28% Hujan

47 10 0
                                    

Tut..tut..tut..

Cuaca sore ini terlihat mendung, Hexa menduga pasti akan segera turun hujan. Beberapa kali ia sudah menelepon mamanya, tak ada tanda-tanda panggilan itu akan di jawab. Hexa menghela nafas pelan, ia memainkan kakinya sambil sesekali bersenandung di halte bis depan sekolah.

Na..na..naaa..kucinta dia, na na na naaa, rindu dia inginkan diaaaa.

Lagu yang selalu teringat, namun lupa lirik. Begitulah Hexa menyanyikannya. Tak ada bakat bernyanyi memang, tapi dirinya selalu bernyanyi seolah vokal suara miliknya sangat-sangat indah.

Hexa melihat jalan raya yang mulai di penuhi dengan tetesan air dari langit. Detik berikutnya, tetesan air itu berubah menjadi rintikan hingga hujan yang sangat deras. Cipratan air mengenai sepatu sneakers putihnya. "Aduh! Sepatuku kotor, untung aja besok libur. Kalau enggak, bisa berabe nih," Gumamnya sambil berdiri naik ke atas kursi halte, mencegah cipratan terlalu banyak di sepatunya.

Hexa melihat siswa siswi yang nekat menerobos derasnya hujan, ia juga melihat ke samping. Banyak siswi yang berteduh sama sepertinya. Hexa menghela nafas pelan, setidaknya ada orang selain dirinya di halte bus. Hexa menatap ke langit, gumpalan awan hitam menyelimuti kota Bandung. Hingga suara gelegar petir mengaketkannya.

Durrrduarr...

"AKKHHH!!" Teriaknya sedikit gemetar karena kaget. Kilatan cahaya muncul membelah awan.

Selang beberapa menit "Hey yang di sana awas!" Teriak seorang siswi di samping halte yang sedikit jauh darinya. Hexa mendengar hawar-hawar suara itu, karena suara gemuruh hujan yang deras hingga pendengarannya menjadi kurang peka.

Hexa mendengar sesuatu yang sepertinya akan roboh, sebuah retakan terdengar jelas di kedua telinganya. Hexa membelalak saat matanya melirik ke atas sisi tempat pohon besar yang sebentar lagi akan tumbang. Kakinya memaku di sana, pupil matanya bergetar, pertanda ia takut.

Brak...Duk..

Hexa terkesiap saat sebuah tangan menariknya jatuh, ia menutup mata siap menahan sakit di bokong yang akan membentur tanah. Dep.. Hexa memejam erat. Tak lama kemudian ia mengusap wajahnya cepat saat terkena air hujan, Hexa merasakan kehangatan memeluk tubuhnya, mendengar detakan jantuk yang bermaraton, helaan nafas yang tak teratur dan sebuah tangan memegang erat pingganya.

Deras hujan membasahi tubuh mereka, tak sadar Hexa langsung memeluknya. Ini sangat dingin ditambah keterkejutan yang hebat. Hexa memeluknya begitu erat, ia tak peduli siapa pun dia. Hexa langsung di gendong ala bridal style masuk kembali ke sekolahnya. Cuaca sore ini sangat tidak memungkinkan untuk menunggu bus atau mengantarnya pulang.

Setelah sampai di kelasnya pemuda itu mendudukannya di kursi dan memeluk erat, bermaksud memberikan kehangatan pada gadis yang kini tengah mengigil.

"Di..di..ngin," kata Hexa dengan menggertakan gigi.

Pemuda itu beranjak dari sana, ia akan pergi ke UKS untuk mengambil selimut tebal di sana.

Pintu kelas di buka.

"Hexa, lo gakpapa?!" Tanyanya dengan raut wajah khawatir

Hexa menaikan wajahnya sambil memeluk tubuhnya erat, bibirnya berwarna merah keunguan. "Lio? Dingin, huachim" Lio buru-buru menghampiri Hexa dan memeluknya. Hexa terbelalak dalam dekapan Adelio.

"Ih ngapain peluk Hexa lagi" Kata Hexa meronta minta dilepas.

"Lah kapan gue meluk lo? Baru sekarang kok."

"Jauh-jauh sana. Huachim."

"Kita pulang aja yuk. Lo udah mengigil gini," ajaknya. Hexa mengangguk pelan. Kemudian mereka pergi meninggalkan kelas dan sekolah.

Hai, Kak Alex!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang