🐥 Eight 🐥

752 46 5
                                    

Tiga hari telah berlalu, dan malam ini merupakan malam terakhir kita bersama menjadi tim penelitian berkelompok.

Selama tiga hari ini semuanya tampak sangat membosankan, semua yang aku harapkan dari awal ternyata sama sekali tidak terjadi, kami hanya masuk keluar hutan untuk meneliti tumbuhan langka dan menjawab persoalan David yang bahkan bisa kami nalar sendiri tanpa harus melakukan penelitian, David terus saja mengekang kami, dia tidak memperbolehkan kami untuk bermain-main sejenak, semua waktu dihabiskan untuk mendengarkan materi, kami diharuskan untuk disiplin waktu dan menaati peraturan, bahkan memetik satu tangkai bunga matahari pun sudah terkena omel, kalau begini adanya lebih baik dari awal tidak usah melakukan penelitian berkelompok.

“Kei, mukanya kok ditekuk terus?” tanya Deandra yang sedari tadi berada di sampingku.

“Bosen gue, jalan-jalan yuk.”

“Tapi kan ini malem, sepi lagi,”

“Lo takut?” Deandra menggeleng pelan.

“Kalau nggak ayo buruan,” akhirnya dia menyerah dan mengikuti langkahku menjauhi sebuah warung kecil untuk sekedar jalan-jalan, walau pun tempatnya cukup sepi, hanya ada pepohonan besar di tepi jalan, motor pun jarang yang lewat, namun aku tetap percaya jika tidak ada apa-apa di sini, karena di sini adalah kawasan Taman Nasional, mana mungkin ada penjahat.

“Jangan jauh-jauh Kei,” ucap Deandra ketakutan karena melihat pohon-pohon yang besar.

“Yaelah, sama pohon aja takut, lagian kan ini belum ada dua puluh meter kita jalan.”

“Balik yuk Kei, gue beneran takut, lo mau gendong gue kalau semisal gue pingsan karena lihat hantu?” Keiza memutar kedua bola matanya dengan jengah, kebanyakan nonton film horror nih pasti.

“Hmm, yaudah deh ayo kita balik,” namun ketika kita membalikkan badan untuk kembali ke arah warung tadi, tiba-tiba saja ada dua orang lelaki berbadan besar yang menghadang kita, entahlah dari mana asalnya, namun kelihatannya orang ini bukanlah orang yang baik-baik.

“Siapa kalian?” tanyaku dingin.

“Wauu, cuek banget Neng,” ternyata pikiranku tadi salah, penjahat ada di mana-mana.

“Ikut abang yuk?” ketika tangan kekarnya itu menyentuh kulit tanganku aku menjerit seketika, jujur saja jika aku masih trauma dengan preman yang tempo hari hampir menyulikku itu.

“Mr. David!! Tolong!! Ada penjahat!! Huaaaaa!! Sirr!!” entahlah seperti apa kerasnya teriakanku ini, yang terpenting David bisa mendengarnya dan kita bisa selamat.
Puluhan air mata telah menetes deras di pipiku, aku terus saja memberontak saat preman itu membuka satu kancing bajuku, aku bahkan tidak memperdulikan keadaan Deandra, suara teriakannya tidak lagi terdengar, dan mengapa kedua preman ini hanya menyerangku?

Apakah Deandra pingsan?

“Aku mohon JANGAN!!”

Bugh!!

Satu preman berhasil jatuh, namun siapakah yang melakukan hal ini?

Mr. David! Dia yang melakukannya untuk menyelamatkan kami? Oh Tuhan tak ku sangka dia juga memiliki hati nurani, dan dari situlah aku mengetahui bahwa Deandra memang telah pingsan karena aku melihat ada teman se-timku yang membopongnya menjauh dari kami.

“Lepaskan perempuan itu!” bentak David dilengkapi dengan tatapan elangnya.

“Lepasin? Jangan mimpi!”

“Dasar brengsek! Lepasin dia!”

“Jangan mendekat! Atau gue akan lempar dia ke jurang,” hah? Aku segera melirikkan mataku ke kanan jalan, dan ternyata memang benar, di sana ada jurang yang cukup dalam dan curam.

KEIZA✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang