-44-

2.7K 186 85
                                    

Duka

***

Pukul tiga pagi Ayana bangun seperti biasa untuk melaksanakan shalat tahajjud. Seperti sebelumnya, Ayana masih shalat tahajjud sendiri. Ayana baru saja mengenakan mukenahnya saat ponselnya yang sedang di charge berbunyi. Ayana langsung mengangkatnya begitu melihat Viki yang menelfonnya. Pasti ada hubungannya dengan keadaan neneknya.

"Assalamualaikum, Viki."

"Waalaikumsalam, Ay. Ay, Alfin di rumah gak?"

"Hah? Iya, di rumah. Kenapa?"

"Cepet kalian kesini. Nenek tiba-tiba kritis."

Kaki Ayana melemas begitu mendengar perkataan Viki.

"Ay, kamu tenang ya? nenek udah di tangani. Sekarang mending kamu kesini ajak Alfin. Jangan sendiri," kata yang di sebrang sana.

Ayana menganggukkan kepala. Setelah sambungan terputus, Ayana terduduk lemas di pinggir ranjang. Air matanya jatuh begitu membayangkan keadaan neneknya.

Ayana menghembuskan nafas kemudian menghapus air matanya. Dia segera berdiri kembali di atas sajadah dan menunaikan shalat tahajjudnya yang tertunda. Kali ini biarkan doa Ayana sepenuhnya untuk neneknya yang begitu dia cinta, jadi dia tak perlu kehilangan satu lagi orang yang dia sayangi.

**

Allah selalu punya rencana sendiri. Mungkin Ayana bisa berdoa agar neneknya yang dia kasihi tidak meninggalkannya dan tetap berada di sisinya. Namun, kenyataan pahit harus dia terima. Ujian demi ujian menghampirinya. Sedih rasanya, tapi Ayana tetap harus kuat. Kehilangan satu orang tidak berarti semuanya hancur saat itu juga. ayana masih dikelilingi orang-orang yang mencintainya dan memeluknya saat dia membutuhkannya.

Subuh tadi, penyakit Leukimia yang diketahui diderita Nenek Mela merenggut waktunya. Ayana jatuh pingsan seketika tau neneknya itu tiada. Dunianya hancur, tapi tak lama. Ayana kini sudah tegar kembali walaupun masih menjatuhkan air mata.

Jiji dan Yuri sejak tadi terus di samping Ayana dan menghapus air matanya. Semua ada di sini, duduk bersama setelah tahlil hari pertama. Wanita itu nampak pucat dan terlihat lelah. Alfin yang duduk tak jauh di depannya menghembuskan nafas melihat istrinya. Pria itu bangkit kemudian berlutut di depan Ayana.

"Ay..."

Ayana mendongak menatap Alfin.

"Udah malam. Kamu istirahat ya? Pasti capek," kata Alfin.

"Iya, Kak. Kakak istirahat, ya?" Kata Yuri.

"Iya, Ay. Inget kondisimu," imbuh Jiji.

Ayana mengangguk. Kemudian Alfin membantu Ayana bangkit dan membawanya ke kamar setelah berpamitan dengan yang lain.

"Ayo, kamu istirahat aja," kata Alfin.

Ayana menggeleng.

"Loh, kenapa? Kamu--"

Alfin terdiam begitu Ayana menariknya dan memeluknya. Wanita itu menenggelamkan wajahnya di perut Alfin. Alfin hanya bisa menghembuskan nafas kemudian balik memeluk Ayana begitu bahu wanita itu kembali naik turun tak beraturan.

"Udah, jangan nangis. Gak boleh nangis terus," kata Alfin dengan lembut.

"Baru sebentar Ay rawat Nenek. Nenek udah gak ada aja, hiks..."

"Ayana... Udah, dong nangisnya. Kamu gak capek, ya?" Kata Alfin.

Pria itu melepaskan pelukannya kemudian berjongkok di depan Ayana. Alfin menatap Ayana sambil tersenyum kemudian menghapus air mata Ayana.

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang