Sydney, waktu setempat,,
Telepon dari Grandma di tengah kekalutan Faro adalah satu-satunya alasan lelaki itu tampak lebih hidup.
Telepon dari Grandma adalah alasan Faro akhirnya kembali menentukan langkah, mengambil penerbangan pagi ke Australi dan beberapa jam setelahnya ia telah tiba di rumah sederhana grandma di atas tebing tepi laut.
Gantungan dream catcher berdenting lembut setiap saat karena ditiup angin laut.
Faro merasakan ketenangan di tempat itu.
"Disini menyenangkan sekali." Faro tersenyum menemani Grandma menyiram tanaman bunganya di halaman belakang. Australia sedang musim semi, bunga-bunga bermekaran dengan indah. Dan Faro suka pemandangan laut di belakang rumah. "Pantas saja Lyra tidak pernah pulang. Ia pasti lebih suka menghabiskan waktu dengan bersantai di halaman belakang."
Grandma terkekeh ringan, mata senjanya memancarkan binar bahagia saat lelaki tinggi itu tiba di rumah. "Soal suka bersantai di halaman belakang, kamu benar, Faro. Kalau senggang, Lyra suka sekali menghabiskan waktu di ayunan itu, dengan novel roman klasik, selimut tebal, dan secangkir cokelat hangat."
Faro tersenyum, membayangkan si kecil Lyra tumbuh menjadi remaja, menghabiskan waktu senggang dengan membaca kisah-kisah roman klasik di tempat yang indah sembari bergelung selimut di atas ayunan rotan yang nyaman, ditemani nyanyian laut yang menenangkan.
"Tapi soal tidak pernah pulang, kamu keliru."
Faro menoleh ke arah Grandma yang menyiram bagian kiri halaman, tempat rumpun bunga tumbuh dengan rimbun. Apa yang keliru?
"Selama 4 tahun pertama di Australia, Lyra sudah pulang 5 kali. 1 kali pulang saat kamu menikah, dan 4 kali pulang setiap tanggal 12 April. Begitu pula saat kuliah, Lyra cerita kalau ia juga selalu pulang setiap 12 April."
Langkah Faro di belakang Grandma berhenti. Lyra selalu pulang tanggal 12 April? Benak lelaki itu mengembara pada masa 9 tahun silam, saat Faro mengantar Lyra ke bandara, melepas kepergian si bungsu untuk sekolah di Australia.
"Lyra pulang,, dalam rangka apa?"
Grandma tersenyum. "Merayakan ulang tahunmu, Faro."
Senyum di wajah lelaki itu lenyap.
"Kamu tentu heran kenapa tidak pernah bertemu Lyra selama itu kan?" Grandma berhenti menyiram rumpun bunganya, menoleh ke arah Faro yang masib terdiam. "Lyra tau ia dikirim ke Australia untuk suatu tujuan, Faro. Lyra tau kalau ia sengaja dijauhkan dari kamu, kemudian keluarganya sendiri perlahan menjauh. Gadis itu tau lebih dari yang kalian kira."
Faro merasa tenggorokannya tercekat, ia tidak bisa mengatakan apapun sekarang. Kenyataan ini sama sekali di luar perkiraannya.
Grandma tersenyum pada Faro yang masih berdiri mematung. "Pergilah ke kamarnya. Ada buku harian Lyra yang tertinggal, terselip di meja belajarnya. Kamu akan tau,, bagaimana ia berjuang sendirian melewati saat-saat berat itu. Ada banyak air matanya yang tumpah selama ini, disini. Lyra tidak seceria dan sekuat yang kalian pikir."
--
Segera setelah mendapat buku harian Lyra di meja belajarnya, tidak butuh waktu lama Faro segera memesan tiket kembali ke Jakarta.
Persetan dengan tubuhnya yang belum sempat peregangan dan hanya di Australi selama 1 jam. Hari ini tanggal 12 April.
4 jam di pesawat ia habiskan untuk membaca lembar demi lembar yang mulai ditulisi Lyra sejak 9 tahun silam.
4 jam yang menyesakkan, menyadari bahwa selama ini Faro tersesat terlalu jauh, bertanya-tanya dalam diam. Kenapa Lyra melupakan ulang tahunnya? Apakah Lyra bisa merasakan, bagaimana perasaan Faro hanya bisa tersampaikan lewat perhatian kecil yang terlihat remeh? Apakah Lyra bisa merasakan betapa dalamnya perasaan Faro lewat ciuman lelaki itu? Semua kenangan di mereka,, Apakah Lyra merasakan sedalam apa artinya untuk Faro?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...