🐥 Thirteen 🐥

654 36 10
                                    

Saat ini di sinilah aku berada, di dalam laboratorium Prof. Wijaya untuk kembali berkutat tentang penelitian bakteri baccilus F.

Hening, hening, dan hening. Aku menghembuskan napas kasar lalu mulai mencatat kembali tentang Prof. Anatoli dengan mata yang masih menatap David dengan kesal, sebenarnya dia sakit gigi atau sakit tenggorokan sih? Berat sekali untuk sekedar berbicara!

“Kei! Kamu nulis apaan itu?” tanya seseorang tiba-tiba yang membuatku terkejut dan langsung menoleh ke sumber suara.

“Mr. Heru! Ngagetin Kei aja.”

“Prof. Anatoli merupakan sakit gigi atau sakit tenggorokan? Lah! Kamu nulis apaan sih? Nggak jelas banget,” seketika aku langsung menunduk dan melihat isi tulisanku yang tidak masuk akal ini, sembari menahan malu aku mengusap rambutku pelan lalu nyengir ke arah Mr. Heru.

“Hehe maaf, Kei nggak konsen,” terlihat dia hanya menggelengkan kepalanya lalu pergi meninggalkanku menuju tempat risetnya sendiri.

“Bodoh! Bodoh! Kenapa bisa nulis seperti itu sih?” ucapku dalam hati seraya menepuk dahiku pelan, sedangkan David yang melihatku seperti itu, tiba-tiba dia bangkit lalu menghampiriku, ya Tuhan! Apakah dia akan memarahiku karena hal sekecil ini? Raut wajahnya sangat menyeramkan.

“Kenapa nggak konsen?” tanyanya dingin seraya menatapku, sedangkan aku hanya menunduk tidak berani menatapnya kembali.

“Lepas jasnya, ayo ikut saya,” aku mendongak seketika, lalu sesuai permintaannya aku mulai melepas jas lab yang aku kenakan dan mengikuti langkahnya keluar dari dalam laboratorium.

“Mau ke mana sih Sir?”

“Cari makan,”

“Tapi Kei nggak laper.”

“Terus mau apa?”

“Es krim hehe,”

“Oke, kita ke taman kota.”
Berhubung taman kota hanya berjarak sekitar 300 meter dari laboratorium Prof. Wijaya, kami memilih untuk berjalan kaki, hitung-hitung bisa berduaan sama David, meski pun dia tidak banyak berbicara, setidaknya kalau aku bertanya dia selalu menjawab, dan itu mampu membuatku bahagia, rasanya sangat nyaman berada di sisinya.

“Sir,”

“Hm,”

“Sir tahu nggak rumus kecepatan?” tanyaku yang membuatnya menoleh, mungkin dalam pikirannya bertanya ‘kenapa dia tanya seperti itu?’

“Jarak dibagi waktu, emang kenapa?”

“Karena kecepatan itu kayak cinta Kei ke Sir, Kei maunya jarak antara kita itu dekat, dan waktu untuk kita berdua itu lama, jadi kecepatan cinta Kei ke Sir itu melambat, supaya kita tidak cepat berpisah,” terangku yang membuat dahinya berkerut, beberapa detik kemudian ekspresinya kembali sama, Astaga! Dia cuma merespon ucapanku dengan satu kerutan di dahi? Hei! Yang aku omongin sesuai kenyataan loh sir!

“Ih Sir kok nggak respon sih?”

“Kamu mau es krim rasa apa?”

“Cokelat,” setelah aku menjawab pertanyaannya dia langsung pergi meninggalkanku menuju ke tempat penjual es krim, bisa-bisanya dia mengalihkan topik pembicaraan? Sabar Keiza sabar, you must be patient okey! Dengan bibir yang masih manyun aku melangkahkan kakiku menuju ayunan di dekat air mancur untuk menunggu David yang membeli es krim.

Kalau menurut novel-novel yang pernah aku baca sih orang dingin itu jauh lebih romantis dari pada yang hangat, tetapi ini lama kelamaan aku kok seperti menjadi beku gini ya, terus-terusan aku yang mencari topik, harus bersabar dengan respon singkat yang dia berikan, jika seperti ini terus, kapan romantisnya pria dingin itu? Kamu harus bisa Kei! Baru berjuang satu hari kok sudah menyerah, perjuangan yang berat juga akan mencapai hasil yang memuaskan.

KEIZA✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang