34 - Save The Last Dance for Me

1.6K 233 68
                                    

Jakarta, waktu setempat,,

Faro merebahkan Lyra di tempat tidurnya. Gadis itu menangis dan susah berhenti sampai kepalanya pusing sendiri. Faro tau Lyra akan pusing kalau terlalu banyak menangis. Dan yang perlu gadis itu lakukan adalah tidur sejenak.

Meski Faro tidak mengeluarkan air mata sebanyak Lyra, setidaknya mereka memiliki waktu untuk menjawab banyak pertanyaan yang terlupakan selama 9 tahun terakhir.

Pertanyaan yang telah mengkristal itu akhirnya terpecahkan.

Meski dengan wajah sembab dan bengkak, kali ini semua terasa lebih baik.

Faro mendapati Lyra jadi semanja dulu waktu kecil, tidak mau pelukannya dilepas selama menangis, hanya meringkuk dalam pelukannya.

Lelaki itu tersenyum samar, menunduk untuk mengecup kening Lyra dengan lembut. Perasaan lega itu akhirnya datang bak air bah sampai setitik air mata menetes lagi dari sudut mata Faro, membuatnya tersenyum geli pada dirinya sendiri.

"Nakal sekali, Love. Selalu kamu yang berhasil membuat kakak menangis," bisiknya lembut.

Faro menaikkan selimut Lyra sampai batas dagu setelah melepas sepatu gadis itu. Sekarang masih cukup sore untuk mengakhiri hari. Tapi Faro tidak ingin saat itu berlalu, ketika perasaan lega menyelimuti. Membuatnya bisa tersenyum lebih baik setelah 9 tahun terakhir.

Kenyataan bahwa kini ia tidak terikat pernikahan lagi dengan Luna membuat harapannya kembali bersinar. Rencana masa depannya dulu bersama Lyra,, seakan kembali mendekat agar Faro menggapainya.

Faro menunduk lagi untuk mengecup dahi Lyra dengan lembut, berbisik, "Saat itu akan datang lagi, Love."

--

Rasanya seperti deja vu ketika Lyra membuka mata dan mendapati ia ada di flat yang dulu ditempatinya selama di Jakarta.

Gadis itu melirik jam dinding, hari sudah malam. Gorden di jendela kamar sudah ditutup. Sepatunya sudah dilepas. Ikatan rambutnya juga sudah dilepas agar rambutnya tergerai. Dan,, aroma masakan yang familiar membuat gadis itu tertegun.

Lyra keluar dari kamarnya dan mendapati Faro ada di dapur, sedang memasak makan malam dan berdiri memunggunginya.

Punggung lebar Faro,,

Lyra tidak bisa untuk tidak menghambur ke punggung itu, menyembunyikan wajahnya disana, terasa nyaman.

"Apa yang membuatmu terbangun?" tanya Faro.

"Bau masakan. Aku lapar." Lyra berujar polos dengan sisa mata sembabnya, tanpa melepas pelukannya di pinggang lelaki itu, memeluknya semakin erat seolah tidak ingin lepas. "Lapar sekali sampai aku ingin menggigit kakak."

Faro tertawa. Lelaki itu tertawa!

Lyra terperangah takjub

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lyra terperangah takjub.

"Hidungmu canggih sekali. Kakak bahkan tidak yakin aromanya sekuat itu untuk membangunkanmu, Love."

Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang