[17. akhirnya]

940 33 13
                                    

"Sayang, tadi itu kamu sama siapa aja sih?" Tanya Felo sok polos, padahal tadi ia jelas-jelas melihat Erin yang berkeringat menatapnya.

"Mereka temen-temen aku." Jawab Hani sambil memainkan jari-jari tangan Felo.

"Tapi kok mereka kelihatan tegang banget sih?"

"Emmmm, sebenernya..."

"Sebenernya apa?" Tanya Felo memancing Hani untuk jujur padanya.

Hani menatapnya, mencari tau apakah ini akan baik-baik saja jika dikatakan pada Felo. Saat itu juga, Felo menggenggam tangan Hani, meyakinkannya kalau dia ini akan mendengarkan apa yang ingin Hani katakan.

"Kamu tau kalau aku suka nge-bully orang kan, sayang?" Tanya Hani pelan-pelan.

Felo berpikir, mengira-ngira apa yang akan ia katakan agar Hani percaya dan mau bercerita padanya. "Tentu saja aku tau! Aku terlihat keren saat kamu membuat anak lain terlihat lemah!" Seru Felo membuat Hani mengembangkan senyuman bangga.

"Benarkah?! Aku juga merasa begitu! Sebenarnya tadi aku sedang mem-bully satu orang cewek, tapi karena aku takut kalau kamu bakal marah, jadi kami sembunyiin dia deh." Kata Hani dengan santainya berjujur di depan Felo.

"Yahhhh, benarkah?! Padahal aku sangat ingin melihatmu terlihat keren." Kata Felo dengan raut yang ia buat sedih.

Hani meletakkan jari telunjuknya di dagunya sambil menatap keatas seolah ia sedang memikirkan sesuatu. "Gimana kalau kita kembali, akan ku tunjukan bagaimana aku mem-bully nya!" Ajak Hani sambil berjalan keluar dari mobil itu.

Mereka berjalan kembali ke ruang yang menjadi sarang pembullyan. Tak lupa Felo memberikan sinyal pada semua temannya untuk mengikutinya. Maka dengan perlahan dan sangat hati-hati mereka mengikuti Felo.

"Hai, aku kembali!" Seru Hana pada teman-temannya yang kepergok sedang beberapakali menampar Lexi dengan sangat keras.

"Felo!" Teriak semuanya. Segera mereka memasang wajah ketakutan saat melihat Feli dengan sangat tajamnya menatapi mereka satu persatu.

Pintu yang semula tebuka, tiba-tiba saja tertutup saat tiga laki-laki dan tiga perempuan itu memasuki ruangan itu. Semua menatap kearah orang-orang tersebut.

"Vio." Lirih Erin tak percaya.

Vio langsung menghampiri Lexi yang kini dalam keadaan sangat lemah, kedua tangan dan kakinya diikat dan mulutnya ditutup oleh lakban yang cukup besar. Luka di wajah dan tangan Lexi, membuat Vio bersedih. Vio memeluk Lexi dengan erat, ia merasa gagal menjaga Lexi.

"Panggil polisi!" Ujar Vio.

Seketika itu juga, raut panik memenuhi ruangan itu. Isak tangis dimana-mana dan ucapan minta maaf terus terlontar dari mulut kotor sepuluh gadis yang telah menyerang Lexi tadinya. Mereka terus memohon agar Vio dan teman-temannya membiarkan mereka keluar dari ruangan itu, namun tak ada yang menggubris.

Tak lama kemudian, beberapa polisi masuk ke dalam ruangan karaoke dan membawa semua gadis itu termasuk Erin ke dalam mobil mereka.

"Aku ga nyangka kamu bisa sejahat ini, Erin." Kata Lexi. Namun bukannya permintaan maaf yang ia dapatkan, tapi malah ludah yang Erin berikan. Tetapi syukurlah, dengan cepat Vio menyeret Lexi hingga Lexi tak terkena ludah Erin.

.
.
.
.
.
.

Selama persidangan berlangsung, Feni hanya bisa menangis sambil melontarkan sumpah serapahnya pada anaknya yang sudah ia anggap bejat, sedangkan suaminya, terus menenangkan dengan tepukan kecil di punggungnya.

Akhirnya hasil sidang keluar. Kesepuluh gadis yang telah mem-bully Lexi itu di jatuhi hukuman penjara selama lima tahun lamanya. Sebenarnya Lexi baik-baik saja jika mereka tak di penjara, namun mungkin ini yang terbaik bagi mereka. Di dalam penjara, semoga mereka akan menjadi lebih baik. Itu adalah harapan Lexi.

[Senior]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang