya dan menjawab seadanya. Pemuda itu akan membiarkan Sana menerka dalam pikirannya. Namun, mungkin sekarang bukan waktunya untuk tidak menjawab. Samudra ingin berbicara.

"Yaudah, ini konsekuensinya karena gue udah kembali ke masa lalu, ternyata emang enggak semua hal bisa ada dalam kendali kita." Pemuda itu berjalan, tatapan matanya seakan mengajak Sana ikut dan duduk di bangku tengah perpustakaan yang nyaman. "Gue bakal ikutin alurnya mulai sekarang, apapun yang menerpa di masa depan, itu kenyataannya, harus dihadapi, bukan malah minta ngulang waktu lagi."

"Dan.. maaf." Samudra dengan tatapan sendunya itu meminta maaf.

Sana terdiam. "Iya."

"Lo harusnya deket sama Jafar kalo enggak ada gue, atau mungkin sama Sean." Ujarnya. "Maaf udah bikin lo terjebak disini, Sana."

Gadis itu tidak tahu harus berkata apa. Memang benar, ia seharusnya marah karena sudah dimanfaatkan Samudra begini. Ia seharusnya marah atas sikap pemuda itu yang dingin selama pacaran dengannya. Ia seharusnya marah bukan?

"Ah iya, gue mau ke toilet tadi, duluan Sam." Gadis itu berdiri, tapi tangannya dicegah. Membuatnya kembali berbalik dan melihat Samudra.

"Besok mungkin gue enggak bisa ucapin ini, selamat ulang tahun, Sana." Gadis itu mengangguk dan melepaskan genggamannya lalu berjalan meninggalkan perpustakaan.

Selamat ulang tahun juga, Samudra.

Ya ampun, mereka seperti tidak punya ponsel saja.

••

"SELAMAT ULANG TAHUN SANA!" gadis itu membuka pintu dengan muka kusutnya, bahkan rambutnya saja masih berantakan. Teman-temannya sekarang berada di hadapannya. Anggota band plus Cessa yang sedari tadi sengaja sekali berdiri di samping Garda. Eh tunggu, Garda?!

"Garda lo udah sembuh?"

"Kok lo nanyain Garda sih? Bukannya makasih dulu kek atau nyanyi buat ulang tahun ini kue nih." Toyo yang tidak sabaran berujar sembari mencolek krim kue yang membuatnya ditoyor Sean.

"Kok lo juga nyolek kuenya sih?" Cessa tidak terima, membuat gadis itu juga mengambil ceri merah diatas kuenya.

"Ini lama-lama kuenya gue timpukin ke muka lo berdua ya?" Sean sudah sangat kesal dan bersiap menimpuk kuenya ke wajah salah satu di antara mereka. Sana tertawa melihat percakapan kecil ini, gadis itu menguncir rambutnya dengan ikat rambut yang dijadikan gelang di tangannya.

"Gue tiup ya."

"Iya San cepet, gue pegel berdiri."

Gadis itu memohon beberapa harapan dan meniup lilinnya membuat mereka semua bertepuk tangan seperti anak kecil yang sedang berada di pesta ulang tahun. "Ayo masuk."

Tanpa aba-aba mereka semua langsung masuk ke dalam rumah Sana yang sederhana. Tidak terlalu luas, tapi tidak terlalu sempit juga. Ibunya menyambut mereka dan membuatkan beberapa makanan tentunya dibantu oleh Sana juga.

"Wedeh kalo gini gue ke rumah Sana aja tiap hari, dapet makan banyak."

"Lo enggak boleh makan banyak, gue yang habis sakit yang boleh." Ujar Garda tapi tak membuat Toyo gentar. Pemuda itu memeluk setoples nastar dan memakannya buru-buru.

"San buka kadonya dong, patungan tuh jadi pasti harganya mahal." Ujar Karan, ah gadis itu sedari tadi tidak kelihatan karena berdiri di belakang Jafar. Entah siapa yang mengajak Jafar merayakan ulang tahun Sana, tapi yang jelas dirinya membuat suasana semakin ramai meski dari tadi hanya memakan permen burger yang entah dibeli dimana. Sempat-sempatnya.

"Yoi, kece kado kita mah ya."

"Kita 'kan patungan goceng doang." Cessa tiba-tiba berujar membuat yang lain segera menutup mulutnya.

"Cess ah lo, kacau lo." Ujar Toyo menaruh toples nastar yang sudah kosong. Sumpah. Kosong. Ini baru beberapa menit dan pemuda itu sudah menghabiskan satu toples nastar.

"Lo lebih kacau, makanan buat semua orang dihabisin sendirian."

Tidak mempedulikan percakapan mereka yang aneh itu, Sana membuka kado yang cukup besar. Ia rasa mungkin ini berlapis-lapis seperti tahun lalu. Tahun lalu sepertinya Sana harus menghabiskan lima belas menit untuk membuka kado. "Apaan ini?"

"Sepatu, lo enggak tahu sepatu? Itu yang dipake di kaki."

"Iya maksud gue ini kenapa ada gambarnya kuda poni?" Sana membolak-balik sepatu itu. Sepatu putih dengan gambar kuda poni yang rambutnya berwarna kuning. Gadis itu menghembuskan napasnya lelah dengan kawan-kawannya.

"Itu si Jafar yang milih, marahin San." Ujar Sean.

"Iya padahal udah dibilang bagusan spiderman." Timpal Toyo.

Gadis itu hanya bisa tersenyum pasrah mengingat kemarin ia dihadiahi jam tangan yang bisa dijadikan penggaris.

Suara ketukan pintu terdengar. "Sana coba buka pintunya, kayaknya paket ibu sampe."

Gadis itu mengangguk mendengar suara ibunya dari dapur. Sana berdiri dan meninggalkan mereka yang tengah mengobrol asyik dengan topik yang acak. Pintu dengan gagang besi itu dibuka, tapi bukan pengantar paket yang biasanya.

Dia seseorang dengan topi hitam dan badan yang tinggi menjulang membawa paperbag berwarna biru muda di tangannya dan tersenyum kepada Sana. "Ternyata hari ini bisa keucap selamat ulang tahun, Sana."

[]

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang