21 - Something Besides Him

1.3K 220 53
                                    

"You are so mean."

"Hah?"

"Jahat," desis lelaki itu, masih tidak mau melepas Lyra dari pelukannya. "Kamu jahat."

"Aku jahat kenapa?"

"Pokoknya jahat." Faro menutup pintu di belakangnya dengan kaki, sementara tangannya menangkup wajah Lyra dan menatapnya lekat. Lagi, mereka terpisah lagi selama bertahun-tahun dan gadis itu tidak merasa bersalah untuk apapun.

Tangan Lyra terulur mengusap sudut mata lelaki itu yang basah. "Kakak menangis," gumamnya. Lyra tidak ingat kapan terakhir kali ia menyentuh wajah Faro. Sepertinya itu sudah dulu sekali, saat Lyra masih kecil dan gadis itu malah menangis karena Faro jatuh dari sepeda sampai terluka. Wajah Faro lembut sekali, meski agak pucat dan kelelahan.

Faro menahan tangan Lyra di sisi wajahnya, terpejam untuk sementara waktu. "Kamu tidak bisa membuat kalimat perpisahan yang lebih baik ya?"

"Eoh?" Wajahnya dungu lagi.

Faro mengeluarkan secarik surat yang ditulis Lyra dulu, menaruhnya di tangan gadis itu. "Kakak tidak mau ini. Kamu harus membuat yang lebih baik."

Lyra menarik tangannya, mundur selangkah dan mengerang. "Aku sudah buntu dengan paper akhirku, jangan membuatku migrain."

Faro mengamati Lyra dengan lekat, takjub menyadari perkembangan gadis kecilnya itu. Dulu, Lyra masihlah anak kecil yang usil dan cengeng kalau Faro kenapa-kenapa. Lelaki itu jatuh karena belajar motor, Lyra yang nangis. Lelaki itu kena tilang, Lyra yang nangis. Lelaki itu yang lari dikejar anjing, Lyra yang nangis menjerit.

Tapi saat Faro baik-baik saja, usilnya kumat. Betul-betul definisi kucing kecil yang banyak tingkah.

Beberapa tahun lalu pun, Lyra masih gadis remaja tanggung yang banyak cengengesan dan menganggap seolah dunia ini hanya main-main.

Tapi sekarang, Lyra tampak lebih dewasa dan sepertinya bertambah galak.

Tapi sekarang, Lyra tampak lebih dewasa dan sepertinya bertambah galak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa lihat-lihat?!"

Faro tersenyum geli, tangannya bersedekap mengamati Lyra yang duduk di bangku dengan wajah mengerut. Paper terakhirnya benar-benar menyulitkan gadis itu karena terlalu santai. "Apa laki-laki tadi si anak Perdana Menteri Belanda itu?"

"Loh? Kakak tau darimana?"

Faro mendengus, matanya memicing. "Dia baru saja masuk flatmu? Dengan pakaianmu yang seperti ini?!!"

"Apa sih. Dulu juga kakak setiap hari masuk flatku dengan pakaianku yang ala kadarnya. Kenapa pula sekarang mendadak bawel begini?"

"Bawel kamu bilang?" Faro menggertakkan giginya gemas, air matanya beberapa menit lalu seolah menguap entah kemana. "Kamu harusnya khawatir-"

"Aku harusnya khawatir karena kakak yang disini. Kalau Vincent tadi sudah ngibrit dengan sukarela. Sementara kakak malah menerjang flatku dengan amarah dan bertaring seperti vampir!"

Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang