Zeyeng, kenapa pada bingung sama apa yang terjadi antara Mas Faro dan Lyra?
Mereka kan kakak-adik ipar wkwk
--
"You look great." Luna menatap Faro yang sedang berdiri di depan cermin, berusaha mengikat dasinya sejak 5 menit lalu sampai keningnya sedikit berkeringat. "Biasanya kamu tidak lama mengikat dasi."
"Yang ini agak licin."
Luna mendekat, menyadari motif dasi itu masih tampak asing, dan tampak licin karena baru, juga karena dari satin berkualitas bagus. "Jadi kamu beli dasi baru?"
"Uhum," gumam Faro, membiarkan Luna mengikat dasinya dengan rapi.
"Pilihan yang bagus." Luna tersenyum lembut, dasi itu sudah terpasang rapi. Biasanya Faro hanya mau mengenakan dasi yang cenderung polos dan tidak memperlihatkan motifnya dan memiliki selera yang cenderung tidak berubah selama bertahun-tahun. Tapi mungkin Faro mengalami perubahan.
"Sarapan sudah siap, mau kusiapkan sekarang?"
Faro menggeleng pelan. "Dimasukkan kotak bekal saja, aku mau berangkat pagi."
Luna menghela napas menatap wajah Faro yang jarang berekspresi. "Tapi jangan lupa dimakan sarapannya."
"Sure."
Luna gesit memasukkan sarapan Faro ke kotal bekal, menambahkan porsinya sedikit lebih banyak, juga menyiapkan sebotol tumblr berisi jus mangga dengan wortel. Itu bagus untuk mengurangi minus di mata Faro. Lelaki itu mulai mengenakan kacamata baca sejak 5 tahun lalu, akibat kesukaannya membaca dan karena lelaki itu menjadi gila kerja. Kebiasaan itu semakin parah semenjak mereka menikah.
Pulang kerja, bukannya quality time dengan pillow talk seperti yang diharapkan Luna, Faro malah langsung mengurung diri di ruang kerjanya, membaca berkas atau buku apapun sampai larut malam.
Seringkali seperti itu, membuat Luna kesulitan menembus sisi tertutup suaminya. Tidak peduli meski pernikahan mereka sudah memasuki 4 tahun, Faro tetap sangat tertutup, pendiam, dan jarang berekspresi.
Tas bekal untuk Faro sudah siap, Luna menaruhnya di jok samping pengemudi bersama tas kerja milik Faro agar lelaki itu tidak lupa.
Faro sudah memasang sepatunya, melangkah menuju Audi hitam yang siap.
"Faro?"
Ketika lelaki itu menoleh, Luna sudah berjinjit dan memagutnya lembut, seperti biasa.
"Nanti malam pulang kan?"
Faro mengiyakan, lantas mengemudi keluar dari pekarangan rumah tingkat bergaya Eropa klasik itu, meninggalkan Luna yang terpaku di depan gerbang dengan perasaan gamang. Ia tidak tau sampai kapan harus cemas setiap pagi sepanjang pernikahan mereka, harap-harap cemas apakah Faro akan pulang atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ein Memoir - Remembering Her - 🌐SH
FanfictionTentang bagaimana bertahan bersama luka Tidak peduli berapa lama pun waktu berusaha mengikis semua memori itu, Faro tidak akan pernah lupa. Cinta,, selalu tentang sebuah perjalanan pulang. Bagaimana 2 jiwa yang tadinya terpisah, berusaha mencari jal...