-26-

983 124 31
                                    

Adik Ipar

¤¤•¤¤

Keputusan Viki sudah final. Dia tidak ingin menikahi seorang gadis bermimpi tinggi seperti calonnya beberapa bulan lalu.

Ya, setelah dua bulan menjalani PDKT, akhirnya Viki memutuskan untuk tidak menerima perjodohan itu. Alasannya karena ternyata sang gadis sejujurnya memang tidak ingin menikah. Dia memiliki sebuah mimpi dan Viki takut menghancurkannya.

Hatinya selalu tidak tenang saat memikirkan perjodohan itu. Mungkin ini adalah jawaban dari Allah. Bukan lewat mimpi, tapi dari perasaan di hati.

Alfin dan Jimmy selaku sahbat bisa apa? Semua keputusan di tangan Viki. Mereka sudah membantunya semampu mereka. Kalau belum berjodoh mau bagaimana? Kalau jodoh juga gak akan kemana.

"Sabar, Vik. InsyaAllah, Allah ganti dengan yang lebih baik," ucap Alfin sambil menepuk  bahu sahabatnya itu.

Viki nampak santai sekali sambil menyeruput es jeruknya. Dia hanya mengangguk.

"Iya, gua ngerti. Mungkin ini ujian dari Allah. Gua harus lebih sabar. Gua yakin, jodoh gua udah deket. Tinggal nemuin aja. Gua yakin, dia juga lagi nyari gua," kata Viki.

Oh iya, omong-omong mereka hanya berdua karena Jimmy shift malam. Sekarang mereka sedang istirahat di kantin setelah sholat dhuhur.

"Oh iya, Vik. Lo kan gak jadi nikah sama si fullannah itu. Gua ada rekomendasi. Siapa tau bisa jadi pertimbangan," kata Alfin.

Viki langsung mentapnya.

"Serius? Siapa? Dokter Gita? Atau suster disini? Temen lo di kampus? Temen lo kuliah pasca sarjana? Siapa?"

Alfin terkekeh. "Santai, dong. Semangat amat."

"Ya kan gua pengen cepet nyusul lo sama Jimmy."

Alfin tersenyum. "Lo mau gak jadi adik ipar gua?"

Alis Viki menukik. "Adik ipar? Maksud lo?"

Alfin berdehem. Mencoba menyusun kata-kata yang pas untuk bicara. Dia sudah membicarakan ini dengan Ayana beberapa hari ini. Apalagi Yuri akan pindah ke Indonesia walaupun hanya untuk beberapa bulan saja.

"Lo tau adiknya Ayana, gak?"

"Adik?"

Kerutan di dahi Viki bertambah. Dia mencoba mengingat wajah adik Ayana.

"Oh, ya! Inget gua. Yang waktu acara aqiqahnya Bilal grasak grusuk gak jelas itu kan?"

Alfin mengernyit. "Grasak-grusuk gak jelas? Maksudnya?"

"Ih, ya emang gak jelas. Masa orang-orang pada ngaji, dia main HP. Semua pada bantu-bantu dia malah duduk-duduk. Mana gak pakek hijab lagi. Auratnya kelihatan semua. Mukanya jutek lagi."

Alfin tersum jail. "Ciye... Merhatiin adek ipar gua..."

"Apaan? Enggak kali. Dia itu yang terlalu mencolok, mangkanya kelihatan. Gak sengaja juga gua lihatnya."

Alfin terkekeh. "Nah, karena lo udah tau dia. Gimana kalo lo nikah sama dia?"

Viki langsung menggeleng. "Nikah? Gak ah. Enak banget lo ngomong! Mana mau gua, dia rempong kayaknya. Males gua. Gak masuk kriteria gua banget. Samsek. Big no!"

"Ih, kok gitu? Kenalan dulu, Vik. Elah... Dia baik kok, emang ya... rempong, iya. Kaku, agak. Egois, lumayan. Tapi coba aja. Dia mu'alaf. Lagi butuh banget pembimbing. Dia bisa jadi ladang pahala buat lo."

Viki bergidik. "Dih, males ah. Mendingan gua cari yang lain. Apa gua sama si Gita aja ya? Eh, tapi katanya dia mau resign?"

Alfin mengangguk. "Iya. Lagi diproses suratnya."

Because of God [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang