Sembilan pemuda itu duduk berjejer di bibir pantai menatap kearah fajar yang sudah siap untuk turun. Langit disinari oleh taburan cahaya emas yang membuatnya terlihat semakin cantik. Perlahan namun pasti, sang fajar turun menghilang, membuat cahaya cantik itu menghilang.
Sean berdiri dari duduknya, memperlihatkan celana bagian belakangnya yang ditempeli oleh banyak pasir pantai. Ia mengibaskan tangannya di pantatnya, menghilangkan pasir-pasir itu.
"Kita cari kayu, yuk." Ajak Sean
"Kayu? Buat apa, Sean?" Tanya Dickey sambil berdiri dari duduknya.
"Campfire." Ujar Sean membuat yang lainnya langsung berdiri dengan semangat.
"Ayo!" Jawab mereka serentak, bahkan Dickey, Felo dan juga Lorin menjawab sambil melompat girang.
Mereka berpencar mencari beberapa dahan pohon yang sudah berjatuhan di jalanan pantai. Merasa kurang, akhirnya Lexi dan Erin berinisiatif untuk pergi di hutan yang berada di dekat pantai. Lexi dan Erin berjalan menyusuri hutan sambil memungut semua batang dan dahan-dahan yang berjatuhan di tanah.
"Xi, lo cari di sebelah sana, gue bakal cari di sebelah sini." Ujar Erin yang diangguki oleh Lexi.
Sekitar 15 menit Erin memungut ranting-ranting, akhirnya ia kembali ke tempat perkemahan mereka yang berada sangat dekat dengan perairan pantai. Jadi, jika mereka ingin melihat pantai, cukup membuka zip tenda.
"Erin, lo liat Lexi?" Tanya Lorin dengan raut khawatir.
"Lexi belum sampe? Aku kira dia udah balik duluan." Ujar Erin.
"Maksud lo?!" Teriak Vio berlari ke arah Erin dengan raut memerah karena marah.
Erin meneguk ludahnya ketakutan dengan Vio yang tengah menatapnya dengan sangat tajam. Hati-hati Erin menjelaskan apa yang terjadi.
"Aku sama Lexi memang tadi bareng-bareng cari dahan dan ranting di hutan sebelah sana." Ucap Erin sambil menunjuk ke arah hutan.
"Aku minta Lexi untuk cari ke arah yang berbeda supaya cepet carinya." Lanjut Erin."Bangs!at lo ya, Rin!!" Gertak Vio membuat seluruh temannya bergidik ngeri.
Sean menyeret Vio yang terlihat sudah sangat marah. Sedangkan Dickey menenangkan Erin yang kini tengah terisak karena takut melihat Vio yang begitu murka.
"Udah ga usah nangis, aku percaya kok kalau kamu ngga ada niat jahat sama Lexi." Ucap Dickey menenangkan Erin, begitu juga dengan Vero.
"Gue masih ga bisa percaya sama lo, Rin. Lo udah tau kalau Lexi masih kesulitan untuk membuat memori baru terutama untuk mengingat jalan di hutan yang pastinya itu rumit." Jujur Mire sambil melirik Erin dengan tatapan menyelidik.
"Gapapa, gue juga tau kalau orang kayak gue berubah, bakal butuh waktu lama buat kalian percaya." Jawab Erin menyadari dan memahami apa yang temannya katakan.
Vio langsung berlari. Ia ingin mencari Lexi di hutan sana, namun tiba-tiba sebuah suara membuatnya berhenti berlari.
"Kamu mau kemana, Vi?!" Teriak Erin.
"Ini sudah gelap!" Lanjutnya."Ini udah gelap, dan lo biarin Lexi sendirian di hutan?!! Bodoh!" Ketus Vio.
Vio kembali berlari menuju hutan dikuti dengan semua temannya. Mereka berpencar. Vio dan Sean berjalan ke arah barat untuk mencari Lexi, sedangkan yang lain entah ke mana.
"Sean lo ke arah sana, gue ke arah sini." Tutur Vio sambil menunjuk ke arah kanan dan kiri.
"Wow" Ucap Vio setelah ia menemukan sebuah jalan dengan pohon tersusun rapi di kanan kirinya. Jalan itu ternyata menuntun Vio menuju sebuah taman kecil, namun sangat cantik. Berbagai macam bunga berwarna ungu tersusun begitu rapi di tanam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
[Senior]
Fiksi Remaja(18+) Season 1 : [Senior] Season 2 : [Retrograde] Dia adalah patah hati terbesarku Dan.. Kau adalah satu-satunya yang dapat aku harapkan untuk memulihkan hatiku yang sudah patah