40 - If Happy Ever After Did Exist

1.4K 216 16
                                    

Australia, waktu setempat,,

Seminggu sebelum pernikahan mereka, Lyra sudah mengundurkan diri dari kantornya. Gadis itu membereskan semua barang-barangnya di Hongkong dan membawanya ke Australia dibantu Vincent van Barend. Pemuda Eropa itu protes saat Lyra malah memutuskan menikah dengan Faro, tapi Lyra sudah menjelaskan situasinya, dan Vincent masih saja uring-uringan dengan mengatakan kalau ia bisa mengenalkan Lyra dengan teman-temannya di kalangan anak parlemen lainnya, mau dari negara manapun Vincent menyanggupi.

"Aku serius, kamu bisa mendapatkan yang lebih meyakinkan daripada mantan kakak iparmu yang cukup menyebalkan itu," ujar Vincent.

Tapi tawaran itu sama sekali tidak membuat Lyra goyah sedikitpun, gadis itu malah terkekeh, mengatakan kalau harusnya Vincent juga sudah sibuk mencari pasangan.

"Aku masih tidak habis pikir apa isi kepalamu itu sampai mau-maunya menikah dengan Faro."

"We love each other. Memang ada yang salah?"

"Dia orang yang membuatmu,, dilukai."

"Dengan atau tanpanya, aku sudah merasa terlukai." Lyra menyahut final.

Vincent masih merengut. "Tidak ada yang menjamin cinta bisa membuat segala sesuatunya menjadi impas."

"Ayolah, Vin. Karena aku sudah membuat keputusan, tolong dukung dan doakan saja aku."

Vincent masih kesal, tapi dia tau keputusan Lyra sudah tidak bisa diubah lagi. Mungkin... rasa cintanya memang sebesar itu sampai membuat ketidakberdayaan Faro di masa lalu bisa jadi sesuatu yang termaafkan.

Tiba di Sydney, Faro yang sudah disana lebih dulu untuk mengurus pernikahan mereka juga langsung cemberut saat menjemput Lyra yang keluar garbarata bersama Vincent. Ia sama sekali tidak tau kalau Lyra akan datang bersama Vincent.

Dua laki-laki itu tidak tampak hangat satu sama lain.

Vincent berbisik dongkol pada Lyra. "Dia itu mau menjemputmu atau mau peragaan busana sih?!"

"Dia memang punya gestur seorang model," sahutnya ikut berbisik menahan tawa, tapi tidak urung matanya berbinar saat langkah Faro semakin mendekati mereka.

"Welcome home, Love." Faro memeluk Lyra sebagai sapaan pertemuan mereka.

Tatapan Faro terarah pada Vincent, 2 lelaki itu bertemu kembali masih dalam suasana yang kaku seperti terakhir bertemu, berjabat tangan ala kadarnya yang membuat Lyra terkekeh. Gadis itu berjalan lebih dulu, membiarkan Faro dan Vincent berjalan di belakang sembari membawa bagasinya yang besar.

"Aku benar-benar rindu Sydney," gumam Lyra. Kacamata hitam bertengger di hidung bangirnya karena sinar matahari di Australia yang terkenal terik.

"Kenapa kamu mengajaknya? Kita jadi tidak punya waktu berdua." Faro sedikit merengut sembari memasukkan koper ke bagasi mobil grandma sementara Lyra mengusap keringat di pelipis Faro.

"Vincent ikut kesini juga untuk bertemu temannya. Ia tidak ikut kita ke rumah grandma."

"Baguslah."

Lyra tersenyum geli mengamati lelaki berkemeja putih kasual dengan kacamata hitam itu melengos membukakan pintu mobil untuk Lyra. "Eheum, jadi kita punya waktu berdua," sahut Lyra, mengecup sekilas pipi lelaki itu yang membuatnya menahan senyum.

Dengan atap mobil yang dibuka, Faro mengemudikan mobil keluar bandara.

Dengan atap mobil yang dibuka, Faro mengemudikan mobil keluar bandara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang