Sejak kecil, Lyra selalu menangis untuknya.
Ketika Faro sedang sial, Lyra yang menangis. Seperti ketika Faro belajar motor dan terjatuh, atau seperti lelaki itu teriris ujung jarinya karena Luna minta dibantu memasak, Lyra selalu nangis dan asisten rumah langsung kalang kabut mengobati Faro. Tidak ada luka serius, tapi Lyra tidak akan berhenti menangis kalau luka Faro dibiarkan. Gadis kecil itu sudah seperti alarm saja dengan tangisannya yang nyaring.
Lyra pernah menangis saat Faro pergi ke Thailand untuk olimpiade Matematika saat SMP dan akhirnya, si kecil Lyra menyusul ke Thailand saat Faro sedang di podium untuk menerima medali emas. Karena Lyra masih menangis sembari menunjuk Faro, maka pihak panitia dengan senang hati membolehkan Faro berfoto di podium sembari menggendong Lyra. Itu momen langka. Biasanya pemenang selalu berfoto sendiri. Tapi wajah malaikat Faro dan senyumnya saat meminta ijin dengan sopan menjadi pengecualian.
Semua itu dulu, saat Lyra masih kecil sekali dan sangat keras kepala, tidak mau mendengar penjelasan apapun untuk menenangkannya soal Faro.
Dan sekarang ketika Faro menelepon Lyra untuk menemaninya operasi, ia pikir gadis itu akan biasa saja.
Nyatanya Lyra muncul di pintu kamar inapnya dengan mata sembab dan hidung merah. Lyra mendekat dengan wajah sendu, berdiri di hadapan Faro yang duduk di tepi ranjangnya. "Kakak,,"
"Kenapa nangis, Little girl?"
"Kenapa kakak sakit? Kenapa harus dioperasi? Kakak sakit apa?" Air matanya luruh.
Dan Faro pikir, tidak ada yang lebih menenangkan selain memeluk gadis yang tengah menangis itu. Sejak kecil, Lyra suka dipeluk kalau nangis. Jadi lelaki itu mengulurkan tangannya, "Kemari."
Dan menarik Lyra ke pelukannya, mengusap punggung gadis kecilnya.
"Beberapa waktu terakhir perut kakak sering sakit. Kemarin sakitnya lumayan parah sampai kakak periksa kesini dan ternyata usus buntu."
"Huh?"
"Hanya operasi usus buntu ringan, Little girl. I am totally okay." Faro mengecup puncak kepala Lyra untuk menenangkannya.
"Operasinya akan berjalan lancar kan?" tanyanya sembari mengurai pelukan mereka. Lyra menyusut air matanya dengan punggung tangan, menatap Faro khawatir. "Apakah ini rumah sakit terbaik di Swiss? Kita cari rumah sakit terbaik saja."
Faro mengusak kepala Lyra gemas. "Its gonna be okay, Little girl. Rumah sakit ini sangat bagus, mereka punya surgeon terbaik yang akan menangani kakak."
"Kapan operasinya?"
"Siang ini."
"Aku bisa masuk ke ruang operasinya? Janji tidak akan berisik."
"Jadi kamu sudah berani melihat darah kakak sekarang, hmm?" Faro mengusap air mata di pipi Lyra dengan ibu jarinya, tersenyum lembut.
"Memang darahnya banyak?"
"Entahlah, kakak akan dibius total selama operasi."
"Jadi kakak akan baik-baik saja di ruang operasi?"
"Eheum. Tapi kakak ingin kamu jadi yang pertama kakak lihat begitu bangun."
"Oke." Lyra bergumam lamat-lamat, menunduk. "Aku,, akan menunggu disini."
"That's it, Little girl. Ada kasur untuk penunggu pasien, kamu bisa istirahat disana."
--
Lyra memang jadi sedikit drama saat hendak melepas Faro ke ruang operasi. Lelaki itu tersenyum, mengusak rambutnya untuk menenangkan.
"Ini hanya operasi biasa, tidak akan lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...