-45-

3.1K 199 37
                                    

Jalan Terbaik

***

Sudah jatuh tertimpa tangga, pribahasa itu nampaknya sedang menimpa Ayana. Masalah rumah tangganya baru mereda, neneknya meninggal, sekarang dia harus kehilangan calon anaknnya, dan setelah ini dia harus kehilangan rahimnya. Setelah itu apa lagi?

Wanita itu hanya bisa menangis dalam diam. Walaupun semua orang ada di sampingnya dan mendukungnya, tetap saja kesedihannya tak bisa dibendung. Sekuat apapun dia mencoba tegar, tetap saja dia rapuh.

"Ay."

Usapan lembut itu menyapu pipinya. Ayana menoleh perlahan pada pria yang sejak dia siuman ada di sampingnya dan menggenggam tangannya.

"Ikhlas, ya?"

Ayana tersenyum getir. "Ikhlas?" tanyanya lirih.

"Saat Allah mengambil sesuatu dari kita, Allah gak akan mengganti dengan yang lebih buruk dari yang dia ambil. Insyaallah, Allah akan mengganti dengan yang lebih baik," katanya.

Ayana terdiam menatap pria itu.

"Kamu ikhas?" tanya Ayana.

Pria itu menghembuskan nafas kemudian menunduk. "Hum," gumamnya sambil mengangguk samar.

"Aku mencoba ikhlas lebih tepatnya," kata Alfin sambil menatap kembali Ayana.

"Aku tau ini berat, tapi ini jalan Allah. Allah gak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuannya. Kalau kesusahan bisa minta tolong ke Allah kan?" katanya sambil tersenyum.

Ayana diam menatap wajah pria itu. Perlahan dia melepaskan genggaman tangannya dan kembali menangis.

"Ay."

"Pergi."

Tubuh Alfin menegang mendengar satu kata itu.

"Ay."

"Aku bilang pergi," kata Ayana.

"Aku benci kamu."

"Ay, maaf."

"Aku bilang pergi," kata Ayana penuh penekanan.

Alfin bangkit kemudian menegakkan tubuh Ayana dan memeluknya.

"Ssst... Jangan nangis. Aku disini," bisik Alfin.

Bukannya berhenti menangis, Ayana malah menumpahkan air matanya.

"Kamu jahat," kata Ayana di sela-sela tangisannya.

"Kamu jahat, aku benci kamu."

Pundak Alfin memberat dan hatinya semakin sakit mendengar ucapan Ayana. Alfin pernah berkata jika luka Ayana adalah lukanya. Ayana terluka sekarang, karena itu Alfin pun juga. Tapi tidak ada yang tau jika luka Alfin bahkan lebih besar dari luka Ayana, apalagi saat dia sendiri tau, dia yang menyakiti istrinya. Secara sadar.

"Kenapa kamu semudah itu bilang ikhlas, Mas? Kita kehilangan anak kita. Aku akan kehilangan rahimku, aku gak bisa kasih kamu anak," kata Ayana.

"Aku gak sempurna lagi."

Alfin menjauhkan tubuhnya kemudian menatap Ayana sambil menggeleng. "Kamu ngomong apa, Ay? Terus Bilal itu apa, hum? Dia anak kita kan?"

Alfin mengangkup pipi Ayana kemudian mengusap air matanya.

"Kamu jangan sedih. Gak ada yang sempurna di dunia ini, Ay. Kamu juga tau itu. Bagaimanapun kamu, aku akan tetap di samping kamu. Aku janji."

Ayana diam menatap Alfin yang tersenyum padanya.

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang