9 - Menara Dengan Harapan

1.4K 223 43
                                    

Tanggal merah selama 4 hari Faro gunakan waktunya untuk memantau mega proyeknya yang ada di Tangerang.

Perkara 2 tiket ke Bali itu, Luna tetap pergi kesana meski seorang diri. Dan Faro mengiyakan ijinnya dengan wajah tanpa ekspresinya yang seperti biasa.

Selanjutnya, disinilah Faro. Mengemudi menuju Tangerang untuk memantau mega proyeknya. Alih-alih mengenakan Audi hitamnya yang biasa ia pakai ke kantor, kali ini Faro mengenakan mobil satunya. Sebuah Tucson hitam keluaran terbaru, mobil SUV yang baru dibelinya awal tahun.

"Keren sekali." Lyra berseloroh kagum saat Tucson hitam yang dinaikinya melewati gerbang asbes menuju area yang dipenuhi material bangunan.

Kerangka bangunan sudah berdiri dimana-mana sejauh mata memandang. Yang paling menarik perhatian Lyra adalah sebuah kerangka bangunan yang tingginya puluhan lantai tampak di kejauhan, Lyra sampai harus mendongak untuk melihat puncaknya.

Faro memarkirkan mobil di lahan parkir, menarik rem tangan lalu melepas sabuk pengaman. "Tunggu disini, kakak akan memantau sebentar."

"Tapi aku mau ikut!"

"Bahaya."

Lyra merengut. "Memangnya aku bakal parkour di antara kerangka bangunan itu? Toh juga ada helm proyek di mobil kakak. Jumlahnya pas 2." Diakhiri dengan cengiran tanpa dosa. Wajahnya cepat sekali berubah ekspresi.

Faro menghela napas pendek, membiarkan Lyra turun dari mobil. Lalu ia memasangkan helm proyek yang agak kebesaran untuk Lyra, membuat wajahnya sedikit tertutup. "Jangan jauh-jauh dari kakak," ujarnya, menepuk puncak helm itu sampai Lyra merasa lehernya bisa saja tenggelam.

Gadis itu mengikuti Faro yang melangkah menuju meja pengawas. Faro terlihat keren sekali dengan celana jeans, kemeja biru muda lengan panjang yang dilinting sampai siku, jam tangan rolex di tangan kiri yang menggandeng tangan kecil Lyra, sementara tangan kanannya menyangga tabung gambar besar di bahu kanan. Helm proyek putih melengkapi penampilan lelaki itu yang tampak mencolok seolah menjelaskan posisinya sebagai pemimpin mega proyek besar ini. 

Beberapa mandor dan charge architect membungkuk hormat saat Faro datang.

"Selamat siang, Pak Faro."

"Siang." Faro mengangguk, langsung membuka tabung gambarnya dan membuka selembar besar cetak biru bangunan. "Sejauh ini ada masalah?"

Lalu pembicaraan segera membahas seputar mega proyek itu, yang beberapa katanya tidak Lyra pahami. Ada banyak perkembangan, tidak ada masalah, aman terkendali. Kurang lebih seperti itu. Faro mencoret-coret di kertas lain, entah membicarakan apa lagi. Ujung-ujungnya, para charge architect itu harus membuat laporan resmi di kantor.

Selesai dari sana, Faro kembali menarik tangan Lyra memasuki mobil, dan mereka menghampiri menara pengawas lain di bagian utara lahan proyek.

Lagi-lagi, lelaki itu memantau keseluruhan dari pengawas proyek.

"Kenapa harus meminta laporan dari semua pengawas?"

Faro tersenyum mengemudikan mobil keluar dari areal proyek, membunyikan klakson yang dibalas lambaian tangan oleh penjaga gerbang. "Namanya juga mengontrol. Ini mega proyek pertama kakak. Meski masalah pasti selalu ada sekalipun laporannya tidak ada masalah, kakak perlu memastikan semua tetap terkontrol. Itu intinya." Faro berbelok ke arah jalan protokol, lantas mobil melaju lurus tanpa hambatan. "Ada banyak pihak yang mengawasi kakak. Para investor yang pasti menuntut kesempurnaan kerja. Juga beberapa pihak yang mengawasi dalam bayangan, menunggu kakak lengah."

"Lengah bagaimana?"

"Mega proyek ini bernilai ratusan triliun rupiah. Mudah sekali memanipulasi data-data, dari laporan kecil sampai laporan besar. Meski tidak bisa memastikan 100%, sekali lagi, kakak ingin semua tetap dalam kontrol."

Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang