"Bagaimana di Zurich? Baik-baik saja?" Lyra bertanya sembari membaca panduan dari buku menu untuk membuat zuppa soup.
Ponselnya ada di meja dengan figur Faro terpampang di layar, menatap Lyra dengan senyum mengembang. Lyra yang senewen dan ribet sendiri mencoba menu baru tampak menggemaskan. "Disini baik-baik saja, pembangunannya lancar."
"Aduh!" Lyra berdecak saat bawang bombainya jatuh menggelinding ke bawah meja.
Faro tersenyum geli. Mode telepon ia ganti jadi mode panggilan video agar bisa lihat Lyra memasak. Dan memang seheboh yang dibayangkannya. Lelaki itu sedang rebahan di kasur. Satu tangannya memegang ponsel dan tangan satunya menjadi alas kepala. "Bagaimana kabar papermu?"
"It's getting better, untungnya. Jadi aku tidak perlu mengeluarkan taringku dan menancapkannya pada Vincent."
"Maksudnya kamu akan menggigit Vincent?!!"
Lyra berdecak lagi. Satu, karena pisaunya tumpul dan ia kesulitan mengiris bawang. Dua, karena Faro tampak kesal lagi. "Itu hanya pengistilahan saja, memangnya aku sebarbar itu?"
"Sejujurnya, iya."
Untung Faro ada di Zurich. "Lagipula, berkat Vincent aku jadi tidak parah-parah amat. Dia cukup sering mentraktirku agar giziku seimbang."
Faro menatap gadis itu tak habis pikir. Faro saja bisa mengumpulkan uang banyak dengan mudah hanya karena ia adalah direktur di salah satu perusahaan. Lalu kenapa Lyra yang sebenarnya anak dari bos lelaki itu malah seperti hidup susah? Padahal gadis itu bisa saja hidup sebagai mahasiswi berkelas.
Ini sudah 3 hari Faro di Swiss dan lelaki itu selalu meneleponnya setiap pagi atau setiap malam. Selalu mode panggilan video agar bisa melihat Lyra, tidak peduli kalau gadis itu baru bangun tidur dengan mata belekan dan rambut berantakan.
"Kakak, kututup dulu teleponnya ya. Takutnya aku malah mengacung-acungkan pisau ke kakak."
Faro tersenyum geli lagi, lelaki itu mengangguk. "Okay, see you soon, Little girl."
--
Australia, waktu setempat,,
Luna jarang sekali mengunjungi grandma. Biasanya ia kesulitan menemukan waktu untuk pergi ke Sydney karena kesibukannya dan karena keinginannya untuk tetap berada di rumah agar bisa bertemu Faro.
Tapi kali ini, karena Faro sedang ke Eropa untuk menangani pembangunan restoran di Swiss, jadi Luna mungkin saja akan semakin kesepian karena tidak bisa melihat Faro selama beberapa waktu.
Dan juga karena wanita itu butuh sedikit menenangkan pikiran.
Sudah 3 tahun berlalu sejak pertengkarannya yang paling parah dengan Faro. Dulu di basement ketika ia memagut lelaki itu selama beberapa waktu, Luna pikir semua bisa baik-baik saja.
Tapi ia salah.
Faro memang tidak menolak ketika Luna memagutnya meski lelaki itu tak pernah memulai. Tapi waktu itu, ketika Luna berpikir semua bisa kembali membaik dengan membuat lelaki itu berjanji untuk tetap bertahan, Luna malah mendapati raut terluka di mata Faro.
Kenapa? Apa yang salah?
Ia terus bertanya-tanya selama ini. Ketakutannya yang tidak berdasar. Dan Faro tidak pernah menerima janji itu.
Usai Luna meminta Faro berjanji 3 tahun lalu di basement, lelaki itu malah pergi meninggalkannya dengan langkah dingin. Luna ingin sekali marah, tapi ia tidak bisa. Bukannya pulang ke rumah mewah mereka, Faro malah semakin sering pulang ke apartemennya. Faro juga tidak lagi peduli ketika Luna mendatangi lelaki itu di flatnya yang kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...