Lyra terbangun keesokan harinya dengan tubuh lebih segar. Sepatu dan kaos kakinya sudah dilepas, dan ia bergelung dengan selimut.
Kemarin saat masih di Australi ia melewatkan jam tidurnya dan sibuk berbenah di rumah grandma, lalu flight dan tidak tidur sama sekali sepanjang perjalanan.
Ia keluar kamar dan aroma masakan langsung menyerbu penciumannya.
Faro ada di dapur, sedang memanggang sosis dan bacon untuk sarapan. Lelaki itu sudah rapi mengenakan setelan kerjanya, minus jas yang disampirkan di sofa. Gerakan tangannya luwes saat ia menyiapkan toast dan saladnya.
"You did well."
Faro menoleh sekilas, tersenyum. "Morning. Tidurmu pulas sekali semalam."
"Iya, rasanya itu tidur ternyenyakku selama beberapa waktu terakhir." Lyra merenggangkan tubuh, lalu membuka tirai seraya menghela napas menikmati sinar matahari pagi. "Aku bahkan jarang tidur nyenyak di Australi," gumamnya.
Faro yang sedang menaruh piring sarapan di meja makan menoleh dengan kening berkerut. "What do you say?"
"Nothing." Lyra mengendikkan bahu acuh, nyengir menatap penampilan Faro. "Kakak iparku gagah sekali," ujarnya menepuk bahu Faro seolah sedang membersihkan debu. "Ayo sarapan, aku lapar."
Faro tersenyum tipis saat Lyra melahap sarapannya seolah belum makan beberapa hari. Tangan lelaki itu terulur merapikan rambut Lyra yang hampir mengenai piring. "Jangan buru-buru. Masih ada lagi di dapur kalau mau tambah. Kakak masak banyak untuk kamu."
Lyra mengacungkan jempol kirinya yang tidak memegang makanan. "Kakak yang terbaik."
"Memang." Faro menyahut santai, memulai sarapan dengan senyum.
Lyra bahkan belum membasuh wajah, masih ada kotoran di matanya, dan ada garis-garis di pipinya -yang Lyra namai dengan sebutan 'batik tidur'.
"Ada rencana untuk hari ini?"
Lyra menggeleng pelan. "Aku mau lanjut tidur."
Lelaki dewasa di hadapannya mendengus menahan senyum.
"Tapi besok akhir pekan."
"Eheum."
Lyra menatap Faro dengan senyum polosnya yang bak anak anjing. "Antar aku keliling Jakarta."
Faro mengusap sudut bibirnya dengan tisu, menyudahi sarapannya, mengangguk. "Sure, kemana pun kamu mau."
--
"Semalam kemana? Kenapa tidak pulang?"
Luna meneleponnya dan menanyakan alasan Faro tidak pulang, persis seperti yang sudah ia duga sejak semalam.
Faro menghenyakkan diri di sandaran kursi kerjanya, memainkan kayu berbentuk burung kecil dengan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang ponsel. "Lembur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...