Alina- Arranged Marriage

3K 262 3
                                    

Sudah hampir sebulan ini aku dan Elnathan tidak banyak bertemu. Proyek yang ada di Surabaya sudah hampir selesai sehingga meeting bersamanya juga jarang. Dia juga sering menolak untuk bertemu karena katanya dia lebih banyak menghabiskan waktu di proyek baru perusahaanya. Papa juga sampai sekarang tidak mau menyinggung masalah usulan perjodohan yang aku sampaikan. Di saat-saat seperti ini, rasanya aku ingin menyerah saja. Usaha yang aku lakukan hanya berjalan di tempat dan aku tidak tahu pasti hubungan Elnathan dan Emma. Aku beberapa kali bertemu dengan Emma dan mengajaknya menemaniku belanja ini itu. Tujuanku sebenarnya hanya untuk mencoba mencari tahu hubungan mereka berdua dan Emma sangat tertutup. Entah karena Emma yang benar-benar tidak mau berbagi cerita atau memang tidak terjadi sesuatu seperti yang aku khawatirkan.

Panggilan masuk di ponselku mengalihkanku dari lamunanku. Aku sedang di lokasi pemotretan dan sedang istirahat sebelum memulai sesi lainnya. Karena proyek bersama Elnathan sudah hampir selesai dan papa tidak mengabulkan tentang perjodohan itu, jadi aku memulai pemberontakan kecilku lagi kepada papa.

"Halo, Pa" sapaku ketika melihat papa yang menelepon.

"Kamu dimana, Lin? Papa tahu kamu gak ada di kantor seharian" Papa mendesah kelelahan. Mungkin papa sekarang sudah terlalu malas mendebatku tentang dunia modelling dan lainnya.

"Iya, aku di luar, Pa. Ada kerjaan sedikit yang gak bisa ditinggal."

"Nanti malam kamu balik ke rumah dulu ya. Ada yang mau papa omongin sama kamu tentang Elnathan."

Aku segera terduduk dari posisi malas-malasanku tadi.

'Tentang apa, Pa?"

Papa hanya diam dan kemudian mematikan telepon. Kalau dia bukan orangtuaku, mungkin aku akan mengeluarkan banyak makian karena aku ditinggal penasaran begini. Semoga hariku yang tidak terlalu berantakan ini tidak menjadi sangat berantakan karena apapun yang akan disampaikan papa.

***

Aku mencium tangan mama dan juga papa ketika aku sampai di ruang makan rumahku. Karena aku sampai tepat di jam makan malam, papa meminta agar kami makan malam dulu. Papa sepertinya mencoba membalas pemberontakanku dengan membiarkanku penasaran hingga sampai stres begini.

"Papa tadi ketemu sama Bram."

Aku yang baru duduk dan meletakkan jus buah untuk papa di ruang kerjanya, langsung duduk tegak dan menatap papa yang sedang santai sambil membaca sesuatu di tabletnya.

"Papanya Elnathan maksud papa?"

"Iya, tadi gak sengaja ketemu di restoran waktu makan siang. Bram bilang kalau kamu udah pernah berkunjung ke rumah mereka."

Aku mengangguk. Aku kan sudah pernah bilang sama papa dulu, waktu papa bertanya karena aku membangunkan mama pagi-pagi sekali untuk membantu memasak. Papa sepertinya sudah mulai pikun.

"Bram juga bilang kalau mereka senang sama kunjungan kamu dan bilang kalau kamu sopan. Bagus, Lin. Papa senang kamu gak malu-maluin papa di sana." Sekarang nada usil papa mulai terdengar ketika mengucapkan itu. Aku mencibir.

"Terus, Pa?"

"Terus apanya?"

Aku memutar bola mataku. "Papa gak mungkin suruh aku pulang cuma mau bilang aku sopan kan? Dari dulu juga aku sopan," kataku. Papa tertawa kecil.

"Terus, Bram setuju sama ide konyol kamu itu."

"Ide konyol ap...." Bola mataku melebar. Astaga, ini papa bukan sedang bercanda kan?

"Papa serius udah bilang ke om Bram?" tanyaku meyakinkan kalau aku tidak salah dengar?"

Papa mengangguk dan aku segera berteriak kegirangan sambil memeluk papa.

"Makasih papa," kataku sambil mempererat pelukanku. Papa yang terlalu terkejut dengan tingkah impulsifku segera menepuk-nepuk tanganku, menyuruh untuk melepaskan pelukanku.

"Kamu jangan terlalu senang dulu. Bram memang senang dengan tawaran papa, tapi dia bilang bakalan diskusi dulu sama Andari dan tanya Elnathan juga. Dia bilang kalau kalian itu tidak bisa dipaksa. Harus karena mau sama mau dan papa setuju dengan Bram."

Aku tidak terlalu memedulikan ucapan papa tersebut. Yang penting sekarang orangtuaku dan orangtua Elnathan setuju kalau kami berdua menjadi pasangan. Ini seperti golden ticket dan aku hanya perlu menyakinkan Elnathan dan juga meminta bantuan orangtuanya juga. Ini bukan hal yang sulit kan?

***

Dua hari setelah obrolanku dengan papa tentang perjodohan itu, aku belum kunjung bisa bertemu dengan Elnathan. Aku juga yang sibuk di pekerjaanku hanya bisa mengirimkan pesan kepadanya dan selalu mendapat balasan dari dia. Setidaknya dia tidak menghindariku kan?

Siang ini karena ada waktu lowong, aku memutuskan untuk berkunjung ke kantor Elnathan dan berniat mengajaknya makan siang. Kalau memungkinkan aku akan membahas tentang perjodohan itu. Om Bram juga pasti sudah memberitahu Elnathan walaupun Elnathan belum menyinggungnya kepadaku. Ketika aku sedang menunggu lift, pesan balasan Elnathan masuk dan berisi bahwa dia tidak bisa makan siang bersama karena sedang di luar kantor. Aku menghela napas kecewa dan baru akan berbalik pulang ketika aku melihat Emma keluar dari lift. Aku segera berlari menemuinya dan memutuskan untuk mengajaknya makan siang bersama. Emma juga harus kuberitahu mengenai perjodohanku dengan Elnathan.

"Em..kamu pernah ketemu Elnathan beberapa hari ke belakang ini?" tanyaku ketika kamu sudah duduk dan menanti pesanan kami datang.

"Enggak sih. Kayaknya dia lagi sibuk."

"Kalian gak pernah makan siang bareng juga?" Aku pernah melihat mereka makan siang berdua, jadi aku juga harus memastikan ini. Bisa jadi Elnathan menolak ajakan makan siangku karena bersama Emma.

Emma menggeleng. "Aku memang hampir gak pernah makan siang sama dia di sini, Lin. Pasti bakalan jadi pusat perhatian dan itu bikin gak nyaman sih."

Aku mengangguk-angguk kecil.

"Emma, karena kamu udah aku anggap teman aku jadi kamu harus jadi salah satu orang pertama yang tau tentang berita bahagia ini" kataku dengan nada riang.
Emma memberikan pandangan bertanya.

"Dan apa itu?"

"Aku dan Elnathan dijodohkan, Em. Kamu udah tau kan kalau aku suka sama dia. Dan sekarang orangtua aku dan orangtua Elnathan setuju buat jodohin kami berdua. Kamu bisa kebayang gak sih senangnya aku sekarang?" ucapku lagi dengan nada lebih semangat dari sebelumnya.

Emma hanya terdiam dan aku bisa melihat wajahnya berubah menjadi pias. Dia mungkin sedang terkejut sekarang. Aku sebenarnya bisa melihat dari interaksi mereka bahwa Emma juga menyukai Elnathan. Tetapi selama mereka belum menikah dan belum terikat hubungan apapun, tidak ada yang salah kan kalau aku menyampaikan kabar ini kepadanya? Emma juga tidak pernah mengatakan kepadaku kalau dia menyukai Elnathan. Biarlah aku tetap mempertahankan sikap innocentku ini.

"Oh ya?" katanya pelan setelah terdiam beberapa saat. Dia tersenyum tetapi aku bisa menatap sekilas wajah kebingungan dan terkejutnya.

"Iya. Aku terimakasih banget sama kamu. Kalau aku gak ketemu kamu, aku mungkin gak bakal bisa ngobrol sama Elnathan dan bikin dia ingat kalau aku teman masa kecilnya. Semua ini bisa gara-gara kamu, Em."

Emma hanya mengangguk dan tetap menampilkan senyumnya. Tetapi kemudian, selama makan siang dia menjadi sedikit lebih diam dan kemudian buru-buru pergi ketika jam makan siang sudah habis. Sejujurnya ada perasaan tidak enakan ketika melihat Emma dan ketika aku berpura-pura tidak menyadari bahwa Emma juga menyukai laki-laki yang sama denganku. Dan untuk sekarang aku harus mengabaikannya. Misi yang aku jalani ini sepertinya sudah menjadi ambisi yang harus selesai dengan hasil yang aku harapkan.

Camaraderie [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang