S.2 [1]

863 30 0
                                    

SELAMAT MEMBACA!!!

SEBELUMNYA JANGAN LUPA TAMBAHKAN CERITA INI DI DAFTAR BACAAN KALIAN YA!
♡(> ਊ <)♡

________________________________________________
_____
.
.
.
.

Seorang pria terduduk dengan kaki ia tekuk di depan dadanya. Tangannya memeluk kedua kakinya, kepalanya ia sandarkan pada lututnya.

Kesedihan, kekesalan, penyesalan, amarah, semua bercampur menjadi satu.

Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati seorang temannya yang masih mengutik komputer canggih di depannya.

"Dickey, please lo cari tau tentang Lexi. Ini ga mungkin terjadi. Sumpah, ngga mungkin!" Teriak Vio sangat frustasi.

"Vi, ini Dickey juga lagi cari! Kamu kebanyakan omong, tau ga?!" Dickey berteriak tak kalah keras dari Vio.

"Ini udah berapa minggu, dan lo tetep ga dapet informasi sedikitpun!" Vio terus menggerutu.

"Ihhhh, Vi! bisa ga sih diem, bentar aja." Ucap Dickey yang sudah benar-benar geram dengan sikap Vio.

Vio menuruti permintaan Dickey. 'sebentar' kata Dickey. Benar saja, hanya berselang tiga menit, Vio kembali lagi menghujani Dickey dengan pertanyaan-pertanyaan.

"Jadi gimana? Udah ketemu?" Tanya Vio lagi.

Dickey mengacak rambutnya kesal lalu ia berdiri dari tempat duduknya. Dickey menaruh kedua tangannya di pinggangnya dan menatap Vio dengan tatapan kesal.

"Gini ya Vio, sulit banget cari keberadaan orang. Cari datanya sulit banget. Ga dengan waktu beberapa menit aku isa langsung nemuin keadaan Lexi begitu aja!" Jelas Dickey.

Dickey sangat berharap agar Vio setidaknya memahami dia sedikit saja. Melihat raut Vio yang sedang berpikir, Dickey rasa Vio mulai mengerti apa yang baru saja ia maksud, namun ternyata...

"Tapi di film-film bisa tuh cuman dengan beberapa menit bahkan detik langsung ketemu." Ujar Vio membuat Dickey mengusap wajahnya frustasi.

"Ya udah, lo pindah aja ke dunia film, biar gampang cari Lexi-nya!" Kesal Dickey menghadapi Vio.

"Vio!" Panggil seseorang yang berlarian menghampiri dua laki-laki tampan yang masih seru dengan perdebatan mereka.

"Napa Sean?" Tanya Vio cepat-cepat.

"Gue..."

Sean membungkukkan badannya tangannya menyangga pada lututnya. Ia mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.

"Kenapa, Sean??" Tanya Vio sangat penasaran.

"Gue.."

"Kenapa?? Lo dah dapet info??" Tanya Vio.

"Belum, gue belum dapet info."

Vio menghela nafasnya kasar. Pasrah, itulah kata yang tiba-tiba terselip di benaknya.

"Hati gue." Vio menghentikan sejenak apa yang ingin ia katakan.

"Hati gue ngerasain kehidupannya. Gue yakin Lexi masih ada." Ucap Vio sangat jujur dan penuh harapan.

Inilah Vio. Inilah sifat yang membuat teman-temannya tak bisa membiarkannya bekerja hanya dengan tangannya sediri.

"Gue setuju. Selama inipun gue ga pernah ngerasa ada suasana berduka di keluarganya." Ucap Sean berpendapat.

"Aku kira cuman aku yang ngerasain itu." Kini Dickey iku membela.

.
.
.
.
.
.

Vio berjalan gontai dari lobby hingga ia berhasil sampai di depan pintu kamar bernomorkan 86.

[Senior]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang