-43-

2.6K 184 155
                                    

Ayana memilih pulang menggunakan taxi setelah subuh karena Viki sudah sampai di rumah sakit menggantikannya menjaga Nenek Mela. Sesampainya di rumah, Ayana melihat Alfin yang terlihat repot di dapur.

"Ay, kamu udah pulang? Kok gak minta jemput?" tanya Alfin.

Ayana mengampiri Alfin kemudian mencium tangannya. Dia menatap Alfin yang nampak gelisah.

"Kamu kenapa, Mas?" Ayana balik bertanya.

"Ini juga kenapa dapur berantakan?"

"Itu... Anu..."

Belum selesai Alfin berucap, Ayana melihat Jane keluar dari kamar. Alfin berlari kecil menghampiri Jane dan membantunya duduk di sofa ruang tengah. Ayana mengernyit menatap keduanya.

"Ay, tolong tuang air panasnya ke gelas, ya?"

Ayana mengerjap begitu Alfin sedikit berteriak untuk meminta tolong padanya. Ayana segera melakukan yang diminta Alfin. Setelah segelas teh siap, Ayana membawanya pada Jane yang nampak duduk lemas di sofa.

"Ini, kamu minum dulu," kata Ayana sambil memberikan segelas teh itu pada Jane.

"Udah mendingan?" tanya Alfin pada Jane.

Jane mengangguk lemah. Beberapa detik kemudian Jane menutup mulultnya, dia langsung berlari ke kamar mandi diikuti Alfin. Ayana diam di tempatnya karena merasa tidak enak.

Ayana bangkit berniat menyusul mereka. Di depan pintu kamar mandi, Ayana bisa melihat Jane yang sedang mengeluarkan isi perutnya.

"Jane gak papa, Mas?" tanya Ayana.

Alfin tidak menjawab. Dia malah bangkit dan berkata, "Kamu jaga dia bentar, ya?"

Setelah itu kembali berlari kecil ke kamar Jane. Ayana mendekat kemudian berjongkok di samping Jane yang terlihat lemah.

"Jane, kamu gak papa? Kakak periksa, ya?" tanya Ayana.

Jane menggeleng. "Gak papa, Kak," katanya.

Beberapa detik setelah mengatakan itu Jane kembali muntah. Kali ini Ayana pun ikut merasa mual, tapi sekuat mungkin dia tahan dan dia lebih memilih membantu Jane dengan memijat tengkuk wanita itu.

Beberapa saat kemudian Alfin datang dan menggantikan Ayana memijat tengkuk Jane. Melihat kesempatan itu Ayana langsung berlari ke kamarnya karena juga sudah tidak tahan dengan gejolak di perutnya.

Ayana bangkit perlahan setelah sedikit merasa lega. Dia berjalan ke ranjang lalu duduk bersandar di headbed. Sepertinya gejala kehamilannya mulai muncul mengingat kandungannya pun mulai bertambah usia. Bibir pucat Ayana menyunggingkan sebutas senyum kecil. Dia mengusap perutnya yang rata sambil menatap perutnya itu.

"Anak Bunda kuat banget, ya? Bunda bangga," ucap Ayana lirih.

Setetes air mata Ayana jatuh begitu mengingat apa yang baru saja terjadi. Katakan Ayana lebay atau berlebihan, tapi dia iri dengan Jane yang didampingin Alfin saat muntah di kamar mandi tadi, berbeda dengan di yang muntah sendiri.

Ayana terkekeh begitu pikiran itu terlintas. Lucu sekali. Hal sekecil itu pun Ayana bisa iri. padahal sekian tahun lamanya Alfin memberikan perhatian padanya dengan tulus dan penuh. Sekarang Alfin membaginya sedikit, kenapa Ayana harus merasa iri?

"Ayana."

Ayana menatap Alfin yang baru masuk ke kamarnya. Wajahnya masih nampak khawatir.

"Kamu kenapa tadi?" tanya Alfin.

Ayana tersenyum tipis. "Biasa. Gak usah khawatir gitu," kata Ayana.

"Jane udah gak papa? Kenapa ditinggalin?" tanya Ayana.

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang