45 :: Terkuak

841 97 0
                                    


Series 1 :: Kita Putus!

SMP, kelas sembilan, semester satu akhir.

"Lo tahu berita baru enggak?" Nayana duduk di hadapan Sana yang tengah bermain ponsel sembari menyeruput minumannya. Ia duduk di bangku kantin sendirian dan anehnya tidak ada yang mempermasalahkan itu padahal bangku itu luas dan Sana hanya sendiri, seakan ia sudah jadi pemilik tetap.

"Enggak, apaan emang?"

"Ituloh temennya si Sasha selama ini nyari gara-gara sama dia, dia sering sebarin rumor tentang Sasha ke orang-orang luar sekolah terus katanya ibunya juga selingkuhan ayahnya Sasha, katanya dia sering ngancem Sasha kalo Sasha macem-macem, ayahnya lebih sayang dia."

Sana berhenti memainkan ponselnya, ia menatap Nayana malas. "Enggak valid palingan, dia aja grogi banget gimana bisa ngancem orang?"

"Mending lo ke kelas Sasha, dia lagi nangis-nangis."

Sana mengangguk dan berdiri, membawa serta gelas minumannya untuk ditaruh ke kios kantin tempatnya membeli minuman tadi. "Omong-omong, namanya siapa? Gue enggak pernah denger orang manggil namanya."

Mereka berjalan melewati koridor, di depan tampak kelas Sasha dikerumuni oleh siswa-siswi yang ingin mendengar pengakuan gadis itu. Guru-guru heran mengapa tiba-tiba Renjani ingin pindah sekolah di kelas sembilan dan itu sangat susah. Namun, ada salah satu sekolah yang menerima Renjani tiba-tiba. Semua berkas disiapkan dan gadis itu pindah dari sekolah padahal tinggal sedikit lagi ia lulus dari sini. Sana dan Nayana sampai di depan kelasnya. "Kalo enggak salah namanya Ren." 

"Ren?"

"Iya, dia jarang dipanggil sih cuma denger-denger aja." Nayana menerobos kerumunan tiba-tiba. "Misi-misi Sana mau lewat."

"Kok pake nama gue?"

"Udahlah biar cepet."

Sasha yang tengah menangis melihat dua orang gadis yang tengah menerobos kerumunan, salah satunya adalah orang yang ia butuhkan untuk menguatkan drama ini, Sana. Jika gadis itu ada di sampingnya dan percaya padanya, semua orang juga akan begitu. Ia harus mendapat perhatian Sana dan meyakinkannya, ia hanya butuh gadis itu. "Sana!"

Sana terkejut karena tiba-tiba Sasha memeluknya sembari menangis, gadis itu refleks menenangkannya dengan mengelus-elus punggungnya. "Ini semua kenapa sebenernya?"

"Dia dijahatin si aneh selama ini." Celetuk salah satu gadis dengan kuncir kuda yang sepertinya teman Sasha.

"Si aneh?"

"Iya, cewek yang sering pake jaket itu."

Kenapa ia dipanggil seperti itu? Kenapa orang-orang tidak memanggil nama lengkapnya?

"Apa bener Sha?"

Sasha mengangguk. "Iya San, dia sering nyebarin rumor ke temen-temennya di sekolah lain tentang gue, dia bahkan sering nyuruh gue kerjain prnya."

"Bukannya lo yang sering jahatin dia dan minta prnya?" Seorang pemuda berkacamata yang duduk di belakang tiba-tiba berujar dengan keras membuat Sana dan orang-orang yang berkerumun menantikan jawaban Sasha. Ia juga sedikit tidak percaya bahwa gadis yang grogi itu mampu mengancam seseorang.

"Itu pr gue, gue yang kerjain dan harus ngasih ke dia, dia nyuruh gue buat pura-pura jadi jahat dan rundung dia, gue enggak tahu buat apa," Sasha sesenggukan. "Ternyata ada temennya disini yang videoin itu enggak tahu siapa dan ngasih ke ayah gue bilang kalo gue jahat sama dia, ternyata dia jebak gue biar gue dibenci sama ayah gue sendiri."

Semua orang melihat Sasha dengan tatapan bermacam-macam, ada yang tidak percaya, ada juga yang mulai iba. "Gue cuma omongin kalo gue bakal bilang yang sebenernya ke temen-temen tapi dia malah marah dan milih pindah, g-gimana San gue takut."

Sana tidak tahu harus apa ia hanya diam dan mendengarkan gadis itu.

"Jahat banget dia! Pura-pura gitu, San kita harus hati-hati sama orang yang keliatan enggak mungkin jadi jahat." Ujar Nayana penuh kekesalan. Sana mengangguk ragu, apa benar?

••

"Tempat les lo bagus, San." Sasha melihat foto-foto Sana di depan tempat lesnya bersama dengan teman-temannya. Sasha sedikit iri, kenapa bisa Sana punya begitu banyak teman di sekitarnya? Dibandingkan Sana, Sasha lebih cantik. Begitu pikirnya.

"Iya, anaknya juga baik-baik, gue cepet ngerti juga disitu." Ujar Sana. Sasha memperbesar foto milik Sana, melihat seragam SMP yang ia kenali. "Sha kenapa?"

Sasha pura-pura terkejut, ia menjatuhkan ponsel Sana. "San, i-itu seragam sekolah anak itu yang baru."

"Anak itu? Maksudnya yang pindah karena jahatin lo? Yang sering pake jaket?" Tanya Sana dan Sasha mengangguk, ia gemetaran dan Sana menatapnya dengan sendu. Apa gadis ini benar-benar setakut itu padanya? Mengingat tingkah lakunya, sepertinya Sasha memang bicara yang sebenarnya.

"Tenang, dia udah pindah 'kan? Lo enggak usah khawatir Sha, enggak ada yang bisa nyakitin lo lagi."

Sasha mengangguk lesu. "Tapi lo harus peringatin temen lo San, jangan deket-deket dia, lo harus kasih tahu semuanya San."

Sana ingin menggeleng, tapi gadis itu tiba-tiba kembali berujar. "San, lo harus percaya, daripada nanti keulang lagi."

"Tapi dia enggak ada urusan sama temen gue."

"San, lo enggak tahu gimana dia, tapi kalo lo enggak mau peringatin temen lo juga enggak apa-apa."

"Ah iya, gue bakal minta dia buat sedikit hati-hati aja."

Dan hari itu, Sana benar-benar meminta temannya hati-hati. Namun, seperti yang biasanya terjadi setiap perkataan akan berlebih jika disampaikan dari mulut ke mulut. Dan Sana, tidak tahu apa yang terjadi akibat ucapannya itu.

••

"Lo percaya enggak sama berita kelas sebelah?" Jafar memainkan pulpennya, terlihat tidak peduli dengan perbincangan karena itu tidak masuk akal. Ia hanya mendengarkan teman-temannya yang berbincang di sampingnya.

"Dia itu kayak lugu banget, enggak mungkin 'kan kayak gitu?" Semuanya mengangguk-angguk setuju. "Dia jarang kelihatan 'kan? Masa iya, aneh dah."

"Tapi bukannya aneh juga, Sasha itu baik ke semua orang dan cuma buruk ke dia aja? Bukannya itu aneh? Kecuali kalo yang diomongin Sasha itu bener kalo dia ancem Sasha buat jadi jahat biar dia dibenci ayahnya, ya perebutan kasih sayang dalam keluarga."

"Haduh, pertemanan cewek-cewek kenapa ribet banget dah."

"Udahlah enggak usah dipikirin lagian orangnya juga udah pindah, jadi sewa lapangan enggak hari ini?"

"Kaki gue sakit, males, lo pada aja yang futsalan." Ujar Jafar berdiri dan meninggalkan kelas, dimana gadis itu sekarang? Ia ingin mendengar penjelasannya. Kalau Jafar membantah semua orang, ia tidak akan dipercaya karena ia hanyalah anak baru yang datang kesini juga.

[]

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang