-BONUS-

3.7K 172 34
                                    

"Manusia gak ada yang sempurna, manusia gak lepas dari namanya kesalahan, tinggal bagaimana manusia itu memaafkan kesalahan orang lain yang menyakitinya dan memperbaiki dirinya jika dia memang bersalah."

•-----🌼-----•




Seoul, South Korea.
Two Years Later...












"Eomma. Biar Ayana dan Kim Ahjumma yang lanjutkan memasaknya. Eomma bisa istirahat. Eomma sedang tidak sehat kan?"

"Eomma tidak papa, namanya juga sudah tua."

"Eomma."

Wanita itu tersenyum begitu melihat wajah memelas putrinya.

"Arraseo, Eomma akan istirahat."

Ayana tersenyum. "Oke, ayo Ayana antar ke kamar."

"Ah, tidak perlu. Eomma bisa. Nanti kalau sudah siap tolong panggil Eomma. Eomma mau istirahat sebentar."

Ayana mengangguk. Sepeninggalan ibunya, Ayana pun kembali berkutat di dapur bersama beberapa pelayan yang sebenarnya tidak diperlukan Ayana. Tapi mau bagaimana? Di rumah dengan belasan pelayan ini, tidak mungkin dianggurkan kan?

"Bunda!"

Ayana nyaris berteriak begitu suara memekik itu masuk ek telinganya. Wanita itu langsung berbalik dan melihat putranya tersenyum lebar ke arahnya.

"Ada apa, Bil?"

"Mau telfon Ayah, dong," katanya.

"Bilal kangen banget sama Ayah," lanjutnya.

"Kamu gak lihat Bunda lagi repot? Nanti aja, ya?"

Bibir Bilal mengerucut.

"Yah, padahal Bilal kangen banget sama Ayah. Pengen telfon deh, sekarang, bilal telfon sendiri, ya?" tanya Bilal.

"Ya, Nda? Boleh, ya?" ucap Bilal memelas.

Ayana menghembuskan nafas kemudian mengangguk. Melihat itu Bilal langsung berlari ke kamar. Ayana hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah bocah berusia enam tahun itu.

Sementara itu, Bilal dengan cekatan memainkan ponsel bundanya. Tak butuh waktu lama untuknya menemukan nomor sang ayah dan langsung menelfonnnya.

Beberapa saat berdering, akhirnya panggilan terhubung. Wajah sosok pria tampan langsung terlihat di layar membuat senyum Bilal mengembang.

"Ayah! Assalamualaikum!" pekik Bilal.

Yang di sebrang terkekeh mendengar pekikan dari bocah itu.

"Waalaikumsalam Anak Ayah."

"Ayah!"

"Iya, Bilal? Jangan teriak, dong."

Bibir bilal mengerucut. "Iya," katanya.

"Ada apa?" tanya Alfin.

"Bilal kangen, Yah. Ayah kok gak kesini?" tanya Bilal.

Alfin terkekeh. "Insyaallah. Kalau kerjaan Ayah selesai Ayah ke sana."

"Kapan selesainya?" tanya Bilal.

Alfin bergidik. "Gak tau. Masih agak lama kayaknya."

Bilal berdecak. "Jahat banget. Bilal kangen Ayah, tau. Bilal udah hapalan surat yang Ayah pesan buat dihapal."

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang