Aku bergegas menuju restoran hotel setelah Emma memberitahu dia sudah terlebih dahulu disana untuk sarapan. Setelah percakapan kami kemarin sore, aku dan Emma sama-sama berusaha bersikap seperti biasa. Dalam beberapa suasana memang sedikit canggung, tetapi aku berusaha mencairkan suasana. Aku tidak mau suasana canggung itu akan menjauhkan kami kemudian.
Sesampainya di restoran, aku memicingkan mata melihat Emma sudah duduk dan belum memulai sarapannya. Tetapi dia tidak sendiri, ada seseorang bersamanya. Laki-laki dan mereka sedang asyik tertawa-tawa. Dan aku mendadak merasa kesal. Aku memang menyuruh Emma untuk bersikap biasa saja dan bebas untuk menganggapku hanya seorang teman, tetapi bukan berarti juga aku akan baik-baik saja melihat dia berakrab-akrab ria dengan laki-laki lain. Damn, aku benar-benar membenci sikap ramah Emma kepada semua orang sekarang.
"Em.." kataku sambil menepuk bahu Emma. Emma segera menoleh, begitu juga laki-laki teman ngobrolnya itu. Aku hanya mengangguk karena dia sedang tersenyum padaku sekarang.
"Eh, kamu udah disini. Gak mau ambil sarapan dulu? Aku tadi gak ambilin karena gak tau kamu mau makan apa. "
Aku tidak menjawab Emma dan hanya menatap dia meminta penjelasan siapa temannya itu. Emma untungnya cepat tanggap.
"Oh iya, El kenalin ini Revan temanku satu kampus dulu"
Mendengar namanya disebut, si Revan-Revan itu segera mengulurkan tangannya padaku dan mau tidak mau harus aku balas.
"Revan"
"Elnathan"
Aku segera mengambil tempat duduk di sebelah Emma. Emma memang bilang kalau Revan hanya teman kuliahnya dulu, tetapi entah kenapa aku merasa sedikit terintimidasi dengan kehadirannya. Selama mengenal Emma, aku tidak pernah mendengar dan melihatnya seakrab ini dengan teman laki-lakinya. Dia juga hanya sering menceritakan tentang teman perempuannya.
"Kamu gak ambil sarapan dulu El?" tanya Emma segera setelah aku duduk.
"Kamu aja yang ambilin, Em. Terserah kamu aja"
Emma melotot tidak setuju kepadaku. Mungkin dia tidak rela obrolannya harus aku potong paksa seperti ini.
"Em..." kali ini aku memberikan sedikit nada perintah. Dan karena Emma sudah tahu cukup banyak tentangku, dia segera beranjak walaupun dengan menampilkan wajah kesalnya. Sudah cukup mereka berduaan dari tadi.
"Kamu sama Emma ada..." Aku menoleh kepada Revan yang sekarang bergantian melihatku dan juga Emma yang sibuk mengambil makanan.
Aku segera mengangguk tidak peduli apapun ujung dari pertanyaan yang belum selesai itu. Menurutku Revan sedang menanyakan apa aku dan Emma ada hubungan atau tidak. Dan sepertinya dugaanku benar, Revan hanya mengangguk sedikit salah tingkah dan detik itu juga aku mengerti bahwa bukan aku satu-satunya disini yang tertarik pada Emma.
Setelah beberapa menit tanpa obrolan antara aku dan Revan, akhirnya Emma kembali ke meja dengan sepiring makanan. Aku tersenyum lebar melihat makanan yang dibawa Emma. Emma benar-benar mengingat makanan untuk sarapan favoritku yang pernah aku sebutkan sekilas kepadanya. Aku mengelus puncak kepala Emma dan Emma langsung bersungut-sungut karena rambutnya berantakan. Oke, tindakanku ini memang sedikit alay tetapi tidak apa-apa asalkan laki-laki yang sedang menatap kami percaya bahwa aku dan Emma adalah pasangan.
"El..kamu tahu gak sih kalau aku sama Revan itu baru ketemu di sini. Gak nyangka banget ya setelah hampir tiga tahun gak ketemu, malah ketemunya di Bali. Tapi sayang banget kita malah udah mau balik hari ini. Kamu kapan balik ke Jakarta, Van?"
Emma memang luar biasa. Awalnya dia menyebut namaku tetapi terakhirnya dia malah bertanya kepada Revan.
"Aku gak balik ke Jakarta lagi, Em. Aku udah dua minggu di Jakarta, nanti mau balik ke Scotland langsung dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie [COMPLETED]
Romance~Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control~