"Separuh dari kita hanyalah keniscayaan, sisanya tak lebih dari omong kosong."
***
Tak terasa waktu sudah berjalan sangat cepat, sudah dua bulan berlalu semenjak kepergian orangtuanya, Zora pun kini sudah mulai bangkit dari keterpurukannya, dan ia pun sudah bisa mulai menerima takdir yang ada.
Saat ini, ia menjadi sosok yang lebih banyak diam. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar daripada mengurusi hubungan percintaannya dengan Andra. Kini hubungan mereka pun menjadi renggang, Andra seperti menghindari Zora, dan Zora pun juga tidak tahu alasan dia menjauh dirinya apa, padahal bukankah ia sendiri yang sudah berjanji untuk melindunginya, tapi kenapa dia seperti menghindarinya?
Dan selama dua bulan ini, hanya Dicko yang setia menemaninya kemanapun dia berada, dan Dicko pula yang selalu menjadi tameng untuk Zora, bukankah yang sudah berjanji itu adalah Andra, tapi kenapa yang menjalani janjinya itu malah Dicko? Entahlah Zora juga bingung dengan hal itu, namun ia tak mengambil pusing, toh tanpa mereka ia juga bisa menjaga diri. Saat ini fokusnya hanya belajar untuk persiapan UN, seperti saat ini ia sedang di dalam perpustakaan dan ditemani buku-buku yang sangat tebal.
"Ekhem serius amat neng", ucap Dicko yang tiba-tiba datang dengan membawa roti dan air mineral.
"Eh,, Dicko kamu ngagetin aja", ucap Zora sambil memegang dadanya. Sejak keakraban nya dengan Dicko sebulan yang lalu, Zora pun memutuskan untuk memakai panggilan aku-kamu kepada Dicko. Karena ia merasa kalau lebih sopan dengan kata itu.
"Hehe maaf princess, habisnya kamu serius banget sih belajar nya", ucap Dicko.
"Iya dong kan sebulan lagi kita UN jadi kita harus rajin belajar.", ucap Zora.
"Ya udah deh ini kamu makan dulu, hitung-hitung buat ganjal perut kamu", ucap Dicko sambil menyerahkan sebuah roti kepada Zora.
"Makasih Ko", ucap Zora. Lalu ia pun mengambil roti itu dan mulai memakannya sampai habis, dan setelah itu ia juga menghabiskan air mineralnya sampai habis tak tersisa.
"Buset, laper apa doyan neng", ucap Dicko menggoda.
"Ish,, apaan sih, aku tuh laper tau, tadi pagi aku belum sempet sarapan", ucap Zora sambil mengerucut kan bibirnya.
"Kenapa sampai gak sarapan sih Ra, kamu tau kan kamu itu punya sakit maag, nanti kalau sampai maag kamu kambuh gimana", ucap Dicko yang mulai over protektif kepada Zora.
"Tadi aku kesiangan", ucap Zora.
"Makanya, kalau belajar itu jangan sampai larut malam, gak baik buat kesehatan kamu Zora Morelyna", ucap Dicko lembut.
"Iya iya bawel deh", ucap Zora sambil terkekeh.
"Gak lucu ya", ucap Dicko yang pura-pura merajuk.
Kringgg,, bel masuk pun berbunyi, dan mereka pun kembali ke kelasnya, namun belum sampai di kelas, mereka pun berpapasan dengan Andra, dan Andra pun memandang mereka dengan tatapan yang tajam. Lalu Andra pun menghampiri keduanya, bukan keduanya sih namun lebih tepatnya menghampiri Zora.
"Darimana?", tanya Andra pada Zora.
"Dari perpus", jawab Zora.
"Kenapa gak minta aku temenin aja?", tanya Andra dengan nada cemburunya.
"Tadi gue sendiri kok, tapi Dicko tadi yang nyusulin gue", ucap Zora.
"Lain kali kalau lo mau kemana-mana sama gue aja", ucap Andra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake [END]
Teen Fiction[SELESAI] Dalam Bahasa Inggris, fake artinya palsu. Sesuai dengan judulnya, cinta,kasih sayang, dan persahabatan yang dimiliki Zora hanyalah kepalsuan. Penghianatan seolah sudah menjadi makanan sehari-hari nya. Mampukah ia melewatinya atau malah tak...