-22-

920 129 71
                                    

Panggilan Rindu

¤¤•¤¤

"Mas, udah gak papa."

"Gak papa apanya? Bengkak gini. Udah, kamu diem aja."

Ayana mempoutkan bibirnya. Kesal karena Alfin tidak mendengarkan perkataannya dan terus memijat kakinya yang bengkak. Padahal Ayana tidak papa. Alfin itu berlebihan sekali, ish!

"Udah enakan belum?" tanya Alfin.

"Udah kok. Ay kan emang gak papa. Itu udah biasa."

"Mangkanya, kamu itu dibilangin nurut. Kamu itu dikasih cuti biar istirahat, bukannya malah cuti tapi di rumah bikin ini, bikin itu. Beresin rumah, segala macem."

"Ya masa Ay biarin ibu kerja sendiri, sih? Ay juga mau jadi menantu yang berbakti. Bantuin ibu."

"Ibu udah biasa, lagian ada Mbak Mun kok. Aku bayar Mbak Mun mahal-mahal tuh, biar kamu sama ibu enak. Gak usah kebanyak kerja."

Oh iya, Mbak Mun. Dia adalah PRT yang beberapa bulan lalu sengaja dipekerjakan Alfin untuk meringankan beban ibunya. Belakangan ibu Hana sakit, Alfin pikir ibunya itu kelelahan, usianya juga tidak muda lagi. Jadi karena itu Alfin mempekerjakan wanita beranak tiga yang ditinggal meninggal suaminya beberapa tahun lalu itu sebegai PRT.

"Iya, iya. Udah ah, udah siang,Mas Alfin cepetan mandi. Nanti telat berangkat kerja. Jalannya macet kalau udah agak siang. Ay mau siapin bajunya Mas Alfin dulu."

Sementara Alfin mandi, Ayana menyiapkan pakaian Alfin, memastika ponsel Alfin terisi penuh baterinya, dan memastikan tidak ada file yang tertinggal di tas Alfin. Setiap hari, Ayana selalu melakukan itu.

Makin hari Alfin semakin sibuk. Dia sibuk bekerja di rumah sakit, melanjutkan studi, dan semakin rajin mengikuti seminar di luar kota. Tidak jarang Ayana ditinggal. Mau ikut Alfin pasti melarang karena perut Ayana semakin besar. Alfin pastinya khawatir terjadi sesuatu pada anak dan istrinya. Lebih baik di rumah saja.

Sekarang kandungan Ayana juga mencapai sembilan bulan. Mendekati hari bersalin, Ayana sudah cuti. Jika sesuai jadwal, Ayana akan melahirkan seminggu lagi. Ya, berdoa saja.

"Mas, ada chat dari Pak Agus," teriak Ayana.

"Bacain, Ay," teriak Alfin dari dalam kamar mandi.

Ayana menghela nafas melihat chat dari Pak Agus. Isinya Alfin diminta menggantikan Pak Agus untuk mengikuti seminar karena beliau sibuk. Seminarnya di luar kota dan mungkin akan beberapa hari di sana.

"Mas Alfin diminta gantiin Pak Agus seminar di luar kota tiga hari. Dibales gimana ini?"

Yang di kamar mandi terdiam.

"Mas. Mulai hari ini loh. Jadi Mas Alfin izin tiga hari."

Alfin menghembuskan nafas di dalam sana lalu keluar dengan handuk yang hanya melilit bagian tubuh bawahnya saja. Bagian atasnya dibiarkan terekspos. Lekuk tubuh Alfin yang seperti Oppa-Oppa Korea yang dulu disukai Ayana itu terlihat, er... Ya, bagaimana Ayana mendeskripsikannya? Sexy?

Of course. Yes.

Ayana cukup kaget saat Alfin keluar dalam keadaan seperti itu. Pipinya langsung bersemu.

"Mana HP nya."

Ayana memalingkan mukanya lalu memberikan ponselnya pada Alfin. Pria itu terkekeh melihat ekspresi Ayana. Apalagi melihat pipinya.

"Kenapa, hum?" tanya Alfin sambil mencolek pipi Ayana.

"Gak papa," jawab Ayana.

"Udah sering liat'kan? Kok masih merah gitu?"

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang