3 tahun lalu,,
Bandara Soekarno Hatta, waktu setempat,,
Faro tidak perlu membawa papan nama seperti beberapa penjemput di sekitarnya. Meski bandara ramai, lelaki itu yakin ia tak akan kehilangan Lyra. Ia pasti mengenali gadis itu, yang selalu ceria dan tersenyum lebar, yang menertawakan Faro karena lelaki itu kadang tidak nyambung.
Namun perlahan satu-persatu penjemput mulai pergi, sementara Faro masih berada di tempatnya, menunggu Lyra.
Dan gadis itu benar-benar keluar paling akhir sembari mengunyah permen karet, tampak tidak terlalu terkejut saat mendapati Faro yang datang untuk menjemputnya.
"Kukira supir kantor yang menjemput," gumam gadis itu.
"Pak Rudi cuti, jadi ia menelepon kakak."
Lyra menatapnya dengan mata memicing. "Jadi kakak kemari bukan karena inisiatif sendiri?"
Faro berdecak, percuma ia meladeni Lyra yang suka mendadak random. "Tidak, kecuali kalau kamu tidak tiba-tiba telepon dan bilang kepulangan ditunda sampai bulan depan," ujar Faro dengan sindiran halus. Tetap saja ujung-ujungnya ia meladeni Lyra, gadis itu terkekeh tanpa dosa sekarang. Seolah tidak ambil pusing bagaimana Faro ada disini sementara lelaki itu sedang ada meeting dengan divisi perencanaan.
Lyra mengikuti langkah tegap Faro untuk mengambil bagasi, mengamati punggung lebar lelaki itu dari belakang. "Kakak tidak pernah makan ya?"
"Hmm?"
"Sepertinya kakak malah makin kurus. Kak Luna pintar masak, jadi kupikir kakak malah makin berisi setelah menikah."
Faro hanya menanggapi dengan deheman sembari mengambil koper besar Lyra. Koper itu berat seolah isinya buku semua, membuat Faro tidak habis pikir bagaimana gadis di belakangnya itu bisa membawa bagasi seberat ini dari Australi.
"Atau kakak kebanyakan lembur-" Ucapan Lyra terpotong saat Faro mencubit pipinya gemas.
"Kamu jadi lebih cerewet."
"Oh jelas,, aku harus melakukan banyak presentasi demi dapat nilai bagus. Belum lagi kursus singkat yang harus kuikuti," sahutnya, mengelus pipinya yang merah. Faro betulan menguyalnya sampai puas.
"Jadi kamu akan kuliah dimana?"
"Masih di bumi pokoknya."
Faro melirik Lyra, menghela napas pendek. Sembari menarik koper besar Lyra dengan tangan kanannya, tangan kiri lelaki itu meraih lengan Lyra agar mereka tidak terpisah di bandara yang cukup ramai.
Di sebelahnya, Lyra berkomentar random soal keramaian bandara dan membandingkannya dengan bandara di Sydney. Sementara Faro melirik gadis itu, yang tumbuh dengan baik selama di Australi. Lyra semakin tampak dewasa. Hidup di luar negeri dan jauh dari orang tua membentuk karakter baru dalam dirinya. Lyra tampak lebih berani menghadapi dunia luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...