Faro punya waktu 2 hari yang tersisa dan menghabiskannya dengan bersantai di flat Lyra selagi gadis itu membaca novel di sebelahnya.
Sebuah selimut hangat menyelubungi kaki Lyra yang mengenakan celana pendek. Rambutnya diurai bebas. Di sebelahnya, Faro membaca karya sastra klasik Les Miserables. Di antara mereka, semangkuk besar pop corn sudah tinggal separuh saat Lyra akhirnya menamatkan novelnya.
"I'am done." Lyra merenggangkan tubuhnya, menguap lebar bak kudanil. Untung cantik, jadi termaafkan. "Kakak mau makan?"
"Kamu mau masak?"
"Tidak." Lyra nyengir seraya meraih ponselnya. "Aku mau pesan online."
Faro mengangguk, kembali hanyut dalam bacaannya sementara Lyra sudah sibuk mencari makanan menggiurkan di media sosial.
"Mangkokku," gumam Lyra, membuat Faro meliriknya sekilas. "Ini punya Chef Arnold. Aku belum pernah coba. Kakak?"
"Belum juga."
"Pesan ini ya? Kalau dari Chef Arnold, rasanya pasti terverifikasi."
Faro mengangguk saja meski Lyra tidak lihat. Walaupun tidak lihat pun, pada saat-saat begini Lyra tidak betul-betul meminta pendapatnya. Faro saja yang cukup responsif untuk menanggapi.
"Aku pesan 4 menu utama biar bisa mencoba semuanya."
Faro mengangguk lagi. Matanya fokus membaca, tapi telinganya cukup baik mendengar semua ocehan gadis itu.
Merasa sudah bosan dengan bacaannya sendiri, Faro beralih menatap Lyra yang sedang memainkan ponsel lelaki itu.
"Ini foto kapan?"
"Uhmm, akhir kuliah S1, sedang gladi bersih untuk dance perform-"
"Kakak bisa dance?" Lyra menatapnya tertarik, mengubah posisi duduknya menghadap Faro.
"Begitulah, butuh waktu latihan selama 3 bulan. Badan kakak betulan kaku."
"Tapi ini keren." Lyra memutar videonya, terkesima saat Faro berada di barisan depan sebagai lead dancer. "Awww, keren sekali!"
Faro tersenyum geli saat Lyra menggigit selimut.
"Kakak seperti fuck boy. Tapi mana ada fuck boy yang mukanya seperti bayi begini." Lyra lalu menoleh ke arah Faro, membandingkan fitur wajah lelaki itu dengan fitur foto lamanya. "Sama saja, hanya lebih dewasa," gumamnya sendiri.
Faro jadi ikutan melihat video lamanya itu, tidak habis pikir pada sosoknya yang waktu itu masih 21 tahun dan bisa terpilih menjadi lead dancer di penampilan tahunan angkatannya. Padahal bergaul saja tidak. Tapi entah apa yang membuatnya terpilih waktu itu.
"Aku tidak pernah melihat kakak mengenakan kemeja seperti di foto ini lagi."
Faro menaikkan sebelah alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...