26 :: Mengikuti Alur

1K 131 3
                                    

Series 1 :: Kita Putus!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Series 1 :: Kita Putus!

"Cuaca terik gini paling mantep minum air anget." Toyo berujar dengan keringat yang membasahi pakaiannya. Sana hanya menatapnya datar, candaan yang memang kuno sekali tiba-tiba diangkat oleh Toyo untuk mencairkan suasana yang jelas tidak bisa.

"Apaan si ada apaan? Kaku banget muka lo kayak triplek." Kali ini Toyo asal mengambil buku di tangan Sana lalu membuatnya menjadi kipas tangan. "Sean 'kan cuma diliburin tiga hari, santai aja apa."

"Bukan libur, skors."

"Ya sama aja, lagi juga kepala sekolah masih percaya banget sama dia makanya dikasih hukuman segini doang 'kan?" Sumpah rasanya Sana ingin menendang Toyo sampai ke langit, tidak kelihatan, tidak kembali. Anak ini benar-benar menyebalkan.

"Segini doang apanya? Kita sekarang jadi kumpul di bangku deket lapangan gini karena ruang latihan dikunci selama sebulan hei."

"Toyo! Sana!" Karan datang, membawa minuman botol dingin yang terlihat sangat segar tapi dia hanya membawa satu dan sudah tinggal setengah.

Karan memberikannya pada Sana, gadis itu meneguknya dan menutup kembali botol minumannya. Saat gadis itu ingin memberikannya pada Toyo, Karan mencegah. "Enggak boleh."

"Lah kenapa?"

"Karena lo Toyo."

"Ya terus? Kemarin aja lo minta minum gue ye baling-baling kipas."

Karan terkekeh. "Ya karena lo Toyo, jadi enggak gua bagi."

"Pengen gue jepret nih bocah satu, sabar Toyo sabar." Pemuda itu mengelus-elus dadanya. "Kemarahan hanya akan membuat kegantenganmu luntur, sabar Toyo."

Sana dan Karan menatapnya aneh. Kedua orang itu bergeser, membiarkan Karan ikut duduk di bangku berkeramik putih dekat lapangan yang terik karena inilah satu-satunya tempat duduk yang kosong di jam istirahat. Kalau ada ruang latihan yang nyaman itu, pasti mereka sudah kesana. Ah sial, siapa sih yang tega-teganya merokok atau menaruh rokok disana?

Toyo mengembalikan buku milik Sana. "Udah jangan cemberut apaan sih, Sean aja santai di rumah dia paling lagi nonton naruto episode empat ratus, lagi juga kalo kita kumpul disini 'kan enak bisa liat orang-orang mondar-mandir, terutama yang cantik-cantik."

"Hai Rita, Hai Tea, Hai Renjani."

Sana segera menoleh saat Toyo memanggil nama yang terakhir, dirinya melihat Renjani tersenyum anggun pada Toyo dan sedikit menunduk. "Wah gila, Renjani emang idaman banget dah."

"Lo mah emang demen duduk disini." Karan memukul kepala Toyo pelan dengan botol yang isinya sudah hampir habis itu. Sedangkan Sana hanya terdiam melamunkan sesuatu.

Tiba-tiba dirinya berucap. "Kalo ternyata Renjani yang iseng, menurut kalian mungkin enggak sih?"

"Enggaklah."

"Enggak."

Jawab keduanya bersamaan, Sana sudah menduga kalau tidak mungkin gadis sebaik Renjani melakukan hal kurang kerjaan seperti ini. "Lo aneh-aneh aja San, Renjani itu bagaikan malaikat yang turun ke bumi, udah cantik, baik, pinter, kurangnya apa coba?"

"Iya San, ngapain juga dia ada urusan sama anak band? Aneh-aneh aja lo San, lo pusing ya kebanyakan tugas?"

Sana menggeleng. "Gue ke kelas duluan ya, kalo ada info kabarin."

"Yeh cepet amat lo."

"Dah."

••

Kenapa saat itu Sana hanya menaruh stik drum di meja dekat pintu sih? Kalau Sana masuk ke ruang latihan 'kan ia bisa mengetahui sesuatu. Ah menyesal rasanya padahal itu satu-satunya kesempatan untuk tahu kapan ada bekas-bekas rokok di ruang latihan. Dan kenapa tumben sekali ada guru yang mengecek ruang latihan band?

Di dalam anggota band ada Sean dan Garda, dua orang yang sangat bisa dipercaya. Namun, kenapa jadi begini?

Sepanjang jalan menuju kelas, gadis itu hanya memikirkan kemungkinan yang terjadi. Dan tetap, di pikirannya hanya ada Renjani dan Renjani. Dia tidak bisa menuduh siapapun lagi karena hanya gadis itu yang bersikap aneh di matanya.

Kalau ada banyak bekas rokok di ruang latihan, semua orang pasti mengira kegiatan di band tidak benar dan sudah menyalahgunakan fasilitas yang diberikan sekolah. Ah tidak tahulah, Sana pusing sendiri.

"Sana, tugas lo mana?" Baru saja ingin masuk di depan kelas, Sana sudah dilayangkan pertanyaan oleh sang ketua kelas yang kini sedang membawa buku latihan dengan sampul yang harus seragam.

"Gue udah kumpulin tugas kok, tadi pas bel 'kan lo udah nyuruh semua buat taruh di meja guru 'kan? Gue udah taruh, gue yang kedua."

Ketua kelas itu mengeryit. "Mana? Cuma punya lo yang enggak ada disini, kurang satu."

"Gue beneran udah kumpulin, bentar gue cek tas lagi." Sana buru-buru menuju ke bangkunya dan memeriksa tasnya. Ia mencari-cari buku latihan fisika itu yang sangat berharga. Sana memeriksanya sampai ke laci dan kolong meja, bahkan ia mencari ke semua meja di kelas tetap tidak ada.

"Beneran, gue udah kerjain tugas, lo inget 'kan Cess lo nanya gue semalem?"

"Iya, lo yakin enggak lupa bawa San? Tadi sebelum ketemu sama Toyo lo udah yakin kumpulin?" Sana hanya menjawabnya dengan anggukan, Cessa lalu berdiri. "Ada yang liat buku Sana enggak?"

Semuanya menggeleng, tidak tahu. Sana yakin Sana sudah membawanya tadi pagi dan bahkan mengumpulkannya di meja ketua kelas sebelum akhirnya ia pergi menemui Toyo saat jam istirahat. Sial, kalau istirahat juga semua pasti membeli jajanan dulu baru kembali ke kelas. Ah kenapa Sana mengumpulkannya awal sekali?

Karena alurnya berubah, sesuatu bisa aja terjadi.

Perkataan Samudra tiba-tiba melintas ke dalam pikirannya. "Cess lo tadi ke kantin?"

Cessa mengangguk. "Semua orang di kelas ini ke kantin semua?"

"Enggak tahu, gue keluar duluan tadi."

"Sebelum lo keluar, ada anak kelas lain yang masuk?"

"Enggak ada---

Eh ada."

"Siapa?"

"Jafar."

[]

MTF : Kita Putus! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang