29 - I am at The Payphone

1.3K 227 66
                                    

Jakarta, waktu setempat,,

"Bagaimana harimu selama di Zurich?" tanya Luna begitu membukakan pintu rumah Faro. Lelaki itu baru datang saat pagi menjelang siang, wajahnya tampak kelelahan karena ia tidak tidur selama di pesawat untuk mengerjakan banyak hal.

"Baik."

"Pembukaan restorannya lancar?"

"Eheum."

Luna mengikuti langkah Faro menaiki tangga lingkar mewah menuju kamar mereka di lantai atas. Satpam rumah yang akan mengantar koper Faro ke kamar. "Tagihan kartu kreditmu datang kemarin. Sepertinya,, beberapa minggu terakhir kamu memiliki pengeluaran rutin yang cukup besar."

Ah, tentu saja. Faro selalu rutin mengirim uang saku untuk Lyra agar gadis itu sedikit melakukan perbaikan gizi.

Faro berbalik menatap Luna seraya meneruskan membuka kancing lengan kemeja dan simpul dasinya. "Selama 8 tahun menikah, baru kali ini kamu tertarik dengan urusan pengeluaranku. Ada apa?"

Luna menggeleng pelan. "Bukankah aneh kalau selama 8 tahun justru aku tidak pernah tau soal pengeluaranmu?"

"Kita sama-sama bekerja dan dari awal sudah sepakat untuk tidak mengurusi dompet masing-masing."

Luna menelan salivanya gusar. "Tidakkah kamu bisa bersikap lebih lembut?"

"Aku yang kurang lembut atau kamu yang berekspektasi terlalu tinggi?"

",,,"

"Ada lagi yang mau kamu katakan?"

Luna menatap sosok tinggi tegap suaminya, ingin sekali berbantah-bantahan logika dengan lelaki itu. Tapi Faro,, tidak, Luna tidak ingin ada pertengkaran lagi seperti 3 tahun lalu. Jadi wanita itu menggeleng, tersenyum. "Aku akan menyiapkan air hangat untukmu."

--

Makan malam keluarga besar Winata selalu ramai.

Sebuah taman hotel disewa selama semalam agar mereka bisa mengadakan sedikit pesta taman dengan barbekyu dan beberapa permainan yang membuat anak-anak kecil Winata berlarian senang. Keluarga besan-besan juga otomatis datang.

Dan Faro selalu merasa sepi di tempat seramai itu. Sementara Luna duduk di ayunan bersama Marvel, Faro beranjak menemani beberapa keponakan bermain, mengalihkan pikirannya yang justru dipenuhi Lyra, menekan keinginannya untuk menelepon gadis kecilnya saat ini juga. Bahkan menekan keinginannya yang paling besar : meninggalkan acara keluarga itu dan memesan pesawat ke Milan sekarang juga.

"Om, aku mau digendong!"

"Aku juga!"

"Aku juga!"

"Aku mau naik kaki Om Faro saja sambil keliling!"

Sepupu jauh yang sedang memanggang daging di dekat mereka tertawa. Anak-anak kecil itu berlompatan di sekeliling Faro. "Gantian, kiddos. Kalian bisa dimarahi Tante Luna kalau pinggang Om Faro sampai sakit."

"Sayangnya Tante Michelle benar. Om tidak sekuat Thor atau Spiderman."

"Tapi Om hebat karena sudah membangun menara yang tinggiiiiiii sekali."

"4 pula menaranya."

"Sama ada lapangan yang luas." Tangan kecil itu sampai tidak cukup untuk terentang dan menimpuk sepupu kecilnya yang lain.

"Menara apa sih namanya?!"

"Menara permen?"

"Mana ada permennya disana! Bukan menara permen!"

Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang