Jakarta, waktu setempat,,
Banyak hal berubah begitu drastis setahun belakangan. Faro yang dingin disergapi begitu banyak kemarahan yang menyiksanya. Ia yang marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi Lyra, juga karena ia tidak bisa menemukan gadis kecilnya itu.
Sejak sidang cerainya seminggu lalu, selain untuk urusan pekerjaan, Faro menutup semua pintu komunikasi. Tidak peduli seheboh apapun keluarga besar Winata.
Lelaki itu tidak ada di rumah miliknya, atau di kondominiumnya yang mewah. Sebaliknya, Faro mengurung diri di flat kecil yang pernah ditempati Lyra dulu.
Flat kecil yang berisi banyak kenangannya bersama Lyra. Hanya 2 bulan, tapi Faro mengingat setiap detail apa yang terjadi disana. Ia yang memasak di dapur sembari mendengarkan Lyra mengoceh atau bernyanyi. Ia yang pulang dari kantor dan mendapati Lyra sudah pulas. Ia yang hendak berangkat ke kantor dan Lyra baru bangun tidur. Tawa Lyra yang membuat Faro senyaman di rumah sendiri. Gadis itu adalah rumahnya.
Faro mungkin menjual flatnya sendiri di seberang, tapi lelaki itu tidak akan menjual flat tempatnya berada kini.
Barangkali,, suatu hari nanti yang entah kapan, Lyra akan datang lagi ke flat itu. Faro akan menunggu gadis kecilnya kembali, agar ia bisa pulang. Dan tidak akan membiarkan Lyra pergi lagi.
--
Luna duduk di hadapannya, mengusap air matanya dengan ujung jari. Lyra segera pulang dari Hongkong saat mendapat telepon dari kakaknya yang menangis terisak, tidak lebih dari 12 jam lalu.
Tidak peduli betapa resah dan takutnya gadis itu sekarang.
Kabar perceraian kakaknya membuat Lyra tidak tau harus berkata apa. Bukankah Luna dan Faro saling mencintai?
"Tidak pernah." Luna menggeleng pelan, mengatur napasnya. "9 tahun kami menikah, selalu hanya aku yang mencintai Faro. Tidak pernah sebaliknya."
"Lalu bagaimana bisa kalian menikah?"
"Karena aku mencintai Faro. Selalu mudah bagiku untuk minta sesuatu pada Papa."
Lyra mengangguk paham. Papa memang seperti itu, menyayangi anak-anaknya dengan caranya sendiri. Dan mungkin,, menyayangi Luna dengan lebih besar.
"Aku pikir, dengan kami menikah berarti semua menjadi mudah. Faro jadi suamiku, tidak ada orang lain lagi. Tapi aku salah besar. Faro bukannya 'belum' mencintaiku seperti yang aku duga. Faro mencintai orang lain. Dan dalam 9 tahun pernikahan kami, aku menghabiskan waktuku untuk bersaing dengan bayangan yang membuar Faro tidak pernah berpaling ke manapun. Dan seperti yang kamu lihat, 9 tahun yang sia-sia." Luna tersenyum getir melihat bagaimana Lyra balas menatapnya dengan tidak percaya. Hatinya kebas menahan perasaannya selama 9 tahun. Tentu saja, ini adalah kisah yang ia sembunyikan rapat-rapat seorang diri. "Faro tidak pernah berhenti mencintai gadis itu, tidak pernah berhenti mengenangnya sepanjang waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...