49 :: Permintaan Maaf

841 99 2
                                    


Series 1 :: Kita Putus!

"Ren."

Sosok yang paling tidak ingin Renjani lihat itu kini ada di dekatnya. Dia tahu dari mana? Dia tahu dari mana rumah Renjani ada di sini? Gadis itu buru-buru masuk ke dalam rumahnya, tidak ingin melanjutkan pembicaraan baik dengan Sana atau Sasha.

"Ren, Ren, sebentar Ren." Sasha mencegah Renjani masuk dengan memegang tangan gadis itu, membuat Renjani menoleh dan melihat raut wajahnya. Ke mana perginya raut wajah yang sombong itu? Ke mana perginya raut wajah yang merendahkan? Ke mana? Kenapa Renjani hanya melihat sorot mata penyesalan di matanya?

"Ren, g-gue minta maaf." Ujar Sasha pelan, nadanya sama sekali tidak mengancam. Renjani akhirnya memilih mendengarkan apa yang ingin gadis itu ucapkan. "Gue seharusnya enggak nyakitin lo mau seburuk apapun kehidupan gue, lo sama sekali enggak salah."

"Ren, maafin gue yang udah buat kehidupan lo ancur, maaf udah ngehasut Sana buat ngasih tahu temen-temennya yang bikin lo sekali lagi terluka, maaf." Suara gadis itu makin mengecil, tangannya tidak lagi menggenggam tangan Renjani. "Gue tahu permintaan maaf enggak mengubah apapun, tapi cuma ini yang bisa gue lakuin sekarang."

Renjani terdiam. Gadis itu terdiam dengan tatapan kosong. Dia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Kalau saja semua ini, kalau saja semua permintaan maaf ini ia dapatkan dari dulu, mungkin semuanya tidak akan jadi serumit ini.

"Ren..."

"Jangan panggil nama gue lagi."

"Ren tapi—"

"Kenapa? Bukannya dulu lo juga enggak pernah manggil nama gue dengan benar?" Renjani mengepalkan tangannya. "Ini lucu, saat lo berdua minta maaf pas semuanya udah rusak. Lo berdua enggak pernah tahu apa yang gue alamin, apa yang gue pikirin, setiap hari rasanya gue enggak mau pergi ke sekolah. Setiap hari rasanya selalu berat buat gue, bahkan di saat gue udah pindah sekolah, rasa sakitnya malah makin parah."

"Kalian enggak pernah tahu gimana rasanya, gue selalu mikir di mana letak kesalahan gue sampe gue selalu dapet perlakuan buruk, gue selalu mikir apa yang harus diperbaiki biar hidup gue enggak hancur begini? Lo pikir lo sendiri yang tersiksa karena masalah ayah Sha? Lo pikir hidup gue bahagia? Lo enggak pernah tahu!"

Sasha menatap gadis itu sendu. "Ren.."

"Lo tahu? Ada satu hal yang bisa lo lakuin selain minta maaf." Renjani terdiam sejenak, kemudian melihat mereka berdua lekat-lekat. Ia membuka mulutnya dan kemudian berucap, "Pergi dari kehidupan gue."

"Selamanya."

Renjani masuk ke rumahnya, meninggalkan Sasha yang hanya terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya tertunduk melihat sepatu putihnya yang kusam, dia bahkan tidak melangkah barang sedikit pun dari tempatnya tadi.

"Sha." Gadis itu tersadar saat namanya dipanggil, Sasha menatap Sana sendu. Memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi seperti semula, semua yang Sasha lakukan adalah kesalahan besar yang benar-benar mengobrak-abrik kepribadian seseorang.

Ia mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya, sebuah tas jinjing yang terbuat dari kertas tebal. Sasha menyerahkan itu pada Sana sembari tersenyum mengenaskan. "Tolong, setidaknya kasih itu ke Renjani besok."

"Sha.."

"Makasih ya San, gue pergi dulu."

Gadis itu berjalan menjauh, menjauh dari Sana yang masih berdiri di tempat sembari memegang tas jinjing rapi itu. Bagaimana cara Sana memberikannya pada Renjani yang membenci dirinya?

"Sana?" Samudra datang dengan senyuman hangat. Membawa tas hijau di tangannya yang berisi banyak jajanan. Dirinya sudah cukup lama menunggu sehingga memutuskan untuk melihat Sana.

Gadis itu hanya memandangi tas jinjing kertas yang dibawanya, ia terdiam. Sana sama sekali tidak menoleh ke arah Samudra yang memanggilnya. Gadis itu seperti sedang memikirkan sesuatu yang amat berat.

"San lo kenapa?"

"Sam.." Sana terdiam sejenak, mengambil napas untuk mengucapkan kata selanjutnya yang membuat Samudra begitu terkejut. "Ayo balikan."

••

Pagi ini mendung, cuacanya sangat tidak bersahabat sampai-sampai pohon tumbang di dekat jalan sekolah. Angin yang berembus begitu dingin dan menyusup ke kulit. Sana berjalan melewati angin dingin itu, berangkat ke sekolah teramat pagi. Di tangannya terdapat tas jinjing berbahan kertas yang dititipkan Sasha sebelum pulang dari rumah Renjani. Sana tidak tahu bagaimana cara memberikannya, kalau menitipkan pada seseorang di sekolah, pasti nantinya akan terjadi berita. Masalah mereka di tangga waktu itu 'kan belum selesai dan orang-orang masih bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

Akhirnya, Sana memilih untuk datang pagi sekali dan menaruh tas ini di meja Renjani langsung. Ia berharap semoga saja ia yang pertama tiba, setidaknya di kelas Renjani. Gadis itu berjalan, tiba di sekolahan. Gerbangnya baru terbuka sedikit, suasana yang sepi ditambah dengan cuaca mendung membuatnya merinding. Dilihatnya parkiran sekolah, beberapa motor sudah terparkir dan ada satu mobil yang selalu Sana lihat di sana. Mobil kepala sekolah. Seluruh siswa tidak tahu kapan Bapak Kepala Sekolah datang dan pulang, mobil itu selalu ada di sana saat yang lain belum tiba dan tetap ada di sana saat yang lain ingin pulang.

Sana masuk ke kelas Renjani, kosong. Tunggu, yang mana meja gadis itu? Sana lalu melihat denah kelas yang ada di dekat papan tulis, tertempel di sana dengan rapi bersama jadwal piket dan absen kelas.

"Lo ngapain?"

Sana terdiam melihat Jafar yang berdiri di depan kelas sepagi ini, tidak biasanya ia rajin sekali.

"Lo enggak lagi nyuri sapu di kelas gue 'kan?"

Sana buru-buru menggeleng. "Buat apa gue nyuri sapu?"

"Yah siapa tahu?" Jafar berjalan menuju bangkunya sendiri, ia masih melihat gerak-gerik Sana yang membuat gadis itu semakin risih.

"Gue cuma mau naro ini di meja Renjani, enggak usah liatin gue sampe segitunya Jafar." Ujar Sana dan langsung menaruh tas yang dititipkan pada Sana itu. Jafar menaikkan alisnya, bertanya-tanya dalam pikiran apa isinya? Apa yang Sana berikan pada Renjani hingga ia rela bangun pagi begini agar tidak ketahuan?

Apa Jafar harus membuangnya?

Atau membiarkannya tetap ada di sana?

Pemuda itu berdiri, hendak menelisik tas jinjing di atas meja saat Sana sudah pergi. Suara pintu membuatnya kembali duduk karena yang datang adalah gadis si pemilik meja yang terdapat tas itu.

Renjani melihat note yang tergantung, tak butuh waktu lama gadis itu mengambil tasnya dan membuangnya di tempat sampah. Mata mereka bertemu, Jafar merasakan kemarahan dan juga kebingungan dari mata milik Renjani. Apa sebenarnya isi tas itu? Kenapa Renjani membuangnya tanpa melihat apa isi di dalamnya?

Jafar, merasa was-was.

[]

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang